18 (Another Dimension)

37 3 0
                                    


Jangan lupa vote teman-teman!

Selamat membaca

                                ***

"Mendekatlah Rena, jangan takut!"

Rena meraba sampul buku yang telah usang itu. Nafasnya tercekat, rupanya dia kembali mendengar bisikan itu, suaranya persis seperti waktu dia bermimpi di sebuah lorong rumah sakit.

Dia merogoh saku jaketnya, diambilnya sebuah senter kecil untuk menerangi buku itu.

Dia membuka halaman awal, sangat aneh. Tidak ada tulisan sedikitpun disana, padahal waktu pertama kali ia menemukan buku tua itu, tertera banyak tulisan usang didalamnya.

Dia kembali membuka halaman berikutnya, baru terlihat beberapa tulisan yang mungkin sangat ia kenali isinya.

                                  ****

Malam itu, gadis berdarah wili itu memimpikan sesuatu. Sebuah ucapan yang dikemukakan oleh Angel Andreas, dia tidak mengerti, kalung kristal ungu itu sangat menolong salah satu Angel dari bangsa Aleron yang masih di sandera oleh Lavenda.

Bangsa Azura sedang mencari dimana Angel itu berada.

Darah Wili menjadi sasaran Bangsa Azura untuk menghancurkan satu persatu Angel dari Bangsa Aleron.

                                 ****

Rena mengerutkan dahi. Mencerna isi tulisan itu.

Yang patut dipertanyakan adalah darah wili dan kalung kristal ungu.

"Apa maksudnya? Aku? Gadis berdarah Wili?"

Rena membuka halaman berikutnya, dengan harapan menemukan apa yang dia pertanyakan didalam benaknya.

Terdapat tulisan yang ada di sudut buku paling bawah, sangat kecil tapi Rena dapat membacanya.

                                ****

Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang sempat kau canangkan dalam fikiranmu, kau harus mengikuti rules yang tertulis dalam buku ini.

Carilah sebuah pintu, dalam ruangan ini tidak terdapat satupun cahaya. Kau akan memasuki portal ghaib yang akan membawamu memasuki dimensi lain.

Kau harus menemukan siapa saja yang ada didalam pintu pintu itu.

Good luck!

                                 ****

"Kill me!"

Rena menutup buku itu disertai rasa kesal. Baginya, tulisan itu hanyalah lelucon dan karangan penulis buku itu.

Rena berbalik, berniat keluar dari tempat gelap itu.

Rena berlari untuk mencari pintu masuknya tadi, tapi karena keadaan ruangan semakin gelap, Rena menjadi kebingungan, dia harus lewat jalan yang mana.

Dia terus berlari mencari sebuah cahaya untuk menuntun nya menemukan jalan keluar.

Rena berhenti dikala melihat tiga pintu yang bentuk dan warnanya sama. Coklat, terlihat klasik dan, berdebu.

"Salah satu dari pintu ini pasti jalan keluar!"

Rena diam sejenak, memandangi ketiga pintu itu dengan seksama.

"Ya tuhan! Apa yang terjadi dengan diriku? Kenapa aku jadi terjebak dalam mimpi mimpi aneh itu?!" gerutu Rena.

Rena memegang salah satu knop pintu yang berada diposisi tengah, tepat didepan badannya.

Namun, tiba tiba jari jari nya berhenti memutar knop pintu itu.

"Aku yakin ini pasti mimpi!"

Jari jarinya kembali meraba knop pintu.
Memutarnya perlahan, searah jarum jam.

"Dasar mimpi sialan!"

Sambil menggeram, dia mendobrak pintu itu sampai lebar. Awalnya dia hanya memejamkan mata, saat kedua belah matanya terbuka, terlihat hamparan salju yang luas. Disekitar nya ditumbuhi pohon pohon yang hanya tersisa ranting dan dipenuhi butir butir salju.

Dia memantapkan langkahnya.
Perasaan yang menimpanya saat ini adalah senang, tetapi takut.

"Halo? Apa ada seseorang didalam sini?"

Rena berjalan memasuki hamparan salju itu lebih dalam. Menyisakan jejak kakinya yang dangkal.

"Tempat apa ini?!"

Rena memutar kepalanya ke segala arah, bulir bulir salju menjatuhinya, udara dingin menusuk ke seluruh bagian tubuhnya. Bahkan saat ini, bibirnya hampir terasa kaku.

"Rena!"

Panggil seseorang yang berada tak jauh dari belakangnya.

Rena menoleh ka arah sumber suara.
Layaknya seekor serigala, matanya tajam menatap sosok wanita bergaun putih salju yang tengah duduk diatas batu.

"Mama?"

Rena menatap dengan sorot memastikan. Dalam dadanya menggebu gebu, hasrat nya ingin memeluk sosok yang dirindukannya itu, meski Rena tak bisa memastikan, apakah jiwanya masih rela memeluk sosok itu.

"Apa yang kau lakukan disini, Ma?"

Rena berjalan mendekat. Menangkap sosok itu lebih dalam.

"Mama hanya ingin memberitahumu, kau harus berhati hati di Washington!"

Kata wanita itu dengan intonasi datar.

"Maksudmu?"

"Bantu kami mencari kalung kristal ungu itu!"

Rena memincingkan mata, aura kerinduan yang  mengikuti dibelakangnya kini memudar.
Dia merasa bahwa rindu itu tidak pantas ia sampaikan saat ini, Mamanya benar benar tak mengerti perasaannya.

Rena memundurkan tubuhnya, bibirnya mulai kaku. Hanya kelopak mata yang menjadi saksi bisu bahwa dirinya sedang meluapkan kesedihan melalui media hatinya.

"Hanya kau satu satunya yang dapat menolong kami." Tambah sang Mama dengan tampang tak berdosa.

"Maksudmu apa? Apa hubungan kalung itu denganku?!" Rena menyentak.

"Karena kau satu satunya darah wili yang dapat menyelamatkan Angel dari bangsa Aleron!" Jawab Mama tegas.

Guratan di wajah Mamanya terlihat pudar, Mamanya sangat cantik dan muda. Namun Rena tak sempat mau mengatakan pujian itu dalam hatinya, karena organ itu telah teriris oleh wanita yang ada didepannya.

"Mimpi sialan! Apa yang membuatku merasa diperlakukan seperti orang gila begini?" gerutu Rena yang disertai umpatan umpatan kecil.

"...." Mamanya hanya nyengir melihat tingkah gadis pendek yang ada didepannya.

"Bangunlah Rena, plis!"

Dengan konyolnya, Rena menampar pipinya beberapa kali. Berniat supaya dia cepat terbangun dari tidurnya. Nihilnya, apa yang dilakukan dengan penuh harapan itu hanya ditertawakan oleh wanita paruh baya yang ada didepannya.

"Kau sedang tidak bermimpi, Rena! Kau hanya memasuki dimensi lain."

Kata wanita itu yang berhasil menghentikan tingkah konyol Rena.

"Bagaimana cara aku keluar dari sini?!" gertak gadis itu.

"Kau harus menyelesaikan rules yang ada didalam buku tua itu. Setelah semua rules kau selesaikan, portal untuk kembali ke dunia nyata akan terbuka untukmu."

"Sial!"

Rena menepuk dahi. Bibirnya mengerucut dengan wajah yang mulai memunculkan guratan guratan kecil.

Matanya menatap wanita yang mirip Mamanya itu sekilas, untuk berikutnya dia berbalik meninggalkan wanita itu tanpa meninggalkan ucapan ataupun tindakan lain untuk melepas kepergian.

Dia lelah.

                                    ****

                               

ANGEL ALFALHO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang