Side Story

8.7K 880 210
                                    

Detik berlalu, tapi suara teriakan Gatra barusan masih bergema di telinga Nalu, memenuhi udara siang itu. Dia membeku, tepat setelah sosok Gatra menghilang dari pandangan semua orang, terjun dari tepian gedung bersama Devina yang memeluknya erat di belakang.

Untuk beberapa saat, semesta seolah kehilangan isinya. Suara-suara di sekitarnya menghilang, semua diam, masih terpaku pada kejadian barusan. Sampai akhirnya detik kembali berjalan sebagaimana mestinya. Nalu mulai bisa mendengar langkah brutal Satya yang berlari menghampiri tempat Janu berada, lalu memanggil namanya berkali-kali. Dia juga bisa menangkap gaduh dari para polisi yang mulai bereaksi. Namun, dia sendiri masih belum mendapatkan kesadarannya kembali.

Semua terjadi terlalu cepat. Dan penyesalan terbesar Nalu adalah ketika ia tidak cukup sigap untuk menahan pergerakan Devina. Kini semua terlambat. Jejak hampa di depan sana seolah menjadi bukti bahwa Gatra, sahabatnya, tidak lagi ada bersama mereka.

Pandangan Nalu mulai buram karena air mata yang menggenang. Jika memang seperti ini cara takdir mengambil Gatra dari hidupnya, Nalu jelas tidak akan merelakan. Gatra pantas untuk hidup lebih lama, tapi wanita gila yang pernah menjadi ibunya itu justru mengambil kehidupannya begitu saja. Nalu bersumpah, demi apapun, ia tidak akan pernah rela.

Nalu benar-benar masih membutuhkan sosok Gatra. Bukan hanya sebagai teman, tapi juga saudara yang akan selalu ia jaga. Perpisahan ini jelas tidak adil untuk mereka.

Lelaki itu hampir tidak kuat berdiri, sampai ia kembali menangkap kegaduhan lain di depan sana. Empat orang polisi itu tampak ribut, mengatakan sesuatu yang sedikit sulit Nalu pahami dalam situasi seperti ini. Sampai suara familiar yang sempat menghilang itu kembali terdengar, menggema, memecah segala ketakutan Nalu.

Kedua mata lelaki itu membola sebelum akhirnya dia berlari ke tepian gedung dan melihat ke bawah. Di sanalah, Nalu bisa melihat sosok Gatra yang sedang berjuang mempertahankan cengkeramannya dari besi yang mencuat dari dinding bangunan itu. Tubuh lelaki itu menggantung, sedikit terombang-ambing oleh keseimbangannya sendiri, namun pekat matanya yang begitu sendu itu masih bisa merekam kehadiran Nalu.

Detik itu tatap keduanya bertemu. Gatra tidak mengatakan apa-apa, namun mata lelaki itu seolah menggantungkan harap yang begitu besar, meminta pertolongan.

"Gatra!" pekik Nalu.

Ada lega bercampur bahagia yang menggema di antara kerasnya suara lelaki itu. Air matanya jatuh dan Nalu membiarkannya, sama sekali tidak ingin menghapus jejaknya. Melihat Gatra masih ada di sana dan berjuang untuk menyelamatkan diri dari kerasnya paving block yang siap menyambutnya di bawah, rasanya sesuatu di dalam diri Nalu seperti terbakar. Nalurinya untuk menyelamatkan lelaki itu juga ikut terpacu seiring dengan besarnya tekad yang ia genggam.

Detik selanjutnya ia berbalik, memekik pada Satya yang masih berusaha membangunkan Janu di tempatnya.

"Satya! Pergi cari dokter sekarang dan kasih Janu pertolongan! Aku sama yang lain bakal berusaha bawa Gatra naik ke atas!"

Satya hanya menjawab dengan anggukan kemudian segera melesat pergi, hendak mencari pertolongan. Namun belum sempat ia melangkah jauh, rombongan medis sudah lebih dulu muncul dari tangga. Satya mendesah lega dan membiarkan mereka membawa Janu pergi dari sana. Ia mengekor di belakang setelah sekali lagi menoleh pada Nalu dan mendoakan segala kebaikan untuk Gatra.

"Tra! Dengerin gue! Pegangan terus, jangan dilepas. Tim dari kepolisian lagi nyiapin pengaman. Kita semua di sini bakal berusaha bawa lo naik. Please banget, jangan lepas pegangan lo!" pekik Nalu, sesaat setelah ia mendengar polisi di sisinya merundingkan segala upaya mereka untuk menyelamatkan Gatra dengan rekan-rekannya yang berjaga di bawah sana.

JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang