Januari #7

5.8K 884 173
                                    

Janu baru saja selesai sarapan saat Satya tiba-tiba menerobos pintu rumahnya dan langsung mengomentari banyak hal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Janu baru saja selesai sarapan saat Satya tiba-tiba menerobos pintu rumahnya dan langsung mengomentari banyak hal. Mulai dari kenapa dapurnya begitu berantakan, kenapa sampah di keranjang belum dibuang, sampai hal detail seperti mengomentari pakaian yang hari ini Janu kenakan.

Satya benar-benar berisik. Lebih berisik dari kemarin saat Janu mengabarkan tentang pekerjaan yang Gatra tawarkan. Janu ingat sekali bagaimana kemarin anak itu memekik girang saking senangnya dan menjadi tidak berhenti bicara setelahnya. Tipikal Satya sekali. Cerewet.

"Bisa nggak, lo pake baju yang bagusan dikit? Ini hari pertama kita kerja, kita mau nyanyi di kafe, bukan di lampu merah, Nu. Ngerti nggak sih lo? Aduh, ya ampun.." Satya geram sendiri melihat penampilan Janu yang hanya mengenakan celana ripped jeans lusuh dan kaos oblong warna hitam yang biasa dia pakai saat mengamen di jalanan. Tidak habis pikir, kenapa temannya itu begitu kolot soal penampilan?

Ya, memang benar. Mereka bukan anak orang kaya yang begitu memperhatikan penampilan. Mereka tidak punya cukup banyak uang untuk membeli pakaian mewah yang harganya super mahal. Tapi setidaknya, menurut Satya, Janu harus bisa membedakan mana tampilan untuk turun ke jalan, dan mana tampilan untuk pergi bekerja di tempat yang biasa didatangi orang-orang berkantong tebal. Setidaknya, dia harus berpenampilan sedikit lebih enak dipandang.

"Lo bakal nyanyi didepan orang-orang duitan, didepan cewek-cewek cakep, masa tampilan lo kayak gini? Yang rapi dikit dong!" Satya melanjutkan. Sementara Janu mendengkus kasar.

"Ya lo tau gue punya baju yang lebih bagus dari ini nggak?"

"Yang lo beli bareng gue pas nganterin nyokap gue belanja ke tanah abang?"

Janu berdecak. "Kelunturan celana. Kan waktu itu gue udah bilang."

Kali ini giliran Satya yang mendengkus keras. Buru-buru dia mengambil tasnya yang tadi ia letakkan sembarangan di sofa kemudian mengeluarkan sebuah kemeja dari sana. Kemeja yang jarang sekali ia pakai karena ia beli dengan harga yang cukup mahal.

Dengan sedikit bersungut-sungut, ia berjalan kembali ke hadapan Janu lalu menyodorkan kemeja biru miliknya itu.

"Nih, pake!"

Janu terdiam bingung selama beberapa saat. Dia menatap kemeja yang Satya sodorkan, lalu pada Satya yang memandangnya datar.

"Pake? Gue yang make?" tanya Janu.

"Kucing tetangga. Ya elo lah. Buruan sana ganti!" Satya meraih paksa tangan Janu dan menyerahkan kemejanya kepada anak itu. Dia bahkan sedikit mendorong pundak Janu agar anak itu segera bergegas, tapi Janu sama sekali tidak bergerak dari posisinya, membuat Satya sekali lagi harus mendengkus keras.

"Itu baru sekali gue pake karena gue belinya lumayan mahal. Tadinya mau gue pake hari ini, tapi sayang. Akhirnya gue bawa doang, buat cadangan kalo nanti gue minder di sana, gue mau langsung ganti. Tapi lihat penampilan lo yang kayak gini, gue berubah pikiran. Lo pake aja deh."

JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang