Januari #16

4.9K 819 289
                                    

Kalau boleh jujur, Dikta ingin bilang kalau dia sedikit merasa kehilangan sosok Gatra yang dulu ia kenal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau boleh jujur, Dikta ingin bilang kalau dia sedikit merasa kehilangan sosok Gatra yang dulu ia kenal. Lelaki yang sebelumnya selalu memprioritaskan Dikta melebihi segala hal itu kini bahkan sudah beberapa kali mengabaikannya. Contoh sederhana saja, setiap Dikta ajak bicara, lelaki itu hanya akan menanggapi seadanya. Terkadang bahkan tidak bereaksi apa-apa sampai Dikta harus menegurnya dulu baru lelaki itu mau meletakkan seluruh perhatian padanya.

Dikta kesal. Semenjak Gatra meninggalkan Jogja dan hidup di Jakarta, sikap kakaknya banyak berubah. Terlebih setelah ia mengenal Janu. Entah hanya perasaannya saja, atau memang belakangan ini Gatra selalu memerhatikan anak itu lebih daripada seharusnya. Cara Gatra bicara padanya, serta bagaimana binar matanya terlihat lebih hidup saat Janu ada di sekitarnya benar-benar membuat Dikta kurang nyaman. Ditambah lagi, kemarin lelaki itu berbohong padanya hanya demi Janu.

Gatra pikir Dikta tidak tau? Cih! Cowok itu mendecih pelan, mengingat kembali bagaimana sore itu Gatra pergi bersama Janu dan melupakan dirinya. Dikta mungkin akan baik-baik saja seandainya Gatra mau mengatakan kemana ia pergi dan menjelaskan alasannya dengan hati-hati. Dikta bukan orang yang akan keras kepala ketika seseorang berusaha memberinya penjelasan. Dia pasti akan mengerti jika memang Gatra memberi alasan yang masuk akal. Tapi kenapa kakaknya justru memilih berbohong?

Jangan salahkan Dikta kalau sekarang dia mulai berpikir bahwa semua kecemasan Nalu hari itu bukan tanpa alasan. Karena semakin diperhatikan, Dikta merasa kedekatan Gatra dengan Janu memang sedikit berlebihan. Seperti siang itu, saat mereka berkumpul di ruangan Gatra untuk menikmati makan siang mereka. Gatra yang meminta. Gatra juga yang memaksa Dikta agar siang ini tidak kemana-mana. Katanya, lelaki itu ingin makan siang bersamanya, sebagai permintaan maaf karena kemarin dia melupakan janjinya begitu saja.

Awalnya Dikta senang sekali saat Gatra bilang begitu. Tapi kemudian suasana hatinya berubah ketika ia tahu Gatra juga mengundang Satya dan Janu. Nyatanya, siang itu, Gatra lebih banyak bergurau dengan Janu daripada dirinya, padahal jelas-jelas dia ada di sana. Duduk tepat di sebelah Gatra.

"Tambah lagi lauknya, Nu."

Sekali lagi, suara itu menarik perhatian Dikta. Dengan cepat dia menoleh, hingga matanya bisa merekam jelas bagaimana kakaknya meletakkan potongan daging ke piring Janu. Yang kemudian dibalas oleh anak itu dengan senyuman.

Apa-apaan? Kenapa hanya Janu? Kalau memang Gatra hanya ingin sebatas menghormati tamu, seharusnya ia melakukan hal yang sama pada Satya juga 'kan? Tapi kenyataannya tidak. Kakaknya hanya bersikap begitu pada Janu. Garis bawahi, hanya Janu.

Awalnya Dikta hanya diam. Cukup baginya memerhatikan meski dadanya mulai terbakar. Dikta biarkan tawa sederhana Gatra menggema di sela obrolannya dengan Janu dan Satya. Dia tetap melanjutkan makannya dalam bungkam, berusaha menghabiskan isi piringnya walau kini semua terasa hambar. Namun, lama-kelamaan ia merasa semakin diabaikan.

Kesal, Dikta sengaja menjatuhkan sendoknya hingga menghasilkan suara yang cukup nyaring ketika beradu dengan lantai. Seketika obrolan mereka terhenti dan perhatian tiga pasang mata di sana sepenuhnya tertuju padanya.

JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang