__
Mengikuti ego mu dan mengabaikan hati nurani mu akan berakhir sebuah penyesalan. Camkan itu!
_awankecil01_
Matahari sudah meninggi namun seorang gadis masih saja berjalan dengan pelan di sertai tatapan kosong kedepan. Menyadari dirinya terlambat membuatnya berjalan melewati gerbang sekolah dan menuju tembok bagian belakang.(NamaKamu) memanjat tembok itu kemudian melompat seperti biasanya dan anehnya untuk pertama kalinya hari ini mendarat dengan sempurna.
Tapi hal itu tak membuatnya senang, sekolah terlihat sepi karena pelajaran sudah di mulai.
(NamaKamu) terjebak dalam pilihan apakan masuk kedalam kelas atau tetap disini agar tak kena hukuman dari guru.
Sekilas kejadian di rumahnya teringat lagi saat mikirkan kata memilih. Keputusan sepebiasanya (NamaKamu) mengabaikan dua pilihan itu dan berjalan menuju atap sekolah.
Tiba disana (NamaKamu) menutup pintu dan menguncinya dari luar. Jangan tanya darimana dia mengambil kunci itu!.
(NamaKamu) duduk dengan bersandar di pintu sambil memeluk lututnya menyembunyikan wajahnya disana.
Pikirannya melayang mengingat ekspresi terluka kedua orang tuanya saat ucapan penuh emosinya tadi terlontar begitu saja. Seketika penyesalan menyusup kedalam relung hatinya.
'mungkin tadi itu keterlaluan. Mereka hanya ingin bersama tapi..' batin (NamaKamu) membuatnya menangis lagi. Segukan kecil terdengar di darinya.
"Menangis lagi hum?"
👊
(NamaKamu) pov
"Menangis lagi hum?"
Suara itu!!
Sontak kepala gue langsung menoleh kearah suara itu berasal.
Disana gue liat cowok yang gue kenal benget lagi tidurang di pinggiran pembas atap.
"Cengeng" ejeknya, refles ku hapus air mata yang masih membekas di pipiku. Teringat ejekan Iqbaal semalam di jembatan.
"Jangan nangis lagi berisik gue gak bisa tidur nih. cengeng dasar" ucapnya bangkit dan memposisikan dirinya duduk menghadap gue.
"Gue tonjok sampe jatuh tau rasa lo" ancam langsung gue ucap sembari mendekatinya.
"Dih!. Emang lo tega gituh"
Ya enggak sih. Balas gue dalam hati mana mungkin gue berani, entar anak orang mati gara gara jatuh kan bisa panjang urusanya.
"Tega. Mau coba?"
"Boleh" ucapnya merentangkan tangannya mentap gue dengan senyum aneh. Dasar konyol.
Gue senyum langsung menubruk tubuhnya dengan pelukan erat.
"Rekta" lirih gue menguatkan pelukan. Ya dia rekta satu satu sahabat yang gue punya dan mungkin hanya dia yang bisa merubah suasana kacau gue dalam sekejap menjadi lebih baik.
"Aduh sesak napas gue. Haha" balasnya protes tapi masih membalas pelukan gue. Aneh!
"Lo balik semalem?"
Oke rekta memulai tanya jawabnya dengan posisi ya masih sama. Dan ini akan jadi percakapan yang panjang.
"Enggak, subuh"
"Ketahuan?"
"Engga"
"Kenapa lagi kalo gituh? Ada masalah lain?"
"Hu'um. Tadi pagi" jangan heran dengan cara komunikasi yang gak jelas itu, memang seperti itu cara rekta.
Menurutnya sedikit kata lebih efisien dari pada berkata panjang tapi malah membuat batin penjawabnya tertekan. Entah darimana si rekta dapat analogi macam itu, tapi itu berfungsi di gue kayaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
mi elección
FanfictionBerada di tengah itu menyiksa. Selalu terjebak dalam sebuah pilihan namun tak dapat memilih apa pun. Berusaha yang terbaik meski terluka, apa yang kau lakukan jika berada di posisi ku?. Penasaran? Baca ajah. Siapa tau suka😘. ••• Ini cerita kedua s...