Bagian 19

40.9K 7.5K 439
                                    

“Kenapa, Mas?” Akhirnya Amira datang.

Kenapa? pikir Alvin ketus, seharusnya pertanyaan itu tak pernah keluar dari mulut Amira mengingat seharusnya juga Amira—memeriksa keadaannya, siap sedia kapan pun di sampingnya—Alvin menghapus pemikiran yang hanya berupa angan-angan ternyata.

Alvin menggunakan isi kepalanya sepagian ini untuk mengeluh. Ketika Kai membangunkannya dan langsung menanyakan apa mereka jadi pergi kamping sementara kepalanya masih terasa berat dan pusing, ketika jam di dinding sudah siang dan Alvin masih terbaring lemah di ranjangnya dalam keadaan gerah, bahkan ketika tak mendapati Amira di manapun.

“Mas tadi suruh Kai panggil, butuh apa?”

Butuh kamu di sini! Jawab Alvin jengkel dalam hati saat mengamati Amira.

Tapi Alvin menahan gerutuannya, karena suara hak sepatu bergantian menusuk indra pendengarannya, dan matanya segera tertuju ke arah pintu. Sonya telah berdiri di sana, dan Alvin serasa ingin kembali menenggelamkan diri ke balik selimut, mengingat paginya demikian buruk.

“Sakit apa, Vin?” Sonya bertanya seraya mendekat.

“Demam biasa,” sahut Alvin dengan alis mengerut, karena yang jadi pertanyaan selanjutnya, sejak kapan Sonya berada di rumahnya? Apa ada kejadian yang terlewatkan? Pikir Alvin dengan perasaan mendadak curiga. Dan rasanya saat ini Alvin ingin menarik Amira ke manapun dia bisa dan bicara berdua saja. Tapi kondisinya sama sekali tak memungkinkan, ditambah dengan Kai yang menempel seperti permen karet.

“Aku tadinya mau izin ajak Kai keluar.”

Alvin lantas menoleh ke Kai. “Kai mau ikut Tante Sonya?”

Mata Kai terlihat bimbang, sebentar mengamati Papanya, sebentar mengamati Tantenya. “Papa sakit...”

Alvin menarik kepala Kai dan mengecup pipinya. “Bukan aku nggak ngasih. Kai yang nggak mau ikut.”

Sonya menipiskan bibirnya sambil mengangguk. Dia kemudian bergerak dan... Amira tak tahu kapan persisnya gerahamnya sudah beradu saat Sonya duduk di pinggir ranjang, menyentuh lengan Alvin. “Tapi kamu yakin cuma demam biasa? Udah cek ke dokter?”

“Tenang aja, aku yang tahu kondisi tubuhku. Mau ke mana?” Sonya tercengang sesaat, saat mengikuti arah pandang Alvin ternyata yang dimaksud pria itu adalah Amira.  

“Mas perlu apa? Aku belum selesai cuci piring. Sedikit lagi.”  

“Mandikan.” Alvin tahu dua wanita di ruangan itu menatapnya terperangah. Tapi, dia sudah kesulitan mengontrol kata-kata yang keluar dari mulutnya, sebab Amira tak juga mendekat ke arahnya. “Maksudku siapkan air hangat, aku mau mandi, badanku lengket semua.”

“Amira sepertinya sangat sibuk di dapur. Aku bisa bantu siapkan.” Sonya menimpali.

Alvin menahan emosinya sedemikian rupa. “Sonya, Kai juga belum mandi, bisa minta tolong urus Kai lebih dulu?”

Sonya hendak berkata lain, namun yang keluar dari mulutnya, “Ayo Kai, mandi sama Tante. Pantes nih, dari tadi masih bau asem.” Sonya menarik tangan Kai turun, Alvin sungguh tak meragukan kemampuan wanita itu dalam berbasa-basi. Benar-benar berbanding terbalik dengan Amira.

Begitu Sonya dan Kai keluar dari kamar, Alvin segera menyusul Amira yang sudah lebih dulu menuju kamar mandi.

Amira tersentak kaget saat pintu di belakangnya tertutup dan Alvin telah berada di ruangan yang sama dengannya.

“Airnya—belum siap. Nanti kalau udah aku keluar kasih tahu Mas.”

“Sonya menanyakan sesuatu? Kita bisa mencocokkan cerita jika memang dia mengatakan sesuatu.”

Marriage DealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang