Egoistic

97 10 0
                                    

Kwon Soonyoung

Ahn Somi. Namanya kini sering terpampang dalam notifikasi pesan masuk di ponsel. Gadis itu tampak tidak menyerah dengan pertemuan terakhir kita yang saat itu aku berakhir dengan mabuk berat. Bahkan pesan darinya membanjiri ponselku, lebih banyak daripada pesan masuk dari Midori.

Pada awalnya aku berusaha mengabaikan. Persiapan tampil di acara award akhir tahun semakin ketat dan menyita banyak waktu. Beruntungnya aku, dengan alasan itu aku cukup bisa berdalih untuk menghindarinya.

Namun, semakin menghindar, aku semakin kepikiran padanya. Aku benar-benar merasa menjadi pria brengsek. Akhirnya, malam ini aku menyetujui untuk bertemu dengannya sehabis latihan Seventeen selesai.

"Young-ie!"

Aku menoleh. Dari sekian banyak orang, aku yakin hanya dia yang akan memanggilku dengan sebutan itu. Kulihat seorang gadis dengan setelan kemeja kantor dan celana panjang berwarna abu-abu tampak berdiri tidak jauh dari pintu restoran. Aku berjalan menghampirinya.

"Kita bicara di dalam saja," kataku sebelum Somi kembali buka suara. Gadis ini mengangguk patuh dan mengikuti langkahku masuk ke dalam restoran.

Aku mengucapkan reservasi atas namaku pada seorang pelayan dan diantar menuju tempat tertutup di lantai atas. Ya, aku sengaja pergi ke restoran masakan China favorit Jun yang menyediakan bilik makan tertutup untuk tiap mejanya. Jadi kami dapat bicara dengan lebih leluasa tanpa perlu takut dicuri dengar oleh orang lain.

Setelah selesai memilih makanan dan minuman, aku mengembalikan buku pada para pelayan. Wah, saking cueknya bahkan aku tidak bertanya pendapat pada Somi dan langsung menyebutkan apa saja pesanan kami. Tapi, gadis itu masih suka dengan jus semangka, kan? Aku tadi langsung memesankannya saja.

"Ternyata kau masih ingat dengan minuman kesukaanku," ucapnya senang. Somi tersenyum manis.

Ugh, jangan tunjukkan senyuman itu padaku. Bisa-bisa aku sakit kepala lagi karena Somi dan Midori makin terlihat mirip.

"Ingatanku sangat bagus," kilahku dingin.

Somi mengangguk. "Aku senang kau menghubungiku duluan dan mengajak bertemu. Jujur saja, pertemuan kita kemarin sangat aneh. Sepertinya kau sedang ada masalah hingga terus minum walaupun sudah tidak kuat."

Pikiranku kembali melayang pada peristiwa satu minggu lalu. Ugh, sungguh memalukan. Rasanya aku ingin menghilang saja dari muka bumi.

"Ya, aku punya beberapa masalah dengan pekerjaan," jawabku bohong. Tidak mungkin kan aku menjawabnya bahwa sang sumber masalah adalah dirinya? Seorang Ahn Somi yang menghubungiku setelah menghilang selama bertahun-tahun?

"Aku mengerti," jawabnya. Ya ampun, bahkan sikap dewasa Somi dan Midori saja serupa! Aku makin tidak bisa menahan diri.

"Ahn Somi," panggilku. Tidak bisa terus begini, aku harus segera jujur memberitahu bahwa aku sudah punya pacar. Aku tidak boleh egois.

"Jangan kaku begitu," balas Somi sambil tertawa pelan. "Panggil saja Somi seperti biasa, atau... panggil aku Somsom. Kau ingat kan, panggilan sayang di antara kita? Somsom dan Young-ie."

Aku terpana melihat tawa lepas yang dikeluarkan Somi. Gadis di hadapanku ini tidak berubah. Masih seorang Somsom yang aku kenal dulu. Periang dan hangat.

"Jadi, apa yang mau kau katakan, Young-ie? Somsom siap mendengarkan."

Somi baru saja mengeluarkan jurus aegyo-nya padaku? Aku menutup wajah dengan sebelah telapak tangan dan menunduk. Kali ini aku tidak bisa tidak tersenyum. Sudah lama aku tidak mendengarnya bicara seperti itu. Jujur, aku rindu. Dan caranya berinteraksi masih saja mampu membuat jantungku berdegup kencang.

"Akhirnya kau tersenyum!" seru Somi. Ia bertepuk tangan kecil sambil kemudian menumpukan dagunya pada sebelah tangan di atas meja. Ia menatapku lekat dengan kedua mata hangatnya. "Kau tampak sangat dingin padaku. Untunglah. Sepertinya hal itu tidak benar dan hanya perasaanku saja. Kau pasti sedikit kaget dan canggung karena kita baru bertemu kembali."

Okay, fix. Sepertinya aku akan kembali egois malam ini.

---

Tanaka Midori

Aku bersenandung senang dengan kedua tangan di dalam saku long coat yang aku kenakan. Playlist Seventeen mengalir merdu dari earphone. Perasaanku selama seharian ini cukup baik hanya karena mendengar suara Soonyoung saat bernyanyi.

Yup, selain dancer yang handal, kekasihku itu cukup pandai dalam bernyanyi. Suaranya bisa terdengar manis dan powerful saat membawakan lagunya. Di beberapa kesempatan, ia terlihat garang namun tetap lucu. The duality of Kwon Soonyoung.

Aku tertawa sendiri membayangkannya. Entah, aku bahkan tidak peduli diberikan tatapan aneh oleh orang yang melihatku. Mungkin ini yang dinamakan buta oleh cinta?

Masih pukul delapan malam. Hari ini aku sengaja pulang lebih cepat dari hari biasa. Kelas malam hari ini ditiadakan. Jadi aku bisa berberes lebih cepat.

Aku sengaja menikmati jalanan di malam hari dengan santai. Suasana menjelang natal memang menyenangkan. Terlihat ramai dari biasanya. Aku terpaku di depan sebuah etalase toko perhiasan. Seketika aku jadi ingin membelikan Soonyoung kado natal. Selama ini selalu dia lah yang memberikanku segala macam barang.

"Selamat datang!"

Aku tersenyum membalas sapaan seorang petugas toko. Pandanganku terarah pada rak pajangan yang menampilkan berbagai macam jenis dan model terbaru perhiasan. Semua tampak gemerlap dan indah. Aku jadi bingung memilih.

"Ada yang bisa saya bantu?" Pelayan wanita yang tadi menyapaku kini turut membantu.

"Saya cari perhiasan untuk pria," ucapku.

"Untuk kekasih?" tanyanya lagi. Aku hanya tersenyum sebagai balasan. "Kami juga memproduksi berbagai macam perhiasan couple. Mau coba lihat?"

Aku mengikuti sang pelayan berjalan ke arah sebuah etalase di bagian kanan toko. Barang couple. Hm, aku bahkan tidak kepikiran sampai sejauh itu.

"Ini ada cincin pasangan model minimalist. Cocok untuk Anda."

Aku melihat barangnya. Bagus sih, tapi Soonyoung tidak mungkin pakai cincin, kan? Apalagi Seventeen punya cincin sakral mereka sendiri. Lagipula aku tidak tahu ukuran jari Soonyoung.

"Ehm, ada benda selain cincin?" tanyaku.

Pelayan itu kemudian mengeluarkan kotak besar. Begitu terbuka, aku terpana. Sepasang gelang berwarna silver tertata rapi di dalamnya. Modelnya yang kokoh namun sederhana cocok untukku dan Soonyoung.

"Boleh dicoba dulu," ucap sang pelayan sambil menyerahkan gelang versi cewek, yang ukurannya lebih kecil, padaku.

Aku menerimanya. Dengan hati-hati kupakai benda ini di pergelangan tangan. Manisnya. Pandanganku beralih pada satu benda lainnya di dalam kotak. Semoga saja Soonyoung suka.

Kulihat price tag yang terpasang di kotak. Hmm, yah lumayan sih. Tapi sekali-kali tidak masalah kan mengeluarkan uang lebih banyak untuk kekasih? Ini salah satu pembelajaran yang baru bagiku.

"Kalau gitu, saya ambil yang ini saja," ucapku mantap sambil mengembalikan gelang ke tempatnya semula.

"Pembayaran pakai kartu atau cash?" tanya sang pelayan tanpa mengurangi kadar keramahannya.

"Kartu saja," ucapku.

"Baik. Akan saya urus dulu."

Sambil menunggu, aku mengeluarkan ponsel dari tas. Entah mengapa aku jadi kangen dengan Soonyoung karena terus memikirkannya selama membeli hadiah ini. Aku jadi ingin menghubunginya.

Aku melihat notifikasi pesan masuk dari Soonyoung yang belum terbaca.

"Seventeen akan menjadi boygroup terakhir yang tampil, sebagai penutup acara. Doakan agar aku tidak mengacaukan penampilan kami ya." Isi pesannya diakhiri oleh emoticon menangis.

Lucu sekali sih, big baby. Aku jadi ingin segera pulang dan menyaksikan penampilannya secara live menggunakan koneksi internet.

[SVT FF Series] Teach Me How to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang