28 | Kejujuran

767 91 82
                                    

2 Part menuju ending...

Kalian siap?

Tolong jangan lupa liat mulmed ya...

Ada kejutan buat kalian...

Jangan lupa klik tombol bintang di sebelah kiri bawah ya.. 

***

Nae nuni sumi maeumi neoreul wonhae

No no breathing

Nae nuni sumi maeumi neoreul wonhae

No no breathing

Nae nuni sumi maeumi neoreul wonhae

No Air No Air No Air

( No Air – The boyz )

***

Kejujuran memang terkadang menyakiti hati. Namun, itu lebih baik diungkapkan sedari awal. Daripada semakin rumit bila kita menyimpannya terlalu lama.

***



"Gue sayang banget sama lo, Vel. Sebenarnya bukan gue yang kasih surat ke lo. Gue waktu itu, nggak sengaja lihat ada surat di laci meja lo. Niatnya mau kasih tahu lo, tapi lo udah keburu salah paham. Maafin gue...." Rio mengatakan sesuatu yang membuatku terpaku. Jadi, surat itu bukan darinya. Terus sebenarnya siapa pengirim surat itu? Papa, Kak Mensa, atau mungkin Bu Nada?

"Nggak apa-apa, kok, Yo. Makasih atas kejujuran lo, jujur gue lebih senang kalau emang surat itu dari lo. Tapi, ternyata bukan dari lo. Ya udah, berarti gue harus cari tahu lagi siapa pengirim surat itu." Aku berusaha tersenyum ke arah sahabatku itu. Aku tak ingin membuat Rio mempunyai banyak pikiran, karena dia masih sakit.

"Sekali lagi, gue minta maaf, Vel. Gue nggak bermaksud ngaku-ngaku." Rio memegang kedua tanganku, raut wajahnya masih pucat.

Aku tersenyum berusaha menenangkan Rio,"Lo nggak perlu minta maaf, karena lo nggak salah."

"Surat itu pasti berharga banget buat lo, ya?" tanya Rio, dia penasaran. Aku hanya bisa menatapnya, berusaha tidak memikirkan surat itu."Hm... iya, sih. Tapi, lo lebih penting buat gue."

"Tapi—"

"Udah jangan dibahas lagi, fokus sama kondisi, lo. Ingat lo harus berjuang buat sembuh. Gue pengen lo bisa ada buat gue lagi. Gue butuh lo di samping gue, Yo."

"Makasih, Vel." Rio tersenyum ke arahku, aku tahu dia memang cowok yang kuat. Aku yakin, dia bisa bertahan. Melawan penyakitnya, walaupun itu tidak mudah. Bahkan, kemungkinan kesembuhan sangat tipis. Rasanya, air mataku ingin keluar lagi. Namun, aku berusaha menahannya. Aku tak mau membuatnya sedih bila menangis di depannya. Karena, aku ingin berjuang untuk kesembuhannya. Aku tak mau kehilangan salah satu orang yang aku sayangi.

"Lo istirahat, Yo."

Dia kembali tersenyum sembari mengangguk. "Jaga diri baik-baik, Vel."

Aku benar-benar sudah tidak sanggup melihat keadaan sahabatku itu yang sangat lemah. Aku memutuskan keluar dari ruangannya. Aku menyesal kenapa aku tak bisa mempunyai perasaan lebih dari sahabat kepada Rio. Seharusnya, kebersamaan membuatku bisa mencintai Rio. Namun, justru aku mempunyai perasaan kepada orang yang tak sepantasnya.

Letter in Love [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang