Happy reading!
.
.
.Setelah mencatat tugas yang diberikan Bu Ratmi, Binar ke luar dari ruang guru sembari membawa sebuah buku dan pensil. Ia berjalan menyusuri koridor kelas 10 dengan wajah kecut. Tak ada alasan lain untuknya tersenyum tatkala beberapa wajah menatapnya sinis.
Entah sudah berapa lama waktu yang dihabiskannya untuk berjalan, tetapi ia tak kunjung sampai di kelas. Akhirnya, Binar memutuskan untuk melangkah ke kantin yang saat ini sedang ramai diserbu siswa. Setiap bilik berusaha menarik minat siswa untuk berkunjung dan membeli berbagai makanan yang telah mereka sediakan. Tak peduli siswa yang marah karena merasa terganggu, mereka tetap gencar melancarkan aksinya agar mendapatkan banyak keuntungan.
Binar memutuskan untuk duduk setelah membeli sebuah cappuccino coffee di bilik kantin paling ujung. Ia meletakkan bukunya di meja dan mengamati seorang siswi berambut blonde yang tiba-tiba saja menarik perhatiannya. Dari tempatnya duduk sekarang, Binar melihat dengan jelas bahwa tubuh siswi itu mulai memancarkan sinar. Sebuah sinar putih yang menyilaukan mata sipit milik Binar. Seperti biasa, pasti akan terjadi peristiwa yang sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Lagi?" Binar menggigit bibirnya saat jari-jari tangan kanannya bergetar kuat. Jemari lentik gadis itu mulai bergerak mengambil pensil dan menulis beberapa paragraf tanpa berhenti, sangat cepat. Binar memejamkan matanya dan mencoba menahan gerakan tangannya. Sayang, usahanya itu tak kunjung berhasil dan berakhir sia-sia.
Kegiatannya mulai menyita perhatian beberapa siswa yang berlalu lalang tepat di hadapannya. Binar mengembuskan napas kasar sembari meracau pelan, “Aku mohon, berhentilah.”
"Lihat tuh! Nggak jelas banget, 'kan?" Seorang siswi kelas 12 yang ia tahu adalah anak IPS tertawa seraya mengejek Binar secara terang-terangan. Tak ada yang berniat membela. Karena selain takut pada senior, seluruh siswa tahu rumor yang sudah beredar sejak Binar ada di sekolah bertingkat tiga itu. Rumor yang mau tidak mau harus dipercaya oleh seluruh warga sekolah.
Binar menghela napas pasrah sambil merutuk dalam pejaman matanya. Rasanya, ia tak ingin semua itu terjadi lagi. Untung saja, tak lama kemudian, tangannya tak lagi bergerak. Binar membuka matanya dengan perlahan. Sembari berusaha menghindari tatapan seluruh siswa yang terpusat pada dirinya, Binar membaca beberapa paragraf yang sempat ia tulis.
"Jadi, kakak kelas yang aku lihat tadi, bakalan ke UKS dan ketimpa reruntuhan genting?" gumam Binar setelah menyelesaikan bacaannya hingga akhir. Gadis itu menggigit bibirnya dengan gusar.
"Sekarang, aku harus gimana? Memperingatkan dia sama saja memperburuk keadaan dan membuatku semakin dikucilkan." Binar meraup wajahnya frustasi. Anugerah yang diberikan Tuhan padanya untuk membantu orang di sekitar, malah membuatnya dibenci banyak orang. Tidak memanfaatkannya, sama saja tidak mensyukuri pemberian Tuhan.
Sembari menghela napas, Binar bergumam pelan, "Aku coba aja kali, ya?" Binar menyapukan pandangannya pada tiap meja di kantin dan menemukan kakak kelas yang tadi sempat dilihatnya di meja pojok kantin.
Gadis itu mengumpulkan keberaniannya. Kemudian memutuskan berdiri dan berjalan mendekati kakak kelas yang tubuhnya tadi sempat memancarkan sinar putih. Langkah kakinya berhasil menyergap perhatian seisi kantin. Binar menunduk ketika menyadari tatapan tajam di sekitarnya. Apalagi siswi dengan rambut blonde yang menyadari bahwa Binar mendekatinya, mulai menatapnya dengan pandangan campur aduk, antara penasaran dan takut setengah mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Writing a Destiny (Completed) ✅
FantasySebuah ucapan atau tulisan pasti saling berkaitan. Lantas, jika salah satunya terwujud sebagai takdir, apakah ada cara untuk menghentikannya? *** Binar, seorang siswi SMA yang kerap dijauhi oleh seisi sekolah karena sebuah rumor. Tangan yang selalu...