Short Escape

111 11 2
                                    

Tanaka Midori

Sudah tiga malam Soonyoung menumpang tinggal di rumah. Rasanya seperti ada warna baru yang hadir dalam kehidupan kami. Pria itu menuruti perkataannya pada hari pertama datang ke Osaka menemuiku.

"Aku datang sebagai Kwon Soonyoung, bukan Hoshi Seventeen."

Nyatanya, Soonyoung dan Hoshi yang kutahu selama ini cukup berbeda. Jika berada di atas panggung, pria itu cenderung akan berisik dan bersikap ramah menyapa para fans. Cukup menyebalkan bagiku, sesungguhnya. Namun, menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya, aku jadi tahu sisi lain Soonyoung.

Pria itu ramah dan charming. Tanpa mengurangi rasa hormat, Soonyoung bisa bersosialisasi cukup dekat dengan Ayah dan Ibuku. Dia dapat membantu beberapa pekerjaan di restoran dengan cukup baik. Yang paling aku suka adalah Soonyoung dapat membuat Keisuke keluar kamar dan menghabiskan waktu bermain bersamanya! Sungguh keajaiban dunia. Baik Keisuke dan Masuo dapat cepat dekat dengan pria itu. Hanya Takuo saja yang terlihat masih galak jika berhadapan dengan Soonyoung. Aku pun tidak tahu mengapa.

Secara garis besar aku ingin mengatakan bahwa Soonyoung adalah orang baik dan menyenangkan. Walaupun pada awalnya ia kikuk dan pemalu, dia berusaha agar orang-orang disekitarnya dapat nyaman dengan kehadirannya. Kupikir, dia cukup dewasa untuk seorang idol sepertinya. Tidak manja dan tidak banyak maunya.

"Huah, melelahkan!"

Aku mendongak. Soonyoung berusaha mengatur napasnya sembari mengelap peluh yang jatuh di dahinya. Pria itu memilih duduk di sebelahku. Ia meluruskan kedua kakinya dan bersandar pada sandaran bangku taman.

Diam-diam, aku mengamati profil wajahnya dari samping. Tanpa make up begini, Soonyoung terlihat lebih manusiawi. Kulit pucatnya yang memerah sehabis jogging pagi adalah blush on terbaik untuknya. Ditambah dengan tetesan keringat di ujung-ujung poni rambutnya. Sexy? Haha, aku ini berpikir apa sih.

"Mau minum?" tawarku.

Pria di sebelahku membuka kedua matanya yang sedari tadi terpejam. Ia menoleh ke arahku.

"Boleh minta tolong ambilkan air mineral di dalam tas?"

Tanpa banyak bicara, aku melakukan hal yang dimintanya. Bukan karena aku patuh. Aku hanya ingin mencari alasan untuk pergi karena tidak ingin Soonyoung menyadari bahwa wajahku memanas saat melihat senyum manisnya tadi.

"Nih," aku menyorongkan botol berisi air mineral padanya tanpa berani memandang.

"Terima kasih."

Dari ekor mata, aku dapat melihatnya yang meminum habis isi botol tanpa jeda. Sepertinya dia benar-benar kehausan.

"Oh ya," ucapku lagi, mencoba membuka percakapan. "Aku baru sadar bahwa bahasa Jepang mu berkembang dengan pesat dalam waktu tiga bulan. Kau berlatih keras, rupanya?"

Soonyoung menggaruk kepala bagian belakangnya dengan malu-malu. "Sebenarnya aku cukup bisa bahasa Jepang. Namun, tiga bulan belakangan ini aku memang berusaha lebih keras lagi."

"Untuk konser Seventeen?"

"Salah satu alasannya itu," Aku menelengkan kepala, tidak mengerti dengan arti ucapannya. Ia kemudian menambahkan. "Tapi ada alasan lain yang lebih membuatku bersemangat untuk belajar bahasa Jepang."

"Yah, baiklah," ucapku mengalah. Sepertinya Soonyoung juga tidak akan mengatakan lanjutan dari topik bicara itu.

"Oh ya, apa kau tidak bisa mengambil waktu untuk beristirahat?" tanyanya. Soonyoung memandangiku dengan tatapan khawatir. "Selama ini aku selalu melihatmu bekerja dengan sangat keras. Dari pukul lima pagi hingga tengah malam, kau hanya memeliki beberapa jam isirahat."

"Sudah tugasku," jawabku singkat. Aku pun baru menyadari bahwa aku ternyata sudah bekerja dengan keras. Termasuk berlebihan, bahkan. Namun mau bagaimana lagi. Kalau bukan aku yang mengerjakannya, bisnis ini tidak akan bisa jalan.

"Kau bisa meminta tolong, kan?" sarannya. "Kau juga harus memikirkan kondisimu sendiri. Lakukan hal-hal yang mampu membuatmu bahagia."

Aku mengangguk kecil. "Terima kasih karena sudah mengingatkanku."

Soonyoung tersenyum. Ugh, lagi-lagi aku berdebar melihat senyumnya itu.

"Sudah yuk, kita pulang," ajaknya. Wow, kini dia menyebut rumahku sebagai tempat pulang juga? "Kita harus bersiap-siap membuka toko."

Pria itu berdiri mendahuluiku. Ia berjalan menuju tempat sampah tak jauh dari sana dan membuang botol plastiknya yang telah kosong. Dengan gerakan tangan, Soonyoung mengajakku untuk segera mengikuti langkahnya.

--

Kwon Soonyoung

Sore ini aku mendapat kabar bahwa Seokmin sudah berada di Osaka. Sayangnya, selepas mengirimiku pesan, dongsaeng-ku itu menghilang lagi. Yah, mungkin saja dia ingin menghabiskan waktu berdua dengan kekasihnya. Sebelum besok sore kami harus kembali ke Tokyo untuk melanjutkan jadwal kerja bersama member Seventeen lainnya.

"Kak," panggil Masuo. Aku menoleh dan mendapati anak kecil ini sudah berdiri tepat di sampingku. "Kak Midori menyuruhmu untuk tidak usah membantu lagi."

Aku mengernyitkan dahi. Sambil melepas kaus tangan karet yang biasa digunakan saat mencuci piring, aku menoleh ke seluruh penjuru arah di dapur. Hanya ada aku, Masuo, dan Ayah Midori yang sedang sibuk meracik pesanan.

"Kenapa Midori tidak mengatakannya padaku secara langsung?" tanyaku.

Masuo mengangkat kedua bahunya. "Entahlah," katanya enteng. "Kakak ada di rumah. Dia seperti sedang bersiap-siap akan pergi. Kau juga disuruhnya untuk segera bersiap."

"Aku?" tanyaku lagi. Kini aku sambil menunjuk diriku sendiri.

Tumben sekali Midori mengajak pergi. Apalagi restoran sedang ramai karena sudah mulai memasuki jam makan malam.

"Ya, kau pergilah dengan Midori," kali ini Ayah ikut bicara. Pria berumur akhir lima puluh-an itu menunjukkan senyumannya padaku. Senyumannya mirip dengan yang dimiliki Midori. "Lagipula kau kan kemari untuk berlibur."

"Tapi sebentar lagi jam makan malam."

"Tenang saja, paman dan sepupu Midori akan datang sebelum pukul enam. Mereka bisa membantu kami bekerja disini," ujar Ayah menenangkan. "Bawa anakku bersenang-senang ya. Selama sebulan ini dia sudah bekerja dengan sangat keras."

Ayah Midori tampak sangat berharap padaku. Beliau benar-benar tulus mengatakan itu semua. Melihat bagaimana kerasnya Midori selama ini bekerja untuk membantu perekonomian keluarga membuat sang ayah sakit hati.

Menurut, aku melepas celemek yang aku kenakan dan menggantungnya di tempat penyimpanan. Aku menepuk bahu Masuo sebelum pergi.

"Aku pergi dulu, Paman. Aku janji akan kembali tidak terlalu malam."

--

Midori menyantap es krim di tangan kanannya sedikit demi sedikit. Ia terlihat sangat menikmati makanan dingin rasa strawberry itu. Melihatnya makan begitu, aku jadi ingin makan juga. Sayang, diet menghalangi semuanya.

"Sekarang kita kemana lagi?" tanyaku.

Midori melihat arloji di pergelangan tangan. "Masih ada dua jam lagi sampai waktu makan malam tiba," katanya. "Ah, bagaimana kalau bowling saja? Sudah lama aku tidak bersenang-senang."

Bowling? Yah, walaupun pernah diajari oleh Mingyu dan Seungkwan, aku tetap saja payah saat memainkannya.

"Kau mau, kan?" tanya Midori. Ia menatapku dengan puppy eyes-nya.

Kalau begini, bagaimana aku bisa menolak?

"Okay," kataku sambil menepukkan kedua belah telapak tangan menjadi satu. "Ayo berangkat!"

"Yuhuuu!" Seru Midori menanggapi sambil mengepalkan tangan kanannya. Ia membuat gerakan meninju udara ke atas.

Aku mengulum senyum. Baru kali ini aku melihat ekspresi itu di wajahnya. Sepertinya, Midori benar-benar memikirkan ucapanku pagi tadi saat jogging di taman. Ucapan bahwa dia harus bersenang-senang.

[SVT FF Series] Teach Me How to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang