Love Letter

105 9 2
                                    

Kwon Soonyoung

Akhirnya dokter sudah memperbolehkan aku pulang setelah lima hari tertahan di rumah sakit. Kulihat ibu memasukkan barang-barangku ke dalam tas. Kuedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Rasanya sangat aneh berada di ruangan ini dalam keadaan sepi. Biasanya ibu tidak akan berhenti bicara jika ada Midori dan gadis itu akan menimpalinya dengan raut wajah bingung.

Aku menghela napas panjang. Kemarin Midori pergi begitu saja dari sini, tanpa persetujuanku. Hingga saat ini, aku belum menerima kabarnya lagi. Kalau tidak salah, pesawatnya akan terbang pukul sepuluh pagi. Mungkin saat ini Midori sedang berada di atas awan.

"Oh iya, Ibu sampai lupa menyerahkan ini untukmu," ibu menghampiriku yang masih duduk di atas kasur dan menyerahkan satu buah goodie bag ukuran sedang.

"Ini apa, Bu?" tanyaku heran sambil mengintip isinya sekilas.

"Titipan dari Midori," sahut ibu sambil kembali beberes. "Tengah malam tadi ia datang lagi kesini dan menitipkan tas itu untukmu. Sayang sekali ia pergi dengan penerbangan pagi. Midori jadi tidak bisa kemari untuk menemuimu dulu."

Aku merasa bersalah. Gadis itu pasti sengaja datang setelah memastikan aku sudah tidur. Midori menghindariku.

"Midori gadis yang baik. Ibu setuju kalau kau mau melamarnya," ucap Ibu asal.

"Ibu," seruku kaget. Aku kemudian berdeham. "Jangan bicara yang aneh-aneh. Hubungan kami belum sejauh itu."

Ibu tertawa kecil. Wanita paruh baya itu menghentikan kegiatan melipat bajunya dan menatapku dengan pandangan penuh kasih sayang. "Ibu suka sekali dengan Midori. Sejak pertama kali bertemu, gadis itu sopan dan penuh kasih sayang. Ibu terharu mengetahui bahwa ada orang lain yang memiliki perasaan sebesar itu padamu. Jangan disia-siakan ya."

Aku mengernyitkan dahi. Kalau Midori benar sayang padaku, kenapa ia pergi begitu saja?

"Darimana ibu tahu kalau Midori sangat menyayangiku?"

Ibu menatapku dengan pandangan aneh. Aku merasa bahwa ibu seperti sedang melihat ayam beranak. Absurd bin aneh.

"Siapapun yang melihatnya bisa tahu kalau Midori sangat menyayangimu," sahut ibu cepat. "Gadis itu selalu berada di sisimu sejak kau dirawat di IGD. Bahkan kata Hyesung, Midori lupa caranya menangis ketika ia sangat khawatir melihatmu jatuh dan tak sadarkan diri. Gadis itu menggenggam tanganmu erat-erat ketika kau tak kunjung membuka mata, seperti takut bahwa kau akan pergi meninggalkannya. Bahkan ketika kau tidur, ia akan setia berada di sisi tempat tidurmu. Takut kau akan bangun dan membutuhkan bantuannya."

Mendengar penuturan ibu, hatiku pecah berkeping-keping. Midori sangat khawatir padaku? Bahkan dari deskripsi ibu, aku bisa membayangkan bagaimana hancurnya gadis itu ketika melihatku kecelakaan. Selama ini Midori selalu menunjukkan sisi kuatnya di depanku. Aku sampai tidak sadar bahwa ia tipe wanita kuat yang mampu menyembunyikan perasaannya dengan rapi.

Tanpa menunggu lama, aku membuka isi tas pemberian Midori. Aku mengeluarkan kotak pertama yang terbungkus kertas kado bergambar mobil. Aku tersenyum geli, imut sekali.

Aku merobek kertas pembungkusnya dan menemukan kotak pembungkus setinggi dua puluh sentimeter. Aku membukanya hati-hati. Wah, action figure Yugi-Oh setinggi delapan belas sentimeter membuatku terpukau. Apalagi terpampang tulisan limited edition di karton pembungkusnya. Secarik kertas menarik perhatianku. Aku mengambil dan membaca untaian kata yang tertera.

Ternyata ini hadiah dari Masuo. Bocah itu mengatakan kangen padaku dan menanyakan kapan aku akan datang kembali. Aku tertawa kecil. Ah, aku jadi kangen juga pada Masuo.

"Kok ketawa sendiri?" tanya ibu bingung.

Aku menunjukkan hadiah yang kuterima dari adik terakhir Midori pada ibu. "Hadiah dari adik Midori."

"Wah, kalian sudah sangat dekat ya?" aku hanya tersenyum membalas ucapan ibu.

Aku kembali memasukkan action figure itu kedalam kotak pembungkusnya. Dengan hati-hati aku meletakkannya di atas meja.

Kini perhatianku beralih pada tas kertas ukuran sedang dengan logo suatu brand perhiasan tercetak di depannya. Dengan hati-hati aku mengeluarkan kotak beludru biru gelap dan meletakkanya di atas meja. Aku membuka penutupnya perlahan, takut isinya akan jatuh.

"Woah," seruku takjub.

Gelang silver dengan model minimalis. Sesuai dengan seleraku. Aku mengeluarkannya dari kotak dan mengenakannya di pergelangan tangan kiri. Aku memandangi benda berkilau ini dengan mulut terbuka lebar. Indah sekali.

Aku kembali melihat ke dalam kemasan. Kalau dari sepengetahuanku, seharusnya ada dua gelang yang berada di dalam kotak ini. Aku membolak-baliknya dan tidak menemukan perhiasan lainnya. Aku kembali menilik ke dalam tas kertas dan menemukan secarik kertas.

"Selamat tahun baru, Kwon Soonyoung!"

Aku tersenyum getir membaca kalimat pertama yang tertera di baris paling atas surat. Membayangkan Midori mengucapkan kalimat itu dengan nada cerianya. Aku melanjutkan membaca surat buatan gadis itu.

"Semoga kau suka dengan hadiah pertama dariku. Maaf kalau tidak terlalu bagus, aku bingung memilih hadiah yang tepat untukmu. Seperti yang kau tahu, ini pengalaman pertamaku belanja hadiah untuk kekasih. Semua yang kulakukan untukmu, adalah yang pertama kali bagiku. Jadi mohon maklum kalau tidak sesuai dengan ekspektasi."

"Pada awalnya aku ditunjukkan oleh pelayan dua buah cincin untuk pasangan. Tapi aku langsung menolaknya. Aku ingin kau yang memberikanku sebuah cincin manis. Ekhem, jika kita sudah siap untuk melangkah lebih maju maksudku, hehe. Jangan merasa tertekan ya Oppa."

"Aku tidak pandai menulis surat. Perasaanku saat menulis ini sangat senang, bisa-bisa jantungku meledak saking senangnya jika menulis lebih panjang lagi. Ah ya, aku belum mengucapkan harapan untukmu dan untuk kita. Untukmu, semoga kau selalu bahagia dan dilancarkan pekerjaannya. Untuk kita, semoga kita bisa saling bantu dan berjalan bersama dalam jangka waktu lama. Maaf karena tidak bisa merangkai kata-kata bagus dan tidak bisa bersikap manis layaknya tokoh protagonis wanita di dalam drama. Tapi kau tahu bagaimana perasaanku padamu kan? I love you, Kwon Soonyoung."

Aku terisak. Kulipat kembali surat pemberian Midori. Aku tidak sanggup membacanya ulang untuk saat ini. Perasaan bersalahku terasa makin menggunung.

"Soonyoung-ah, kau menangis?" tanya Ibu panik sambil bergegas menghampiriku. "Mana yang sakit?"

Aku menggeleng keras. Air mataku terus turun. Aku tidak peduli bagaimana jeleknya wajahku saat ini, aku hanya memikirkan betapa tulusnya perasaan Midori saat menulis surat untukku. Aku benar-benar bejat.

"Kau butuh untuk dipanggilkan dokter?" tanya Ibu saat aku tak kunjung bersuara.

Aku memeluk tubuh ibu. Isakanku pecah menjadi nangis besar. Aku tidak bisa bicara saat ini, pikiranku penuh.

Midori sangat menyayangiku. Namun ia memilih pergi. Aku yang membuatnya pergi.

[SVT FF Series] Teach Me How to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang