Bagian 6

41.5K 6.8K 301
                                    

Haii... maaf lama nongol di lapak ini.
Ini nulisnya express jdi sorii.. Klo feelnya blm nyampe. Tpi krn udah janji bakal update harus ditepatin.

Btw, lebaran jatuhnya hari rabu ya. Duhh.. Untung aja blm beberes rumah soalnya.. Wkwkkw.. Kok curhat.

Oh iya. Minal aidin wal faizin yaa... mohon maaf lahir batin kalau ada salah2 brbalas komen. Have a nice holiday 😘😘

.

..

Amira bergerak mundur, mengamati putri Alvin yang tengah memeluk Ayahnya erat. Kemudian matanya melirik, dua wanita lainnya di ruangan itu selain Bu Hanun tampak berpandangan, dan akhirnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun mereka keluar. Tidak perlu seorang lulusan Sarjana untuk memahami situasi ini, Amira yang biasa berada di tengah-tengah ketegangan orang-orang yang menolak kehadirannya juga adik-adiknya terbiasa dengan hal-hal semacam ini.

Dan... Amira bisa melihat dengan jelas, apa dan mengapa akhirnya kalung emas pemberian Alvin kini bertengger di lehernya.

Tak lama kemudian Bu Hanun ikut keluar. Amira belum menentukan sikap, berada tetap di sisi Alvin sudah pasti Kai akan berteriak. Tetapi jika dia keluar, bukan tak mungkin tatapan seperti singa lapar itu akan membombardirnya dengan pertanyaan.

Alvin yang tengah menggendong Kai melirik, meski tak mengatakan apa pun. Dia kemudian terduduk di pinggir ranjang, mengelus-elus kepala putrinya yang masih terisak, dan bergumam, "Kai nggak mau. Kai nggak suka tante itu Papaa..."

Lama waktu berlalu. Amira mengelusi lengannya, kakinya sudah terasa kebas. Tetapi untuk saat ini, dia tak bisa mengambil langkah apa pun, tanpa komando dari Alvin.

Saat Alvin meletakkan Kai ke atas kasur, artinya gadis kecil itu telah tertidur. Dengan sangat hati-hati Alvin melepaskan tangannya. Cengkraman tangan Kai di lengan bajunya erat sekali sehingga sedikit menyulitkan. Namun setelah akhirnya terlepas, Alvin langsung beranjak dari ranjang, dia segera menuju pintu, dan melalui celah yang ada Amira bisa melihat Alvin mengembuskan napas kasar.

Alvin mendekat ke arah Amira. Dia mengulurkan tangannya. Namun, Amira masih berdiam. "Ternyata bukan hanya aku yang memiliki kepentingan atas pernikahan ini. Begitu kan?"

Mata Alvin menyoroti dalam sebelum berkata, "Iya. Tapi aku tak akan menutup pintu keluar jika kamu ingin pergi sekarang juga."

Amira mengambil napas dalam-dalam lalu menyematkan jemarinya ke genggaman Alvin. Mereka keluar dengan bergandengan tangan.

Di ruang tengah hanya Mama Ina yang mengeluarkan pertanyaan ke Bu Hanun, namun menolak menjawab sebelum Alvin dan Amira datang. Kini pasangan itu tampak keluar dari kamar Kai. Dan duduk di hadapan mereka yang menunggu.

"Sekarang Alvin udah di sini. Mbak bilang kenal sama calon-"

"Istri," sela Alvin.

Mama Ina menipiskan bibirnya. "Siapa nama kamu?"

Amira tak yakin jika Mertua Alvin tersebut melupakan namanya demikian cepat, namun dia tetap menjawab. "Amira."

"Iya, Amira. Mbak Hanun kenal baik?"

Amira merasakan dadanya berdesir ketika mengarahkan pandangan ke Bu Hanun. Berbeda dengan Mama Ina yang masih memandang berapi-api, Bu Hanun justru memberikan tatapan sedingin es, Amira yakin banyak yang dipikirkannya tentang keadaan ini.

Bu Hanun terdiam lama sebelum menjawab. "Amira-pembantu di rumah saya."

Ternyata Amira juga bisa merasakan kecewa dengan sebutan itu. Bibirnya terasa mengering, tak berniat membasahinya. Saat ini dia berada di titik sikap hendak menabrak semuanya, menekan rasa pedulinya terhadap apa-apa yang dipikirkan orang lain tentangnya.

Marriage DealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang