❤ 26

17.4K 2.3K 521
                                    

"Ternyata kamu istrinya?"

Setelah perdebatan panjang, akhirnya Changbin mengalah untuk mulai menjelaskan semua disini. Dimulai dari siapa pria tua dihadapanku ini—yang ternyata yang sudah lama tinggal di Jerman. Baik Seo Myungjae, Papanya Changbin, maupun aku, kami sama-sama tak menyangka dengan pertemuan yang terbilang diluar dugaan.

Siapa sangka kalau orang yang memintaku untuk bertemu dengan Changbin diperusahaan ternyata adalah Papanya. Mungkin jika Pak Myungjae mengatakan padaku kalau dia orang tua dari Changbin, aku pasti langsung mengantarnya ke ruangan dan memperkenalkan diri saat itu juga.

Sayang, waktu telah berlalu. Lewat pertemuan di kantin rumah sakit seperti ini, aku akhirnya memperkenalkan diri sebagai istri Changbin pada Papa. Lima menit lalu aku masih bisa bicara dengan santai pada Papa, tapi saat ini aku merasa tegang sampai enggan mengangkat kepalaku untuk menatap sang lawan bicara.

"Iya. Dia istriku." Changbin mengambil alih untuk menjawab pertanyaan Papa.

Papa diam, lalu bersandar pada kursi sambil mengembuskan napas panjang. Tangannya terlipat di dada menatapku dan Changbin secara bergantian.

"Maaf sebelumnya, aku nggak tau kalau anda orang tua dari Changbin. Seharusnya waktu itu aku-"

"Nggak perlu minta maaf. Memang seharusnya kalian nggak ketemu," Changbin memotong, membuatku langsung melempar tatapan tak percaya karena ucapan yang dilontarkannya.

Sebenci itukah dia pada Papa? Aku tak bermaksud menghakimi, tapi walaupun dimasa lalu Papa mungkin berbuat kesalahan, tapi paling tidak saat ini Papa telah kembali. Kepulangan Papa kemari pasti bukan tanpa maksud dan tujuan.

"Changbin, bukannya kita sepakat untuk nggak membicarakannya disaat ada orang lain diantara kita?" nada bicara Papa mulai terdengar tidak seramah sebelumnya.

Changbin tersenyum sinis, "Yena bukan orang asing disini. Dia istriku, dia pantas tau apa yang Papa lakukan padaku dimasa lalu."

Raut wajah Papa berubah, dia terlihat menahan marah karena mendengar perkataan Changbin barusan. Sementara aku merasa seperti orang bodoh karena berada diantara pembicaraan ini tanpa mengerti apapun.

"Baik. Selesaikan masalahmu disini, di depan orang yang kamu sayangi ini. Biarkan dia tau masalah keluarga kita dimasa lalu." Aku terkejut karena Papa tiba-tiba menatapku serius. Sungguh bertolak belakang dari pria tua yang aku kenal sebelumnya.

"Tolong sadar, akar permasalahan ini dari anda. Anda yang seharusnya menyelesaikannya lebih dulu. Rasa penyesalan dan permintaan maaf nggak cukup untukku." Aku mencoba menenangkan dengan meraih tangan Changbin yang mulai mengepal dipangkuannya.

Kini aku khawatir, karena suasana diantara kita benar-benar menadak kelam. Awan hitam seolah-olah menyebar mengelilingi kami dengan suara gemuruh yang saling beradu.

Sadar kalau aku mulai terlihat cemas dengan pembicaraan menegangkan ini, Changbin bangkit. Dia menarik lenganku lalu mengajakku pergi meninggalkan Papa yang masih diam terduduk dengan segala pikirannya yang tak kalah rumit.

Sebenarnya aku tidak mau perkenalanku berakhir seperti ini, disaat Changbin dan Papa sama-sama belum menyelesaikan masalah mereka. Tapi aku juga merasa tak pantas menengahi pertengakaran mereka.

"Satu lagi. Yena memang harus tau masalah ini, tapi tolong jangan libatkan dia ke dalamnya. Selesaikan masalahnya denganku," ucap Changbin tegas sebelum kami pergi dari tempat itu.

Aku menahan Changbin lalu kembali menghadap Papa, hendak berpamitan. Meski tak berbuat apapun, paling tidak aku perlu meninggalkan kesan baik kepada Papa. Barulah setelah itu aku kembali melangkah untuk menyusul Changbin yang semakin jauh di depan.

somebody to love • changbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang