❤ 19

16.2K 2.2K 478
                                    

Setelah dua bulan sibuk dengan pemasaran produk, akhirnya aku bisa lebih santai sekarang. Jadwal pulangku pun kembali normal. Selama di kantor aku tinggal mengurus beberapa dokumen saja.

Pagi ini aku bangun lebih cepat, berniat untuk membuat sarapan. Kalau biasanya Changbin bangun lebih dulu untuk membuatkanku sarapan, kali ini biar aku yang bertugas membuatnya.

Walaupun tak seenak sentuhan tangan Changbin, paling tidak masih bisa dimakan. Aku membuat menu sarapan yang mudah, yaitu roti panggang dengan telur mata sapi. Aku sering membuatnya dulu, saat belum menikah. Changbin juga sering membuatkanku menu ini pada awal-awal masa pernikahan kami.

"Pagi," suara Changbin membuatku sejenak menghentikan aktivitas. Aku menoleh dan menemukannya sudah duduk manis dimeja bar, "tumben masak?" tanyanya heran.

Beruntung Changbin datang setelah semuanya selesai. Aku menghampiri laki-laki itu sambil membawa dua piring.

"Biar bisa nyaingin kamu," ledekku, "kalau rasanya nggak enak, buang aja."

Changbin menerima piring yang aku berikan, "Terakhir kali kamu bilang begitu, tapi ternyata masakan kamu malah lebih enak dari yang aku buat," timpalnya mengingatkanku pada kejadian waktu itu. Saat diriku pertama kali memasak untuk Changbin.

Aku hanya menanggapinya dengan senyum, walau saat ini hatiku tengah menjerit senang karena pujian itu. Setelah menuang air ke gelas, kami pun mulai menyantap sarapan dalam keheningan.

"Hari ini aku harus pergi untuk mengecek pembangunan kantor cabang yang hampir selesai di dekat rumah orang tua kamu," aku menoleh, menunggu kalimat selanjutnya, "kamu mau ikut?"

Kedua alisku tertaut heran, tidak biasanya Changbin memintaku untuk menemaninya kesuatu tempat, terlebih hal tersebut berkaitan dengan pekerjaannya. Baik aku ataupun Changbin, kami berusaha menghindari kegiatan bersama jika itu tentang urusan kantor.

"Aku? Ikut sama kamu?" tanyaku, hanya ingin memastikan kalau Changbin benar-benar mengajakku ikut bersamanya.

"Kita bisa sekalian berkunjung ke rumah orang tua kamu. Aku belum sempat bertemu dengan mereka lagi setelah kita menikah," jelas Changbin. Benar, sudah berbulan-bulan aku tidak mengunjungi orang tuaku.

Ibu memang tak pernah memintaku pulang setiap kali kami berhubungan lewat telepon dan memintaku fokus pada urusanku sendiri. Kalaupun terjadi sesuatu, Ibu langsung menghubungiku.

Tapi rasanya aneh kalau tidak datang menemuinya apalagi lokasi tempat yang akan didatangi Changbin tak begitu jauh dari alamat orang tuaku. Jadi kuputuskan mengiyakan ajakan Changbin saat itu juga. Lagipula aku rindu dengan kedua orang tuaku.

Setelah selesai sarapan dan mencuci piring kotor, aku pun segera bersiap-siap. Menghabiskan waktu dua puluh menit untuk mandi dan merias wajah.

Hari ini aku hanya menggunakan kaos putih dibalut dengan kemeja flannel serta celana jeans sebagai bawahan. Kalau biasanya aku menguncir rambutku, kali ini aku membiarkannya terurai. Hanya menyisirnya serapih mungkin, menunjukan rambut naturalku yang memang sedikit bergelombang.

Disisi lain, Changbin sudah duduk manis sambil menunggu di ruang tamu. Sama denganku, dia juga mengenakan setelan kasual dengan kaos hitam dibalut cardigan berwarna putih susu yang cukup panjang.

"Udah siap?" tanya Changbin yang langsung aku balas dengan anggukan kepala. Kami berdua segera menuju basement, tempat mobil Changbin terparkir.


00

Kami menghabiskan waktu dua jam lebih untuk sampai lokasi yang dimaksud Changbin karena jalanan yang padat sampai menimbulkan kemacetan karena banyak orang yang keluar untuk berlibur disaat weekend seperti ini.

somebody to love • changbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang