11 | Persahabatan

1K 132 234
                                    

***

Saram maeumi maeumdaero doel su isseotdamyeon

Jinjage miryeon beoryeosseo I'm talking bout you and me

Hanbal dagaseoryeo hamyeon neon geu saram soneul japgo meoreojyeo

Guchi geureohge seon geusji malji yeoji dugo itdeon saram minmanghage

Sseuldeeopsi yeppeuji malji maeil bam naejeok galdeunghae simgakhae

( Ikon - Best Friend )

***

Kita bersahabat, lo bisa mencari hal sekecil apapun sama kita. Karena, persahabatan kita itu sudah seperti tali yang sudah terjalin sangat erat.

~ Senja Aurora ~

***






Orang itu terjatuh. Aku puas melihat orang itu terkapar di depanku. Namun, aku kaget saat melihat ternyata orang itu adalah....

"Kak Rigel?" kataku, Mama menoleh menatapku tajam. Mampus! batinku, yakin Mama marah kepadaku.

"Vely!" Mama sedikit meninggikan suaranya, ternyata aku sudah melakukan hal yang buruk.

"Maaf, Mah. Vely beneran nggak maksud buruk, cuma-" kataku terhenti, "Mama nggak pernah ngajarin kamu langsung mukul orang kayak gitu, ya?" kata Mama, aku hanya meringis. Aku menatap Kak Rigel yang pingsan, namun aku berusaha menyadarkan dengan menduduknya di salah satu bangku yang ada di taman itu.

"Kamu nih, jadi kamu kenal Rigel, sayang?" tanya Mama kepadaku, aku hanya tersenyum. Jelas kenal, Mah. Dia jadiin Vely asistennya, menyebalkan! batinku, aku tak mungkin bilang yang sebenarnya tentang Kak Rigel kepada Mama.

"Kak Rigel Kakak kelas Vely, terus dia ngapain tiba-tiba bisa sama Mama?" tanyaku, jujur aku penasaran kenapa Mama bisa mengenal Kak Rigel.

"Rigel itu anak teman Mama yang sama-sama menjadi dokter di sini, sekaligus anak pemilik rumah sakit ini," kata Mama, aku melongo mendengar penjelasannya. Aku ternyata memang sangat ketinggalan info tentang Kak Rigel.

"Oh...." aku hanya bisa tersenyum menyadari ketidakpekaanku terhadap orang sekitarku.

Bebebrapa menit kemudian, Kak Rigel tersadar. "Gue di mana?" tanyanya, aku berusaha tersenyum.

"Kak Rigel tadi pingsan, soalnya tadi gue pukul Kakak. Sori, Kak, gue beneran nggak tahu kalau itu---" kataku sedikit takut melihat ekspresi Kak Rigel. Aku takut dia memarahiku, atau bahkan akan melarang Mama untuk berobat di rumah sakit ini.

"Tante, saya duluan, ya?" kata Kak Rigel, dia berpamitan lalu pergi dengan masih memegangi kepalanya yang aku pukul tadi.

Aku sebenarnya khawatir dengan kondisi Kak Rigel. Bagaimana tidak khawatir, ini kedua kalinya aku memukul kepala Kak Rigel. Aku takut kepalanya jadi gagar otak.

"Kak Rigel tunggu...." teriakku, mengejar Kak Rigel. Namun, Kak Rigel tak acuh mendengar aku memanggilnya. Sehingga, aku berusaha berlari, lalu berhenti di depan cowok itu.

"Kak Rigel, gue minta maaf," kataku, tanpa sadar aku memegang tangannya.

Kak Rigel menatapku, dia menaikan alisnya saat melihat ke arah tanganku yang berada di lengannya.

Letter in Love [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang