❤ 29

16K 2.2K 334
                                    

"Kamu... mau berpisah dari aku?" tanya Changbin yang langsung membuat kepalaku terangkat untuk kembali menatapnya.

Tidak. Aku tidak ingin.

"Iya. Sesuai sama kontrak yang udah kita tanda tangani." Cukup lama aku terdiam sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Changbin dengan segala kebohongan yang ada.

"Lalu setelah itu kamu berkencan dengan Kang Eunho?"

Dahiku berkerut, "Kamu kenal dia?"

Changbin menghela napas, kini ia kembali bersandar pada kursinya. "Presentator perilisan produk, yang memeluk kamu setelah acara selesai."

"Kamu melihatnya?"

"Kamu menyukainya?" bukannya menjawab pertanyaanku, Changbin justru kembali melempariku pertanyaan lagi.

Aku meletakkan garpu yang sedari tadi aku gunakan, lalu memandangnya penuh tanya. Jadi selama ini Changbin tau soal kejadian waktu itu, tapi kenapa dia diam saja?

"Kamu akan mengencaninya setelah berpisah dariku?" cecar Changbin lagi, sedangkan aku masih terdiam.

Memikirkan seberapa banyak yang Changbin ketahui mengenai hubungan dekat antara aku dan Senior Eunho, serta alasan mengapa ia lebih memilih diam ketimbang meminta penjelasanku.

"Kenapa enggak? Dia orang yang baik, perhatian dan dia juga udah menyatakan kalau dia menyukaiku. Aku rasa nggak ada salahnya untuk mencoba memulai hubungan dengan Senior Eunho setelah aku selesai membantu kamu sebagai istri saat ini," jawabku dengan tegas.

Sama seperti biasanya, Changbin memilih diam daripada memulai perdebatan denganku. Terlebih topik seperti ini merupakan sesuatu yang sensitif untuk kami bahas.

Changbin akhirnya mengangguk setelah mendengar jawabanku. "Baik. Aku mengerti," ucapnya sambil bangkit lalu mengambil jaket yang dia sampirkan pada sandaran kursi.

Dia pergi. Tanpa menoleh lagi, dia meninggalkanku di ruangan ini. Bahkan sekedar kata pamit pun dia enggan mengatakannya.

Aku menutup wajah menggunakan kedua tangan setelah mendengar suara pintu tertutup, pertanda Changbin telah pergi dari rumah ini. Dadaku rasanya sesak, bersamaan dengan air mata yang mulai berjatuhan membasahi pipi yang tak dapat lagi ditahan.

Ditolak oleh seseorang yang aku sukai dimasa lalu memang meninggalkan kenangan buruk untukku, tapi aku tidak tau kalau berbohong dihadapan orang yang aku cintai mengenai apa yang aku rasakan, akan terasa lebih menyakitkan.


00

Setelah selesai rapat, aku langsung menuju taman belakang perusahaan. Menolak ajakan seniorku untuk makan siang bersama di kantin karena saat ini aku sibuk memandangi layar ponsel yang menampilkan nomor Changbin. Sedang menimang-nimang, haruskah aku menghubunginya?

Aku tidak yakin apakah sebenarnya kami ini sedang bertengkar atau tidak. Tapi sejak kemarin Changbin menolak bicara denganku. Dia bahkan melewatkan sarapannya dengan berangkat ke kantor lebih pagi. Sikapnya benar-benar membuatku frustasi.

Disaat aku sedang memikirkan keputusan untuk menghubungi Changbin atau tidak, ponselku justru berdering memunculkan sebuah panggilan masuk dari nomor asing yang membuatku melonjak terkejut.

"Halo?" sapaku setelah menjawab panggilan tersebut.

"Halo Yena! Ini Papa. Bagaimana kabar kamu?" tanya seseorang disana.

"Papa? Ah! Aku baik, sama seperti terakhir kali kita bertemu. Ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganku?"

"Ada. Tapi kita nggak bisa ketemu sekarang, jadi kita bicara disini aja ya. Penerbangan Papa 20 menit lagi." Mendengar hal itu reflek membuatku bangkit. Aku lupa kalau hari ini adalah jadwal kepulangan Papa ke Jerman.

somebody to love • changbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang