First Obstacle

138 12 0
                                    

Tanaka Midori

"Hai! Aku baru saja selesai syuting. Bagaimana dengan harimu?"

Aku tersenyum membaca notifikasi pesan masuk di layar ponsel yang menampakkan nama Soonyoung diatasnya. Sebenarnya aku belum membuka chat darinya, aku hanya membaca dari pemberitahuan pesan masuk. Namun, hanya dengan pertanyaan sederhana seperti itu aku sudah merasa lebih tenang.

Aneh bukan? Dulu aku merasa terganggu dengan obrolan pria itu. Sekarang malah aku selalu menunggu kabar darinya.

"Udon tempura satu, chikara soba satu, untuk meja nomor empat."

Belum sempat jariku bergerak membalas pesan Soonyoung, suara teriakan ibu terdengar. Mau tak mau aku harus mengantar masakan yang sudah jadi ke meja pelanggan. Jam makan malam belum berakhir, maka dari itu aku tidak punya banyak waktu untuk bersantai.

"Baik," balasku. Aku tidak ingin membuat ibu naik darah dengan memerintah dua kali.

---

Jam di dinding menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Aku yang baru selesai membersihkan restoran memilih berbaring di atas ranjang. Badanku pegal. Seharian penuh aku bekerja, hanya dapat waktu sebentar saat makan malam. Aku jadi ingin pergi ke pemandian air panas untuk merilekskan tubuh.

Tiba-tiba aku teringat dengan pesan Soonyoung yang belum sempat kulihat tadi. Ah, sudah lewat dua jam. Apa pria itu masih terjaga? Aku menimbang-nimbang. Kalau kubalas sekarang, aku takut akan mengganggunya. Namun jika tidak kubalas, aku khawatir Soonyoung merasa diabaikan.

Ah sudahlah. Aku terlalu banyak berpikir hal yang tidak penting.

"Hari yang sibuk dan melelahkan. Kau juga banyak istirahat. Syuting kan cukup menguras tenaga."

Setelah mengirim pesan balasan, aku kembali berbaring. Kunyalakan pendingin ruangan dengan suhu 16 derajat celcius. Tanganku meraih hoodie dan memakainya. Setelah itu, aku meringkuk di bawah bed cover. Siap untuk tidur.

Seketika pintu kamarku menjeblak terbuka. Aku menoleh. Ternyata Takuo pelakunya.

"Kau mau apa?" tanyaku malas. Bisa-bisanya anak itu belum terlelap walaupun sudah tengah malam.

Dia tidak menjawab. Dengan menyebalkannya ia malah mengamati seluruh isi kamarku.

"Kakak sedang putus cinta? Suasana kamar ini sangat suram," komentarnya.

Aku mencebikkan bibir. Tanpa berniat membalas ucapannya, aku berbaring membelakangi dirinya. Lebih baik aku tidur dan menyimpan tenaga untuk bekerja besok.

"Kak, aku pinjam ponsel ya. Kuota internet-ku habis," ucapnya lagi.

"Sudah malam, tidurlah," balasku dengan bergumam. Aku bahkan enggan membuka kedua kelopak mataku yang sudah memberat.

"Ayolah, Kak," ucap Takuo memohon. "Aku sedang belajar dan butuh mencari materi. Kakak harus mendukungku agar bisa masuk universitas di Tokyo, kan?"

Ugh, kalau sudah membalas masalah sekolah aku tidak bisa mengelak lagi. Bagi keluargaku pendidikan selalu berada di urutan pertama. Aku bekerja sekeras ini pun demi sekolah adik-adikku.

"Kembalikan ponselku dalam keadaan baterai penuh," ucapku akhirnya mengizinkan.

Takuo langsung menyambar benda tipis yang disebut smartphone itu dari atas meja. Ia bergegas keluar kamar. Tidak sampai lima detik, pintu kamarku kembali terbuka.

"Kalau mau tidur seperti itu, lebih baik matikan saja pendinginnya. Buang listrik."

Blam!

Tidak bisakah ia diam saja dan tidak mengomentari hidupku. Bahkan Takuo tidak pernah bersikap manis seperti mengucapkan selamat malam atau selamat tidur. Dasar adik tidak tahu diuntung.

---

Kwon Soonyoung

Aku terbangun karena haus. Aku baru sadar bahwa tadi aku tidur bahkan tidak berganti pakaian dulu. Pad coat dan celana jeans masih melekat, pakaian yang sama dengan yang aku kenakan saat pulang syuting tadi.

Karena terlalu lelah, aku tertidur saat perjalanan kembali ke dorm Seventeen. Jika sudah lelah aku memang butuh banyak tidur. Sepertinya begitu turun dari mobil, aku langsung masuk ke kamar dan melemparkan diri ke atas kasur.

Dengan mata terpejam, aku mengulet kecil di atas kasur. Begitu membuka mata, aku langsung menangkap bayangan angka yang tertera di jam weker digital. Ah, masih pukul satu dini hari. Aku bergerak ke lemari baju dan mengambil kaos serta celana santai. Gerah, aku ingin mandi.

Sudah tengah malam begini, aku tidak berani berada di kamar mandi berlama-lama. Apalagi suasana asrama sangat sepi. Entah mengapa Wonwoo maupun Seungcheol hyung yang biasanya terjaga sampai subuh untuk bermain game pun malam ini sudah terkapar di kasur masing-masing. Katakanlah aku memang penakut.

Sambil mengeringkan rambut, aku berjalan menuju dapur dan meraih sebotol air mineral dingin dari dalam kulkas. Seketika aku teringat dengan ponselku yang entah kusimpan dimana. Aku bergegas ke kamar dan mencari benda itu di seluruh permukaan kasur dan atas meja. Nihil. Seketika aku ingat. Ponselku masih berada di dalam saku coat.

Setelah ponsel berada di tangan, aku kembali duduk di atas kasur dengan botol minum di tangan kanan. Aku menekan tombol power dan memasukkan password. Ternyata ada satu pesan masuk dari Midori! Bahkan aku lupa bahwa sedang menunggu balasan pesan dari gadis itu saking lelahnya.

"Hari yang sibuk dan melelahkan. Kau juga banyak istirahat. Syuting kan cukup menguras tenaga."

Aku mengulum senyum membaca pesan singkat yang sarat akan perhatian itu. Okay, mungkin aku berlebihan jika menganggap semakin hari, Midori makin menunjukkan kedekatan dan kenyamanan denganku. Aku kan belum bertemu langsung lagi dengannya, jadi aku belum bisa memutuskan sudah sejauh mana hubungan ini berkembang.

"Kau juga. Jaga dirimu baik-baik disana." Kirim.

Aku meletakkan ponsel diatas meja. Dini hari begini, pasti Midori sudah tidur. Aku tidak mengharapkan mendapat balasan pesan saat itu juga.

Ting!

Dahiku berkernyit ketika ponselku berdering nyaring menandakan ada pesan masuk. Kulihat id yang perpampang di layar pemberitahuan. Midori! Apa gadis itu belum tidur dan menunggu pesan dariku? Hilangkan pikiran bodohmu itu, Soonyoung!

"Siapa kau? Apa kau yang membuat kakakku bertingkah muram seperti orang putus cinta begitu?"

Bukan. Ini bukan Midori. Tunggu, orang ini bilang 'kakakku'. Jangan-jangan yang membalas pesannya barusan adalah salah satu adik Midori?

Jantungku berdegup kencang. Aku tidak tahu sama sekali tentang keluarganya, kecuali fakta bahwa Midori adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ketiga adiknya laki-laki dan memiliki perbedaan umur yang cukup jauh. Hanya itu. Pikiranku melompat ke masalah lain. Ugh, aku belum siap untuk bertemu dengan keluarganya. Aku tidak berani untuk berinteraksi dengan adik-adiknya.

Baru saja aku akan mengetik balasan pesan, tiba-tiba ponselku kembali berdering. Kali ini panggilan telepon. Matilah aku.

Aku berjalan mondar-mandir di sebelah kasur. Jika bicara secara langsung, bahasa Jepangku pasti akan terdengar sangat kacau. Yah, semoga saja pelajaran yang diberikan Junseo hyung selama ini memberikan efek baik. Aku harus meluruskan kesalahpahaman ini sesegera mungkin karena sepertinya adik Midori yang satu ini cukup protektif pada kakaknya.

Aku berdeham kecil sebelum menggeser tombol hijau pada layar. Tuhan, tolonglah aku. Semoga aku tidak meninggalkan kesan buruk pada 'perjumpaan pertama' ini.

"Halo," sapaku. Suara yang keluar dari kerongkongan terdengar seperti cicitan tikus. Aku melirik kasur Hansol. Tak ingin membuat teman sekamarku itu terbangun, aku memilih untuk menerima telepon di ruang tengah yang kosong.

"Kau kekasih kakakku?" tembak orang dari seberang sana. "Namamu... Soonyoung? Nama macam apa itu?"

Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan debaran hati karena gugup dan menetralkan emosi yang mulai naik karena mendengar nada arogan dari caranya berbicara. Sabar sabar, ucapku dalam hati pada diri sendiri. Ini hanyalah salah satu batu penghalang di awal. Aku harus bisa menyelesaikannya agar dapat lanjut ke tahap selanjutnya.

[SVT FF Series] Teach Me How to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang