Dinner

119 10 0
                                    

Tanaka Midori

Aku meringis kaku. Bingung dengan situasi yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi.

Saat ini aku sedang berada di restoran daging bersama dengan keluarga Soonyoung. Sore tadi, Soonyoung membangunkanku yang tertidur di kursi dengan bersandar pada bahunya. Ia mengatakan padaku bahwa ayah Jihee mengajak kami untuk makan malam bersama. Dan disinilah kami sekarang. Berada dalam satu meja besar yang menampung tujuh orang kelaparan.

"Setelah sekian lama, kami baru dapat bertemu ya, Tanaka-san," kakak Soonyoung menyapaku dengan ramah.

Aku membalasnya dengan tak kalah sopan. "Panggil, Midori saja tidak masalah, Kak."

Kak Minkyung berseru senang. Ia memeluk bahuku dengan akrab. "Kau manis sekali, Midori. Dulu kau pasti merasa kesusahan karena harus merawat adikku, ya? Maaf ya, dia memang menyusahkan."

"Hentikan, Kak," sela Soonyoung. "Lihatlah, dia tampak tidak nyaman."

"Kau tidak nyaman, Midori?" tanya Kak Minkyung padaku. Aku menggeleng kuat-kuat menjawab pertanyaannya. "Kalau begitu, aku akan menganggapmu sebagai adikku."

Aku tersenyum kaku. Dulu, aku pernah bertemu dengan ibu Soonyoung. Tapi aku tidak menyangka bahwa kakak Soonyoung jauh lebih ramai daripada beliau.

"Ibu aku lapar," rengek si putra kedua.

"Tunggu sebentar ya, Youngho," Kak Minkyung yang tadi bersikap imut langsung berubah menjadi mode ibu-ibu. Ia mengambilkan daun selada dan meletakkannya di depan sang putra. "Kau bisa makan ini dulu. Sebentar lagi dagingnya akan datang. Kau ingat slogan ibu?"

Youngho mengangguk. "Makanan akan terasa lebih enak jika kita mampu menunggu dengan sabar."

"Good boy," puji Kak Minkyung.

Aku terperangah. Anak berumur lima tahun bisa lancar mengucapkan kata-kata itu. Lebih hebatnya lagi, Youngho kini berhenti merengek dan memakan daun selada sedikit demi sedikit.

"Kau tahu dia bicara apa?" bisik Soonyoung yang kini sudah tukar kursi menjadi duduk di sebelahku.

Aku mengangguk kecil. "Kurang lebih aku tahu apa yang dikatakannya," aku menoleh ke arah Soonyoung. "Kenapa kau bertanya?"

Soonyoung mengangkat kedua bahunya tampak tidak peduli. "Hanya bertanya. Kudengar dari Jihoon kau sedang belajar bahasa Korea."

Ugh, Jihoon si besar mulut. Aku meringis seperti tertangkap basah. "Aku memang ambil kursus bahasa Korea selama satu tahun ini. Banyak murid di tempat kerjaku yang berasal dari Seoul," kilahku.

"Ah geureokuna," timpalnya jahil. Ia memberikanku kedipan mata secara tiba-tiba.

Apaan sih, Kwon Soonyoung. Rutukku dalam hati.

"Kalau begitu," lanjutnya lagi, masih tetap berbisik. "Tolong ingat kata-kata Young-ho tadi."

"Hei, kalian bisik-bisik apa sih? Tolong jangan perlihatkan kemesraan kalian dihadapan anak-anakku," protes Kak Minkyung.

Aku otomatis menjauh dari Soonyoung. Si adik malah tertawa menang. Ia balik mengatai sang kakak. Kakak-beradik yang aneh.

--

"Noona, aku juga mau disuapi," pinta Youngho padaku saat melihat aku membuatkan ssam untuk kakaknya.

"Ya, kenapa kau menolak ssam yang aku buatkan?" protes Soonyoung ketika Youngho lebih memilih makan gulungan daging dalam daun selada buatanku.

"Lebih enak ssam buatan Midori Noona daripada oesamchon," balas Youngho. Aku hanya tertawa mendengar perdebatan mereka.

Soonyoung meringis gemas mendengar jawaban keponakannya. Akhirnya ia memilih menyuapi Jihee, yang otomatis menerima semua makanan yang diberikan padanya, tidak memandang sang pemberi.

[SVT FF Series] Teach Me How to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang