Alasan Kepedulian

59 16 51
                                    

Happy Reading, Dear!
.
.
.

Dari kejauhan, Alvi bisa melihat dengan jelas bahwa tak sedikit siswa yang saat ini tengah membentuk sebuah kerumunan. Tampaknya, tak ada yang menyadari bahwa sebentar lagi mungkin guru BK akan segera mengelilingi sekolah. Seluruhnya tampak asyik menonton Binar yang tengah didesak oleh Serilia dan kedua temannya.

Tak jarang terdengar sorakan agar kedua belah pihak terus melanjutkan pertengkarannya. Binar sendiri tidak berkomentar banyak. Ia lebih terlihat seperti pendengar atas semua omong kosong yang diucapkan Serilia.

Kedatangan Alvi disusul dengan ketiga sahabatnya membuat kerumunan itu terbuka dengan sendirinya. Serilia yang berdiri membelakangi Alvi masih tidak menyadari. Gadis itu terus meluapkan amarah tanpa memedulikan suasana sekitar.

“Lo denger omongan gue nggak, sih? Inget posisi dong! Lo cuma adek kelas yang tiba-tiba punya impian buat deket sama cowok gue Alvi! Nggak bakal kejadian tahu nggak, sih, keinginan lo itu!” tandas Serilia seraya mendorong bahu Binar dengan kasar. Kedua sahabatnya tertawa saat gadis itu terbentur dinding.

Siswa yang masih berkerumun tak lagi bersuara saat melihat Alvi tampak menahan amarah. Kedua tangannya terkepal. Meski begitu, ia tetap menahannya dan memilih menyaksikan apa yang akan dilakukan oleh Serilia terhadap Binar selanjutnya.

“Aku nggak pernah punya keinginan buat dekat sama Kak Alvi. Sama sekali nggak pernah,” elak Binar setelah berhasil menetralkan rasa sakit yang mendera kepalanya karena sempat terbentur dengan keras.

Mengetahui Binar masih bisa membalas ucapannya, Serilia semakin geram. Ia mendekati gadis itu sembari menatapnya lebih tajam dari sebelumnya. “Lo bener-bener nggak tahu malu, ya! Gue heran kenapa banyak orang yang takut sama lo! Bisa ngelihat takdir orang lewat tulisan? Lo pikir gue sebego itu buat percaya sama rumor itu?”

“Alvi itu cowok gue! Calon tunangan gue! Gue nggak mau tahu! Lo nggak boleh deket sama Alvi lagi. Kalau sampai gue lihat lo ada di sekitar dia atau temen-temennya, gue bakal bikin perhitungan sama lo!” ancam Serilia tak mau dibantah.

Binar hampir saja pergi dari sana karena tak ingin memperpanjang perdebatan. Namun, matanya tidak sengaja mendapati Alvi berdiri di antara siswa lainnya. Ia pun kembali mengalihkan pandangannya pada Serilia. Setelah menghela napas, ia menyahut pelan, “Bukan aku yang mau dekat sama Kak Alvi.”

“Terus? Lo mau bilang kalau Alvi yang mau deket sama lo? Astaga, lo kebanyakan halu, ya? Lo pikir gue bakalan percaya sama kehaluan lo itu? Sori, tapi lo terlalu rendah buat dia yang istimewa,” desis Serilia sambil tertawa terbahak-bahak.

“Fans fanatiknya Alvi kali sampe bisa halu gitu, ya,” timpal Anila, salah satu teman Serilia yang saat itu juga tengah menertawai ucapan Binar.

Serilia menghentikan tawanya sebelum beralih menjentikkan jari tepat di depan wajah gadis itu. “Sadar! Ini dunia nyata! Alvi itu calon tunangan gue. Lihat! Ini bukan dunia halu lo yang nggak penting itu.”

Beberapa siswa yang berada di dalam kerumunan berusaha menahan tawanya setelah Serilia mengucapkan hal itu. Seisi Yumahes mungkin sudah tahu kehaluan Serilia yang sudah di luar batas. Alvi bahkan tak pernah ingin berada di dalam satu lokasi bersama gadis itu. Namun, dengan sombongnya Serilia justru mengatakan bahwa Alvi adalah calon tunangannya.

Melihat Serilia sudah keterlaluan, Alvi memejamkan matanya sejenak untuk mengontrol emosi. Ia hanya tidak suka seseorang mencampuri urusannya. Bahkan meminta secara terang-terangan agar tawanannya menjauh tanpa seizinnya.

“Binar yang terlalu halu atau lo yang udah mulai gila?”

Itulah pertanyaan yang diajukan Alvi saat ia sudah membuka matanya. Serilia sontak menegang dan membalikkan tubuhnya. Begitu pula dengan kedua temannya yang saat ini sudah terlihat sangat ketakutan.

Writing a Destiny (Completed) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang