Kepercayaan

14 0 0
                                    

AuthorPov

Nisa adalah salah satu santri yang dipercaya oleh Bunyai.
Bukan pilih kasih, hanya saja yang paling dekat dengan Bunyai adalah Nisa.

"Niiiss.." panggil bunyai.

"Eh nis, ditimbali bunyai Iko loh"
"Eh nis, dipanggil bunyai tuh" tegur khoir.

"Eh, iyo ta?" Kaget Nisa seraya berlari kecil menuju sumber suara.

"Dalem buk" ucap Nisa sopan sambil membungkukkan badannya.

Oh ya, Pak Yai dan Bunyai disini di panggil Bapak dan Ibuk oleh santri-santri. Sehingga tak heran kalau hampir semua akrab dengan beliau-beliau.

Disamping sikap dan sifat beliau memang ramah, ini juga disebabkan oleh kewibawaan beliau.

"Nyoh dilek, tulung pijetono ibuk ndisek, masuk angin ki koyok e"
"Sini dulu, tolong ibuk dipijit dulu, masuk angin kayaknya" Dhawuh bunyai pada Nisa yang ditanggapi anggukan oleh Nisa.

"Geh buk"

Nisa pun berjalan di belakang bunyai sambil merendahkan tubuhnya. Itu adab bagi semua orang apabila ada didekat orang yang lebih tua.

"Minyak e ndek nduwur e mejo nis"
"Minyaknya di atas meja nis" ucap bunyai sambil telungkup.

"Geh buk" ucap nisa sambil mengambil minyak gosok nya.

Disela-sela aktivitas mereka, bunyai berkata..

"Nis, samean kelas piro nduk?"

"Kelas 3 MTs buk"

"Emm.. rencana ne tetep mondok po piye?"

"In syaa Allah netep buk, Pangestu me mawon" ucap nisa sambil tersenyum dan terus memijit bunyai.

"He'em nduk pasti, kabeh santriku tak dungakne seng apik. Sekolah e nang ndi?"

"In syaa Allah ten SMK Wijaya buk"

"Emmm, di kuat-kuat no nduk yo"

Dahi nisa mengernyit. Ia tidak tahu apa yang dimaksud perkataan bunyai barusan.

"Eee.. geh buk, Pangestu ne" ucap nisa ragu-ragu.

Setelah selesai, nisa kembali kekamarnya. Mata nya sungguh mengantuk, badannya lelah, tangannya panas. Bagaimana tidak? Nisa memijit bunyai dari ba'da 'Isyak sampai jam 9.

Tetapi Nisa terus menata hatinya, agar ia selalu ikhlas mengabdi pada kyai bunyai.

Di tengah jalan, samar-samar nisa mendengar kipas masjid yang masih menyala. Sebenarnya nisa takut, karna lampu masjid sudah di matikan. Tapi nisa beranikan diri untuk mematikan kipasnya.

Disaat ia membuka pintu masjid..

Krieekk

Sontak nisa terkejut dengan keberadaan umar tergeletak di sebelah satir tempat santri putri mengaji.

Nisa takut dan bingung harus berbuat apa. Bingung, umar ini tidur atau pingsan? Takut, karna di masjid hanya ada dia dan umar

Nisa melangkah maju mendekati umar, tangannya menjulur ingin menepuk pundak umar. Tapi di tarik lagi olehnya, sejenak ia berfikir.

"Bagaimana nanti kalo ada yang lihat, terus berpikir yang tidak-tidak?" Batin Nisa.

Kebingungan nisa kembali lagi. Ia berjalan mondar mandir sambil meletakkan tangan kanannya di dagu seraya berfikir.

"Duuh gimanaa gimanaa??" Ucap Nisa dengan pelan.

Clinggg!!

Ada lampu menyala di atas kepala nisa. Ya! Nisa tau apa yang harus di lakukan.

Nisa mengambil bangku yang ada di belakang umar, di angkatnya bangku tersebut lalu di hempaskannya. Bergegaslah nisa mencari tempat sembunyi agar tak ketahuan.

Dan ya!! Rencananya berhasil. Umar ternyata tertidur, bukan pingsan😂

Umar terkaget dan.. "ASTAGHFIRULLAH!!" Tubuh umar njingkat.. eh njingkat tu apa ya?😂

Nisa menutuo mulutnya karena menahan tawa.

"Opo iku maeng?"
"Apa itu tadi?" Ucap umar sambil membenahi pecinya yang tak beraturan itu.

Nisa memperhatikan dari jauh.
Umar memang sempurna jika seperti ini.

Lengan baju kokonya di gulung sampai sikut, peci yang ia letakkan agak kebelakang sehingga rambutnya terlihat seperti jambul.

Duuh siapa sih yang nggak terpesona lihat laki-laki kaya gitu?😅

Cinta Seorang SalafiyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang