Part 34

82 15 2
                                    

Budayakan vote sebelum baca. Komentar setelah baca.

Happy reading💛

Khawatir

Satu kata yang Arya rasakan setelah menerima telfon. Alih-alih memberitahu, Arya justru langsung menarik paksa Tasya untuk kembali mengikutinya. Mengabaikan tatapan orang-orang yang memandang mereka penuh penasaran.

Genggaman tangan yang begitu erat bercampur rasa khawatir yang sangat terasa. Rasa dirundung penasaran terjadi didiri Tasya. Ia tahu ada sesuatu yang tidak baik-baik saja disana.

Selama perjalanan Tasya terus memeluk Arya dari belakang, terpaan angin yang begitu kencang setara dengan cepatnya laju motor yang dikendarai arya. Tak ada percakapan begitu hening diantara mereka, bahkan Tasya sama sekali tidak tahu kemana mereka akan pergi.

"yakinlah semuanya akan tetap baik-baik saja"  gumam Tasya dari balik punggung Arya.

Arya tersadar lalu menurunkan gas motornya. Kecepatan laju motor jauh lebih baik dari sebelumnya membuat gadis dibalik punggung dapat bernapas lega.

Dengan sendirinya tubuh Tasya bergetar, perasaan khawatir bercampur takut langsung menyergap hatinya tak kala ketika ia baru saja menampakan kaki yang terlihat adalah salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta. Rumah sakit yang sama dengan tempat dimana Tiya dirawat.

Tasya memegang lengan Arya, menatapnya penuh permohonan.

"Tiya kritis" Tasya membekap mulutnya tak percaya, bukankah seminggu yang lalu sahabatnya itu terlihat sehat-sehat saja walaupum jarum infus terselip dipunggung tangannya.

Lorong rumah sakit akan selalu ditakdirkan menjadi saksi bisu kesedihan dan kesenangan dari orang-orang yang sudah menjadi bagian sementara didalamnya. Seperti halnya dua orang dengan seragam sekolah yang masih melekat, berlari tergesah-gesah dengan tangan mereka yang saling menggenggam seolah menguatkan satu sama lain. Tak henti-hentinya Tasya menyeka air matanya kasar.

Langkah mereka melambat ketika pintu tertulis ICU nampak jelas dimata mereka, ruangan yang didalamnya selalu menjadi pilihan untuk menetap atau meninggalkan. Isak tangis dari seorang wanita yang berada dipelukan pria paruh baya terdengar memilukan ditelinga Tasya yang sudah berada enam langkah didekatnya.

"tante?" panggil Tasya lirih.

Mendengar itu seorang wanita yang baru saja terpanggil*m menengok kesumber suara, tubuhnya refleks langsung beralih memeluk Tasya erat menyalurkan rasa sedih yang ia rasakan sekarang.

"Ti-tiya nak, anak tante kritis bahkan tadi ia sempet tak sadarkan diri. Tante takut, tante takut putri tante satu-satunya pergi meninggalkan tante sendiri disini. Tante gamau itu sampai terjadi" ucap wanita dipelukan Tasya yang tak lain adalah Eni, mama Tiya. Rasa takut yang lebih dominan, air mata yang terus turun entah sejak kapan membuat tubuh Eni limpung tak sadarkan diri.

"tante!!" pekik Tasya ketika Eni pingsan dipelukannya. Melihat istrinya pingsan langsung saja pria paruh baya yang ia yakini papa Tiya membawa Eni pergi menjauhi ruang ICU.

"Andra?" panggil Tasya meminta penjelasan lebih pada orang yang berdiri berdampingan dengan Arya, rambut berantakan serta mata yang memerah.

"Tiya mengindap penyakit leukimia dan beberapa jam yang lalu Tiya baru menyelesaikan operasi transplusi sumsum tulang belakang terus gu--e gue enggak tau kenapa beberapa menit setelah operasi selesai detak jantungnya malah melemah"

"sejak kapan?" bukan. Bukan Tasya yang bertanya melainkan Arya cowok yang sedari tadi terfokus melihat pintu kini menoleh kearah Andra.

"gue gatau, gue bahkan baru dikabarin beberapa jam sebelum operasi"

INSTABLE - (Ta) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang