04 | Kenangan

1.7K 187 414
                                    

Jangan sampai, hingga waktu perpisahan tiba.
Dan semua yang tersisa hanyalah air mata, hanya air mata.
Mungkin saja, cinta kan menghilang selamanya.
Dan yang tersisa hanyalah air mata, air mata cinta.

( Judika - Jikalau Kau Cinta )

****

Kenangan memang untuk dikenang, tetapi kenangan tak selamanya indah. Hanya waktu yang akan menunjukan kenangan mana yang patut untuk kita simpan.
~ Lovely Ayla Putri ~

****

"Jadi gue harus nunjukin kemampuan gue sekarang, Kak?" tanyaku menatap Kak Rigel dengan rasa penasaran, perasaanku tak tenang menunggu apa yang dikatakannya. Aku yakin, Kak Rigel mempunyai maksud terselubung dibalik permintaannya itu.

"Bukan sekarang, Love. Tunggu aja info selanjutnya," kata Kak Rigel dengan senyuman yang aku yakin penuh arti itu. Tersenyum licik. Aku tahu, dia sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjaiku. Tapi tenang, aku tidak sebodoh yang dia pikirkan.

"Kalau begitu, gue permisi, Kak," kataku meninggalkan ruangan itu.
Baru saja keluar, aku melihat Kak Jia seperti biasa sedang meledek seorang cowok yang memakai pakaian prakteknya, baju seorang chef. Senyumku terukir, sebuah ide terlintas di kepalaku. Aku menghampiri Kak Jia.

"Ekhem.... Kak Jia ngeledekin Kak Jaka mulu, deh. Nggak takut kena karma emang, Kak? Biasanya kalau habis ngeledekin lawan jenis nanti bisa jatuh cinta lho," godaku kepada Kak Jia, dia menoleh memandangku dengan muka ditekuk. Aku tahu, Kakak kelasku itu kesal dengan ucapanku.

"Jangan sok tahu, deh, bocah!. Lo tuh yang jangan suka ngerjain orang, nanti kalau ada yang berhasil ngerjain lo balik, gue syukurin. Mungkin aja, malah lo nanti jatuh cinta sama orang itu," kata Kak Jia, dia seperti menyumpahiku. Jujur aku kesal, tapi aku berusaha sok cool.

"Udah ah, kalau ngobrol sama Kakak tuh pasti nggak ada selesainya. Babay Kak Jia..." kataku melambaikan tangan kepada Kakak kelasku itu.

****

Pulang sekolah. Aku berjalan menuju Rio yang sudah berada di parkiran, aku seperti biasanya ingin mengajaknya pulang bersama. Namun entah kenapa, hari ini dia terlihat terburu-buru sampai dia tak menungguku.

"Kok Rio ninggalin gue, sih?" kataku cemberut melihat Rio sudah pergi menggunakan motornya.

Aku memutuskan untuk pulang sendiri. Aku harus bekerja di sebuah restoran cepat saji, hanya dengan itu aku bisa membantu memenuhi kebutuhan hidupku setelah Mama kecelakaan. Sekarang aku tak mungkin hanya berdiam diri, aku harus bisa mandiri.

Perjalanan dari sekolah menuju Love Pizza hanya memakan waktu lima belas menit, aku langsung bekerja. Aku tak mau menyia-nyiakan waktuku untuk hal yang tak berguna. Sebenarnya Kak Rio selalu menasehatiku untuk tidak bekerja, biar dia saja yang bekerja. Namun, aku tak tega melihat Kakakku satu-satunya berjuang sendirian.

Sore sudah berganti malam, air rintik-rintik turun dari langit malam. Mataku menerawang suasana luar restoran, menemukan pemandangan yang membuatku mengingat kenangan yang seharusnya aku lupakan.

"Love, jangan lari-larian udah malam. Mending sekarang kita masuk ke restoran dan makan. Apapun bakalan Papa pesenin buat kamu, Mama dan Kak Ray," kata Papa sembari mengelus kepalaku.

"Iya, Pah. Tapi Love pengen beli es krim di sebrang jalan itu, boleh, ya?" kataku menatap Papa dengan muka memelas.

"Oke, ayo Papa beliin. Tapi janji ya, habis itu kita masuk dan makan di dalam," kata Papa tersenyum lalu mengantarkanku ke penjual es krim itu.

Letter in Love [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang