•Bab 34

45 14 0
                                    


Fasya dan Azka telah sampai di tepian sungai tempat Azka dan Rafka mengambil air tadi. Air disini benar-benar jernih.Fasya yang melihatnya ingin sekali langsung berhambur untuk berenang. Tapi mengingat bahwa saat ini mereka sedang kompetisi, juga waktu semakin petang. Jadi Fasya urungkan dulu niatnya itu. Besok ia pasti akan mengajak Hana dan lainnya untuk kesini. Pasti.

"Biar gue yang ambil airnya, lo disini aja.. " kata Azka pada Fasya.

"Ck. Sok deh lu, embernya gede, emang lu kuat apa? Badan ceking kayak gitu, " kata Fasya dengan nada sarkasnya.

"Enak aja lu bilang gua ceking, yang ada lo tu, tepos, nggak ada seni nya sama sekali. "

Fasya melotot tajam pada Azka. Sedangkan Azka balas memelototi Fasya dengan kepala menunduk karena tinggi badan Fasya jauh dibawah Azka. Hanya sebatas telinga.

Fasya memutuskan kontak matanya dengan Azka terlebih dahulu, karena ia ingat bahwa semacam itu adalah mendekati zina. Dan Allah benci dengan orang-orang yang mendekati zina.

"Udah ah, mending berdua ambil nya, lo nggak akan kuat sendiri.. " putus Fasya.

Azka mengedikkan bahunya. Lalu menaiki celana jins nya hingga sebatas lutut. Sedangkan Fasya, membiarkan gamis bagian bawahnya basah karena air. Tidak mungkin bukan ia mengangkatnya tinggi-tinggi. Walau ia mengenakan laging didalamnya.

"Ah elu Sya, sama aja.. Tenaga lo gak kerasa.. Ini mah sama aja gua ngangkat sendiri.. " kata Azka dengan nafas tertahan karena beban ember yang terisi air itu sangat berat.

"Enak aja lo, udah mending gua tolong, dari pada lu sendiri? "

"Yang ada gua yang nolong lo goblok, tadi si Rafka nyuruh lo sendiri, dan dengan baik hatinya gua nolong lu. "

Fasya mendengus sebal. Dimana pasal perempuan yang katanya selalu benar? Kenapa tidak berlaku pada Fasya. Selalu saja ia yang kalah jika beradu mulut dengan lelaki. Siapapun laki-lakinya. Baik itu kakak laki-lakinya, Papanya, temannya.

Dengan sebal, Fasya melepaskan telinga ember itu dan langsung pergi meninggalkan Azka yang kewalahan memegangi ember karena Fasya yang tiba-tiba melepaskan gagang ember sebelah kirinya.

"Arrrgggh" teriak Azka saat ember itu menghimpit jempol sebelah kanan nya yang mengakibatkan jempol tersebut mengeluarkan sedikit darah.

Fasya yang terkejut mendengar teriakan Azka dan langsung berlari kembali ke tepian sungai dimana Azka terduduk sambil memegangi jempol kaki nya.

"Ka, lo nggak apa-apa kan? Mana yang sakit? " tanya Fasya khawatir.

"Nggak apa-apa pala lo peyang.. Kaki gua berdarah... " ringis Azka.

Fasya ikut meringis melihat luka yang ada di ampu kaki Akza tersebut. Seakan ia ikut merasakan sakit yang dirasakan oleh Azka.

Asal kalian tahu, ini pertama kali nya Fasya melihat luka seperti itu. Ya, Fasya takut dengan luka. Bukan darah. Tapi luka yang berdarah. Bahkan untuk melihat luka nya sendiri saja Fasya tidak sudi. Dan ini, untuk pertama kalinya Fasya menatap lama luka mengaga seperti itu.

Perut Fasya mulai mual. Kepalanya mulai terasa berat. Kata-kata Azka tidak lagi ia hiraukan. Bahkan Azka sendiri jadi bingung karena Fasya yang diam termangu menatap luka nya itu.

"Woy, lu kenapa? Fasya.. Lo kesurupan? Lo jangan main-main deh.. " kata Azka.

Ingin sekali rasanya Azka menggampar pipi Fasya itu untuk menyadarkan nya. Namun takut, karena ia tahu, Fasya yang kini, sangat tidak ingin disentuh oleh siapapun itu,yang berjenis kelamin laki-kaki .

Cinta Dipenghujung Masa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang