Jangan lupa vote ya...
****
"Ren, kau tau kan, hari ini ada jam tambahan?"
"Iya, tau! Paling cuma kelas seni" Rena menaruh buku buku yang dipeluknya di atas meja perpustakaan.
Sementara Meline sedari tadi hanya membuntutinya sambil sesekali menodongkan minuman dingin ke depan mulut Rena, tetapi Rena selalu menggeleng dan membiarkan Meline menghabiskan minuman itu sendiri.
"Tapi nanti sore beda, Ren! Kita melukisnya diluar sekolah"
"Di taman depan?" Rena menyembulkan kepala dari rak buku, memastikan pertanyaan yang ia lontarkan kepada Meline.
"Ya, nggak tau. Pokoknya nanti kamu harus temani aku beli makanan diluar buat makan siang!" Rengek Meline seraya menyeruput sedotan hingga membunyikan suara bahwa minumannya telah habis.
"Iya, santai aja"
"Tau nggak Ren?"
"Nggak tau!"
"Iya kan makanya aku mau ngasih tau!" protes Meline seraya melemparkan plastik bekas minumannya ke tempat sampah.
"Apaan?" Rena mengambil sebuah buku tipis dan menuliskan nomor buku itu di buku daftar peminjaman.
"Shera itu suka iri sama hubungan kalian!" Meline menyandar pada pintu perpustakaan yang masih terbuka lebar.
Rena menoleh santai ke arah Meline, kedua bola matanya menyiratkan rasa malas yang ia ungkapkan dari jiwa nya yang benar benar lelah hari ini.
"Bukan berita yang penting untuk dibahas!" Culas Rena, dia berjalan keluar melewati Meline dengan sorot mata tak suka.
"Aku tau kau tidak menyukai Shera semenjak dia menghinamu"
"Aku sudah melupakan kejadian itu, lagipula Minsten juga tidak mempersalahkan" Tukas Rena.
Shera adalah gadis yang waktu itu pernah memukul Rena setelah berdebat dengan Meline. Rena tak tau lagi cara untuk menarik segala ucapan menyakitkan dari mulut Shera dan kedua partnernya.
Karena mereka berada dalam satu kelas, Rena sudah kebal dengan segala perkataan Shera yang selalu merendahkan dirinya. Lagipula jika Rena melawan, Shera akan semakin gencar untuk menerkam Rena. Jadi, Rena hanya suka mendiamkan segala tingkah laku Shera yang menurutnya sangat kekanak kanakan.
"Aku hanya khawatir jika lama kelamaan dia akan menjatuhkanmu semakin dalam. Aku sangat gemas melihatmu dihina terus terusan sama dia!"
"Jika dia berusaha menjatuhkanku, berarti posisiku saat ini berada diatasnya. Dengar Meline, aku tidak suka meladeni polah dia yang kekanak kanakan!"
"Tapi Ren, bisakah kau bersikap sedikit tegas untuk berbalik membalas perkataan pedasnya? Jangan lembek begitu jadi orang!"
Rena duduk di teras depan gedung perpustakaan, mengikat tali sepatu dan berjalan menuju kelas.
"Aku tahu maksud perkataanmu, kau khawatir kan kalau Shera akan merebut Minsten dariku?" Tanya Rena memastikan.
"Sudah jelas jelas dia suka menggoda Minsten setiap hari, kau tidak takut kalau Minsten akan tergoda dengan rayuan memuakkan itu?" Meline menyipitkan kedua matanya.
"Kalau sampai dia tergoda pun aku tidak peduli. Dia hanya ingin menjagaku dari kejahatan di Washington!"
Meline menghentikan langkahnya, menatap Rena semakin dalam.
"Tahu apa kau tentang itu?!" Meline membelalakkan mata, berharap Rena tidak tahu sesuatu yang saat ini ada dipikirannya.
"Tentang apa? Minsten hanya berkata seperti itu. Dia berjanji akan selalu menjagaku, begitu" Jawab Rena polos, tidak memperdulikan tatapan intens dari Meline yang sedang mencuatkan rasa kekhawatiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGEL ALFALHO
Teen FictionBukan sebuah mimpi, Bukan pula sebuah khayalan, Mimpi yang dialami gadis seni tersebut membuahkan khayalan yang tak lain adalah pengalaman nyata. Ini sebuah misteri, perjalanan, dan kehidupan.