15

50 11 5
                                    

"Lun!" Suara bariton tersebut mengagetkan Luna. Lantas ia mendongak ke asal suara. Tepat didepannya, Agharna berdiri dengan senyumannya. Jujur saja ia terpaku dengan senyuman itu.

Entah sejak kapan ia menghilangkan prinsip hidupnya yang tak ingin jatuh hati pada seorang pria. Ia sendiri pun terheran. Mungkin sang cupid telah menembakkan panah cinta padanya.

"Halo, Gha!"

"Aku telat banget ya?"

"Engga kok, Gha. Santai aja!" Ujar Luna berusaha menenangkan Agharna yang merasa tak enak hati.

"Nak, kok temennya ga di ajak makan? Ayo, Nak kita makan!" Ibu Luna yang melihat Agharna baru saja datang pun lantas menghampiri dan mengajak Luna serta Agharna untuk menikmati hidangan. 

"Yuk, Gha!" Ajak Luna seraya bangkit dari tempat duduknya. Yang diajak hanya mengangguk dan mengikuti langkah Luna.

Saat keduanya sampai di tempat makan, adik Luna yang biang gosip langsung mengambil kesempatan. Altair langsung berteriak di muka umum. Ya sekarang Luna tahu bahwa urat malu adiknya telah putus.

"WAH KAK LUNA BAWA PACAR NIH, AYO KITA SORAKIN!" Tentu saja semua mata tertuju pada Altair. Sontak Luna lari ke arah Altair dan mencubit pinggangnya sekeras mungkin.

"Aduh! Kok dicubit sih?!" Si empunya mengaduh kesakitan.

"Bacot amat sih lo!" ucap Luna setengah berbisik.

"Apa salah dedek?" Tanya Altair seraya mendramatisir keadaan. Ya tentu saja Luna merasa malu. Kenapa adiknya semenjijikan ini. Rasanya ingin menukarkan Altair dengan adik yang lain.

"Apa lo, liatin gue kek gitu!" Altair yang menyadari bahwa kakaknya menatapnya seperti jijik.

"Jijik banget sih, lo! Heran gue kenapa ibu bisa punya anak kek lo."

"Apaan! Orang gue ganteng gini. Ya kan, Bu?" Ujar Altair sembari meminta pembelaan kepada ibunya. Ibunya lantas mengiyakan.

"Iyain aja, Bu! Biar seneng tuh anak,"

"Sewot aja lo,"

Orang-orang yang mendengar perdebatan sepasang kakak beradik itu hanya tertawa. Begitu juga dengan Agharna. Lambat laun ia mulai terbiasa dengan perdebatan Luna dan Altair.

"Sudah! Jangan diteruskan lagi! Gak malu kalian sama Nak Agha?"Ibu Luna melerai mereka (lagi).

Akhirnya keduanya kembali sedia kala. Luna mengajak Agharna untuk mengambil makanan. Sedangkan Altair melanjutkan aktivitasnya yang sempat terpotong. Ya, apa lagi kalo bukan makan?

Satu jam berlalu hingga acara lamaran Kala selesai. Luna mengajak Agharna untuk menyalami abangnya dan calon kakak iparnya. Tak ada maksud lain. Ia hanya ingin mengenalkan kepada abangnya itu. Walaupun sebelumnya Agharna dan Kala telah bertemu walaupun hanya sebentar.

"Bang, ini Agharna. Temennya Tanaya yang waktu itu ketemu di toko." Kenalnya pada Kala.

"Oh jadi namanya Agharna. Salam kenal, Bro. Gak usah kaku kalo sama gue!" Ujar Kala sembari menyalami Agharna.

"Salam kenal, Bang!" Ucap Agharna dengan membalas jabatan tangan Kala.

"Kak Syir, ini Agharna. Gha, ini kak syira,"

"Salam kenal, Kak!"

"Eh salam kenal juga! Ini pacar kamu ya, Lun?"

"Bukan, Kak. Ini temen Luna," jawab Luna sedikit tergagap karena kaget.

"Ah yang bener? Ini pacarnya bukan sih, Yang?" Kini Asyira gantian bertanya pada Kala.

"Iya, mungkin,"

"Ah kalian tuh kemakan omongan Alta, udah tau Alta tukang bohong. Udah ah Luna sama Agha mau ke sana dulu," putus Luna selanjutnya.

Kemudian keduanya pergi ke tempat makanan. Tangan Luna tiba-tiba saja menggenggam tangan Agharna. Entah itu sadar atau tidak. Agharna pun juga tak merasa keberatan. Apa yang sebenarnya mereka berdua sembunyikan satu sama lain? Yang jelas tak ada yang tahu.

"Eh! Sorry, Gha. Aku ga sengaja tadi," dengan cepat Luna melepas genggamannya itu. Merasa tak enak hati pada Agharna. Bisa-bisanya dia menggenggam tangan Agharna dengan seenaknya.

"Ah, gapapa, Lun."

"Omongan Bang Kala sama Kak Asyira jangan dipikir ya, Gha!" Ucap Luna yang merasa tak enak hati dengan Agharna. Bisa-bisanya keluarganya mengecap Agharna sebagai pacarnya.

"Santai aja, Lun, aku tau kok." Jawab Agharna sembari tersenyum manis. Lantas ia menengok ke pergelangan tangannya. Ya, tujuannya untuk mengecek jam yang ada di pergelangan tangannya. Telah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Teringat bahwa ia memiliki janji dengan temannya, ia sesegera mungkin pamit ke Luna.

"Lun, aku ada janji nih sama temenku. Aku pulang dulu ya, gapapa kan?"

"Buru-buru banget, ya?"

"Iya nih, Lun," jawab Agharna. "Aku pulang dulu ya, Assalamualaikum." Lanjutnya.

"Waalaikumsalam, hati-hati, Gha!" Jawab Luna. Sementara Agharna menjawabnya dengan anggukan serta senyuman manis miliknya.

Terasa tak terima saat Agharna pamit pulang. Seperti hati kecilnya menginginkan dirinya untuk menahan Agharna. Namun, apalah dayanya. Toh juga Agharna memiliki urusan penting.

Langsung saja ia masuk kembali ke kakaknya dan calon kakak iparnya. Terlihat keluarganya sedang berkumpul di sana. Lantas Luna berjalan menuju kerumunan itu.

"Loh Agharna udah pulang, Lun?" Tanya Kala yang bingung saat tak melihat kehadiran Agharna. Luna hanya menjawab anggukan kecil.

"Kasian, jomblo." Ceplos Altair tiba-tiba.

"Emang dasarnya, mulut cabe lo!"

Tiba-tiba saja terdapat sebuah panggilan masuk ditelepon genggamnya. Panggilan masuk dari Agharna lebih tepatnya.

"Halo, Gha!" ucap Luna saat mengangkat panggilan tersebut.

"Selamat siang, mbak! Benarkah ini mbak Luna, ya?" Terkejut saat mendengar suara yang bukan suara Agharna. Ada apa dengan Agharna?

"Iya mbak, ada apa ya?"

"Itu mbak, mas Agharna..."

La LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang