16

46 6 6
                                    

"Itu mbak, mas Agharna kecelakaan," ucap sosok wanita yang ada di seberang telepon. Sontak Luna menjatuhkan handphonenya ke lantai lantaran dia terkejut.

"K-kok bi-bisa mbak?'

"Motornya ditabrak mobil tadi mbak. Mas Agharna lagi pingsan. Saya gatau harus menghubungi siapa, makanya saya nelpon mbak Luna."

"S-saya akan kesana secepatnya, mbak," ucap Luna kemudian menutup panggilan tersebut. Ia pun langsung bergegas pergi. Keluarganya yang melihat Luna pun terheran-heran. Ada apa dengan Luna? Kenapa terlihat sangat cemas? Pertanyaan itu ada di benak keluarga Luna.

"Eh, Dek! Mau kemana kamu?" Cegah Kala saat melihat adiknya hendak keluar.

"Agha kecelakaan bang. Luna harus ke rumah sakit sekarang."

"Astaghfirullah! Abang anterin ya?"

"Gausah, Bang! Luna bisa sendiri. Lagipula Abang masih ada acara," tolak Luna.

"Gue anterin, Kak," putus Altair tiba-tiba. Luna pun hanya mengangguk.

Keduanya lantas pergi menuju rumah sakit tempat Agharna dirawat. Jujur saja, Luna merasa risau. Takut jika ada sesuatu dengan Agharna. Entah sejak kapan ia peduli pada Agharna.

"Cepetan dikit dong, Ta!"

"Ya elah kak, sabar! Gue gamau ada apa-apa sama kita. Tenang aja deh! Bang Agharna ga bakalan kenapa-kenapa kok," ucap Altair yang tengah menenangkan kakaknya.

Dua puluh menit, keduanya sampai di depan ruangan Agharna. Tampak Agharna yang sedang memejamkan matanya. Terdapat luka di wajahnya dan perban di lengannya. Dengan ragu, Luna melangkah menuju brankar. Mengelus rambut Agharna pelan.

Menerima perlakuan seperti itu, sang empunya pun membuka matanya. Melihat Luna yang wajahnya dipenuhi oleh kecemasan. Dia pun tersenyum tulus, berusaha menyakinkan gadis di depannya bahwa ia baik-baik saja.

"K-kamu udah sadar?" Tanya Luna yang terkejut saat melihat Agharna sadar. Yang ditanya hanya mengangguk seraya tersenyum.

"Mbaknya yang nelpon aku tadi mana?"

"Baru aja pulang," jawab Agharna dengan suara yang masih lemah.

"Kamu kok bisa gini sih, Gha?"

"Gatau tiba-tiba jatuh aja," jawab Agharna dengan enteng. Membuat Luna menjadi geregetan sendiri.

"Terus yang nabrak kamu mana?"

"Udah lah, aku gapapa kok," jawab Agharna sembari menggenggam tangan Luna untuk menyakinkan gadis tersebut.

"Ehm!" Dehaman keras mengacaukan suasana mereka. Ah iya, Luna baru ingat jika adiknya masih berdiri di belakangnya.

"Ada gue nih! Halo bang! Gimana? Udah enakan?" Tanya Altair yang menggeser posisi Luna tadi.

"Ah gue gapapa,"

"Tuh kan apa gue bilang! Bang Agharna ga bakal kenapa-kenapa. Lo sih ribut banget," ucap Altair pada kakaknya, Luna.

"Namanya juga khawatir, Ta!"

"Cie, udah kenal cinta-cintaan nih?" Goda Altair.

"Bacot lo ah! Udah sana pulang!"

"Lah lo mau naik apa pulangnya?"

"Cie khawatir sama kakaknya. Gue bisa naik ojol,"

"Yauda nih gue balik. Balik dulu bang!" Pamit Altair pada Agharna. Agharna mengiyakan dengan anggukan kepala.

Selanjutnya, Altair menghilang. Meninggalkan keduanya dengan keheningan. Luna sibuk dengan ponselnya. Sementara Agharna sibuk memandangi Luna.

"Lun, kenapa kamu ga bareng adikmu tadi?" Pertanyaan Agharna akhirnya menghentikan aktivitas Luna.

"Kalo aku pulang, kamu sama siapa?"

Kalo boleh jujur, Agharna ingin sekali mencubit pipi Luna. Merasa gemas saat mendengar jawaban Luna tadi.

"Ya kan aku bisa sendiri, lagian kalo aku pulang kamu di sini sama siapa? Ibumu kan masih di luar kota,"

"Kok kamu tahu, sih?" Tanya Agharna keheranan.

"Kamu sendiri, Gha, yang cerita,"

"Kok aku lupa, ya?" Tanya Agharna yang masih heran.

"Dasar pelupa!"

Lantas keheningan tercipta diantara mereka. Tak ada percakapan lagi setelahnya. Sampai keheningan itu buyar akibat dehaman keras Agharna.

"Lun!" Panggil Agharna. Luna yang sedang asyik bermain benda pipih kesayangannya itu lantas mendongak.

"Kenapa Gha?"

"Em aku mau ngomong tapi bingung,"

"Apa, Gha? Ngomong aja!"

"Sebenernya, aku suka kamu." Ya, ucapan Agharna sukses membuat Luna terkejut.

"Ha? Maksudnya?"

"Ya gitu, aku suka kamu Lun. Ga tau dari kapan,"

"Apa sih kamu, Gha. Suka ngelawak deh,"

"Engga ngelawak, Lun. Beneran ini,"

"Yauda iya aku percaya, deh." 

"Gausa pede tapi, aku ga mau nembak kamu."

"Yang ngarep kamu tembak siapa sih, Gha," ujar Luna. Sepertinya jantungnya akan meledak saat ini. Bagaimana tak berdebar jika pria tampan di depannya mengatakan bahwa menyukainya. Yang benar saja!

"Wajahmu yang bikin aku tahu, Lun." Ucap Agharna. Cepat-cepat Luna menutupi wajahnya. Hal itu tentu saja membuat pria di depannya ini gemas. Lantas Agharna mengusap pipinya. Bisa ditebak semerah apa pipinya saat ini.

"Aku pulang aja ya, Gha." Pamit Luna.

Saat bergegas pulang, tangannya dicekal oleh Agharna. "Di sini aja, temani aku," ucap Agharna. Sementara yang diperintah hanya menurut saja. Walaupun Luna tahu, jantungnya tak akan sehat lagi jika berlama-lama dengan Agharna.

Mohon maaf nih mungkin kelen-kelen lupa kalo cerita ini pernah ada.
Maapin aku ya gengs

Jangan lupa vote dan komen
Kalo vote nya banyak kan aku semangat:)

Salam aksara, ananda latifa

La LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang