4

90 57 37
                                    

"Nomer antrian 075!" Yang dipanggil pun datang dan menduduki kursi yang ada di depan Luna.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Saya mau buka rekening, Bu." Ujar pria tersebut.

"Baik, dengan Bapak siapa?"

"Agharna." Mendengar itu, Luna yang awalnya sedang mengisi formulir memberhentikan aktivitasnya itu dan langsung menatap pria yang ada di depannya. Yang ditatap justru kebingungan sendiri.

"Nama Bapak, Pak Agharna?" Tanya Luna untuk memastikan. Pria tersebut hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Jadi Bapak temennya Tanaya ya?"

"Kok Ibu tahu?"

"Saya sahabat Tanaya dari kecil, Pak. Dia sering ceritain temennya kesana."

"Kalau begitu jangan panggil saya pak ya, Mbak. Panggil saya Agha saja!" Ucap Agharna dengan senyumannya.

"Kalau begitu Bapak eh Agha panggil saya Luna saja, Ya!" Jawab Luna.

"Boleh lihat KTP nya?" Agharna yang mendengar pertanyaan itu langsung bingung. Ia berpikir untuk apa Luna meminjam KTP nya.

"Buat persyaratan buka rekening," paham dengan yang dipikirkan Agharna. Luna pun mengatakan itu. Agharna hanya manggut-manggut tanda ia paham.

Setelah itu Luna hilang. Ia memasukan syarat untuk membuka rekening. Di dalam, Via mengamati Luna sembari senyum-senyum sendiri.

"Ngapain lo ketawa?" Tanya Luna yang curiga dengan temannya itu.

"Depan lo cakep noh,"

"Inget pacar kali ya!"

"Buruan gih sikat!" Ucap Via sembari tertawa.

"Emang apaan dah, pake disikat segala?" Entahlah Via tak tahu lagi. Temannya itu memang polos atau bodoh dengan urusan cinta.

"Belajar urusan cinta lagi ya, Neng!" Lagi lagi dan lagi, Via memperingatkan dia untuk belajar urusan cinta. Memang sebegitu pentingnya cinta?

"Udah ah gue kedepan dulu," ucap Luna akhirnya karena lelah menanggapi temannya itu.

Sesampainya di depan, Luna duduk di depan Agharna sembari menyodorkan sebuah buku tabungan beserta kartunya. Agharna pun menerima sodoran Luna tersebut.

"Bisa dibuka setelah 24 jam ya, Ga."

"Oke, makasih ya. Saya pulang dulu, salam buat Tanaya!" Pamit Agharna.

"Oh iya. Hati-hati ya! Nanti saya salamin."

Athala yang ada di sebelah Luna pun mengejek Luna yang akhirnya mau berkenalan dengan cowok. Hal ini tentu saja merupakan kejadian langka yang sangat ditunggu-tunggu oleh teman dan keluarga Luna.

"Cie, bau baunya nanti bakal jadian nih,"

"Apaan sih, gue bukan abg-abg yang lagi kasmaran. Udah ga jaman sih cinta-cintaan."

"Iya deh gua doain yang terbaik,"

"Apasih, Tal? Orang guale sama Agharna temenan kok. Dia itu temennya sahabat gue, si Tanaya."

"Iya deh iya,"

Akhirnya keduanya pun kembali ke aktivitas masing-masing. Nasabah hari ini sangat banyak sehingga mereka tak ada waktu luang untuk banyak bergurau.

Pukul setengah sembilan, akhirnya Luna selesai dengan pekerjaan. Ia langsung membereskan barangnya dan bergegas untuk pulang. Saat menuju menyalakan motornya, tiba-tiba saja motornya itu tak mau dinyalakan. Maklumlah, motornya itu sudah menemaninya selama 3 tahun.

Lelah dengan motornya, ia akhirnya menghubungi adeknya untuk menjemputnya. Tak butuh waktu lama adeknya telah sampai di hadapannya.

"Motor lo kenapa?" Tanya Altair terheran.

"Mogok nih, gatau kenapa. Bentar ya gue mau bilang ke pak satpam dulu!" Ujar Luna dan langsung menuju ke pos satpam.

Selang beberapa menit, Luna kembali dan menaiki motor adeknya itu. Tak lupa ia memakai helm kesayangannya yang berwarna putih. Setelah itu keduanya bergegas menuju rumahnya.

Tak lama, keduanya sampai ke halaman rumah mereka. Mereka berdua turun dari motor Altair dan menuju ke kamar masing-masing.

Sesampainya di dalam kamar, Luna masuk ke kamar mandi dan membersihkan badannya. Setelah itu, ia menghempaskan tubuhnya ke kasur kesayangannya. Teringat dengan kejadian tadi siang, ia berniat menghubungi sahabatnya, si Tanaya.

Lunaxavier: oii

La LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang