1

191 61 60
                                    

"Kamu kapan, Dek, ngenalin pacar kamu?" Tanya Kala pada Luna. Yang ditanya hanya memutar bola matanya.

"Buat apa sih, Bang, pacaran? Bikin boros tau gak? Kalo serius ya langsung nikah!" Jawab Luna yang jengah dengan pertanyaan itu yang setiap hari selalu dilontarkan kakaknya itu.

"Emang kamu ada temen cowok?" Tanya Kala lagi untuk memastikan.

"Luna berangkat kerja dulu ya, Bang, Bu, Ta," akhirnya Luna memilih untuk menghindari pertanyaan kakaknya. Entahlah apa yang dipikirkan kakaknya itu. Sepenting apakah memiliki pacar atau teman cowok?

Dari dulu ia selalu beranggapan bahwa ia tidak akan sukses jika dia fokus pada dua hal. Yang terpenting untuk saat ini adalah keluarganya. Tekadnya membahagiakan ibunya begitu besar. Apalagi ayahnya yang selaku tulang punggung keluarga meninggal lima tahun yang lalu. Mau tak mau ia juga harus bekerja keras agar ia meringankan beban ibunya.

Ibunya hanya menggantungkan hidupnya pada toko rotinya itu. Sementara sang kakak hanya bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah swasta. Gajinya tak cukup untuk membiayai kebutuhan keluarganya. Dan akhirnya, Luna yang membantu kakaknya untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Jika ia fokus pada kekasihnya, mungkin ia akan lupa dengan kewajibannya pada keluarganya. Hal itu jelas tidak diinginkan oleh Luna.

Namun, kakak dan ibunya kerap kali menanyakan tentang kapan ia akan memiliki kekasih. Karena mereka telah menganggap usianya sudah matang. Luna tahu bahwa kakak dan ibunya khawatir jika ia akan kesulitan mendapatkan jodoh. Namun prinsip hidupnya selalu ditanamkan pada dirinya. Ia beranggapan bahwa ketika kita sukses kita akan mudah mendapatkan jodoh.

"Udah melamunnya?" Tanya Via menganggarkannya.

"Ngagetin aja lo, Vi,"

"Lagian, lo melamun kayak enak banget gitu, lagi mikirin apaan sih? Pacar?" Mendengar pertanyaan Via itu, Luna sontak menatap Via dengan tajam. Yang ditatap justru cengar-cengir seperti tak memiliki salah. Yah, beginilah kehidupan jika tidak memiliki kekasih pada usia yang sudah matang. Pasti banyak yang meledeknya.

"Kapan sih, Lun, lo punya pacar gitu? Kadang gue kasian sama lo, kesana kemari sendiri gak ada yang nemenin," ucap Via dramatis.

"Lo sama Bang Kala sama aja, Vi. Tiap hari itu mulu yang ditanyain ke gue. Emang salah gitu ya gue sendiri?"

"Pake nanya aja sih lo," jawab Via sembari menoyor kepala Luna. "Belajar tentang cinta cintaan sono!" Lanjut Via.

Ada apa dengan dunia ini? Seolah-olah menolak kehadiran seorang wanita yang sendiri di usia matangnya. Sebegitu menyedikannya kehidupannya? Luna terkadang bingung dengan orang lain. Mereka menganggap bahwa sendiri itu menyedihkan. Padahal menurut Luna sendiri, sendiri itu sangat menyenangkan. Ia bisa leluasa untuk pergi tanpa larangan. Tak mau pusing dengan ucapan Via tadi, Luna memilih untuk melanjutkan pekerjaannya.

Jangan lupa vote dan komen

La LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang