Good Bye

129 11 1
                                    

Kwon Soonyoung

Brengsek. Dasar brengsek, kau Kwon Soonyoung.

Apa yang harus aku lakukan? Hatiku ikut perih melihat betapa derasnya air mata Midori keluar. Gadis itu terisak keras. Ia menahan tangisnya agar berhenti. Namun usahanya gagal. Akhirnya ia menyerah. Midori membiarkan air mata beserta perasaannya keluar semua dalam satu waktu.

Aku memandanginya dari samping. Ugh, aku yang membuatnya menangis seperti ini. Ingin sekali aku meredakan rasa sakitnya. Namun gadis itu menolakku.

Hampir satu jam lamanya, Midori terisak tanpa henti. Satu jam yang mampu mencabik-cabik perasaanku. Aku merasa tidak pantas karena pernah mendapat perhatian dan perasaan tulusnya.

"Maaf," ucap Midori dengan suara seraknya. "Aku tidak bisa menahan diri."

Aku menggeleng pelan. "Kau tidak perlu menahan diri jika bersamaku."

Gadis itu kembali menjadi gadis yang tegar. Ia menyeka jejak-jejak air matanya dengan telapak tangan. Midori menoleh ke arahku. Ia kemudian tertawa kecil. Entah apa yang ditertawakannya.

"Aku pasti terlihat sangat lucu ya? Mataku bengkak, hidungku merah," ucapnya sambil tertawa.

"Wajahku lebih jelek lagi kok kalau sedang menangis," ucapku menenangkannya.

Midori tersenyum padaku, senyum miring, senyum mengejeknya. "Ya, kau memang sangat jelek."

Andaikan dia tidak habis menangis karena perbuatanku. Andaikan timing-nya pas. Aku pasti sangat merindukan kalimat ejekannya itu.

"Kwon Soonyoung," panggil Midori setelah lebih tenang. "Terimakasih."

Aku menggeleng keras. "Tidak, tidak. Harusnya aku yang berterimakasih padamu."

Midori tersenyum manis. Ia kembali menyeka wajahnya. "Sudah hampir satu tahun aku mengenalmu. Kehadiranmu dihidupku membawa banyak perubahan padaku. Aku sangat berterimakasih karena kau mengajarkan banyak hal yang belum aku tahu."

Aku diam dan mendengarkan. Hatiku dag-dig-dug tidak karuan. Sepertinya percakapan ini tidak akan berakhir baik. Aku berusaha menguatkan diri.

"Aku senang jika pada akhirnya kau memilihku," Midori memberiku tatapan hangatnya. Ia tersenyum manis. "Karena itu berarti, perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan."

"Tapi," lanjut Midori cepat. "Kurasa jika kita tetap melanjutkan hubungan ini, akan sangat tidak bijaksana. Aku ingin masing-masing dari kita belajar lebih mengenal diri sendiri. Andaikan pada akhirnya kita tetap bersama, aku ingin kita tidak mengulangi kesalahan yang sama."

"Maka dari itu, Kwon Soonyoung," Midori meraih tangan kananku dari pangkuan. "Hiduplah dengan bahagia karena aku juga tetap memilih jalan hidupku. Aku memilih untuk melepasmu."

"Midori," ucapku lirih. "Aku... Aku minta maaf. Bisakah kau memberiku kesempatan kedua?" mohonku.

Midori mengangguk kecil, senyum manisnya tidak hilang dari wajah. Ia terlihat jauh lebih dewasa jika begini.

"Ini adalah kesempatan kedua yang kuberikan padamu. Aku memberimu waktu untuk lebih mencintai dirimu sendiri. Kalau saatnya sudah tepat, kembalilah padaku. Aku selalu disini," ucap Midori menguatkanku.

Oh Tuhan. Aku tidak mengerti dengan ucapan berbelit-belit wanita ini. Jadi ia menerimaku lagi atau tidak? Kalau dia menunggu, kenapa dia tidak mau aku kembali padanya langsung saat ini juga?

Air mataku menetes. Aku bingung. Aku takut Midori tidak akan kembali. Kalau menunggu saat yang tepat, kapan saat yang tepat itu akan tiba?

"Jadi, aku harus bagaimana?" bagai anak kecil, aku menangis merengek. Oh gosh, kenapa aku bisa bertingkah memalukan seperti ini.

Midori menepuk puncak kepalaku pelan. Ia benar-benar memperlakukanku seperti anak kecil.

"Jangan menangis, kita masih bisa bertemu. Hanya saja aku membatasi diri untuk tidak terlalu memperhatikanmu," ucap Midori pelan. "Ini saatnya aku untuk egois. Kalau kita kembali bersama saat ini juga, aku masih belum rela, Kwon Soonyoung. Aku masih sakit hati dengan perbuatanmu. Aku ingin menikmati hariku tanpa kehadiranmu. Aku berhak untuk bahagia."

Benar. Ucapannya seratus persen benar. Aku yang terlalu egois kalau memaksanya untuk menerimaku lagi.

Aku menarik napas panjang. Ya, mungkin ini memang yang terbaik. Aku akan berusaha memperbaiki diri dan kembali menunjukkan versi terbaruku pada Midori di kemudian hari.

---

Tanaka Midori

Soonyoung sudah pergi dari kediamanku sejak satu jam yang lalu. Aku kini meringkuk di balik selimut tebal dengan suhu pendingin ruangan enam belas derajat. Padahal diluar masih hujan salju. Memang seleraku saja yang aneh. Rasanya aku menjadi lebih tenang ketika udara dingin.

Begitu Soonyoung pulang, aku langsung mengirim uang pinjamannya yang dulu ia beri untuk membantu modal awalku membangun bisnis pada rekeningnya. Selain karena aku tidak ingin lama-lama berhutang, aku juga ingin memutus semua hubungan dengannya. Jadi tidak akan ada alasan lagi bagi kita berdua untuk saling berkomunikasi.

Aku bergerak membuka laci meja belajar. Kukeluarkan sebuah gelang berwarna silver dan mengamatinya lekat-lekat. Ini adalah hadiah pertama dan terakhirku untuk Soonyoung. Gelang couple yang bahkan belum sempat kami pakai bersama.

Tadi, aku melihatnya mengenakan gelang itu dibalik lengan sweater panjangnya. Hatiku sempat berdegup kencang karena tahu ia mengenakan barang pemberianku. Walaupun aku tidak tahu bagaimana impresinya terhadap gelang tersebut, aku cukup senang karena ia memakainya.

Tidak mudah untuk memilih jalan ini. Aku berkali-kali menguatkan diri untuk tidak meraih Soonyoung kedalam pelukan. Tadi saja pertahananku runtuh dan aku menangis heboh dihadapannya. Jangan sampai aku menurunkan harga diri dengan langsung menerimanya lagi.

Dibandingkan harga diri, lebih tepatnya jika aku menyebut rasa percayaku padanya yang sudah berkurang. Sebagai orang yang logis dan sangat loyal, pengkhianatan adalah kesalahan terfatal yang paling tidak bisa aku tolerir. Entah bagaimana Soonyoung mengartikan ucapan panjang lebar-ku tadi. Intinya, aku ingin ia belajar.

Andaikan kita berjodoh, hal itu tentu akan membuat hubungan kami menjadi lebih erat. Andaikan tidak, kuharap Soonyoung bisa mengambil banyak pelajaran dari hubungan kita ini. Aku mengharapkan kebaikan untuk semua pihak.

Aku menghela napas. Dengan ucapan tadi, resmi sudah kandasnya hubungan Midori-Soonyoung. Aku belum memikirkan alasan yang bagus untuk menjelaskannya pada keluargaku maupun pada Hyesung. Mereka pasti tidak menyangka aku dan Soonyoung benar-benar sudah putus.

Ah, hal itu tidak penting saat ini. Jalani saja. Toh, putus dengannya bukanlah sebuah dosa yang tak terampuni.

Sekarang aku hanya ingin bahagia. Aku ingin fokus pada kehidupanku saat ini. Aku tidak boleh egois untuk mengusahakan semuanya menjadi milikku, kan?

[SVT FF Series] Teach Me How to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang