Rahelsya Dwirani Putri, seorang gadis berkulit tropis, berambut sebahu, baik hati dan cerewet. Dia memiliki masalalu yang berlika-liku hingga dirinya berakhir menjadi seorang Phobias. Siapa sangka, sosok dimasalalunya kembali datang dikehidupannya m...
Perpisahan adalah langkah awal seberapa kuat kita meneruskan kehidupan ini tanpanya-, -Author
Bandara Soekarno-Hatta dipenuhi banyak sekali orang-orang yang ingin melakukan perjalanan. Baik itu traveling, pekerjaan, bisnis, pendidikan, ataupun hal lainnya yang menyangkut keberangkatan pesawat.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sama halnya dengan seorang remaja yang sedang duduk dikursi tunggu. Dia ditemani oleh wanita paruh baya yang menggenggam erat tangan sang anak.
'Your attention please, passengers of Garuda Indonesia on flight number GA328 to Jerman please boarding from door A12, Thank you'
"Ma, aku berangkat."
Ucap remaja itu seraya berdiri dan sedikit membenarkan letak ransel pada bahu kanannya.
Wanita paruh baya itu langsung saja memeluk anaknya erat.
"Hikkss... Hiikks.."
"Hati-hati sayang. Jaga diri kamu baik-baik disana. Jangan lupa makan, ibadah, gak usah tidur nyampe larut malam. Selalu jaga terus kesehatan kamu. Kalau ada apa-apa telepon Mama ya. Bilang sama Mama kalau kamu but--"
"Iya Ma, tenang aja aku kan bukan anak kecil lagi. Mama jangan nangis, aku sudah bisa jaga diri baik-baik disana."
Ujar sang anak mengusap lembut punggung Mamanya.
"Mama belum selesai bicara sayang."
DINGGG...
DINGGG...
Suara interkom yang menunjukkan 20 menit sebelum lepas landas sudah berdentang.
Remaja itu melepaskan secara perlahan pelukan Mamanya.
"Assalamualaikum."
Sang anak mencium punggung tangan wanita paruh baya itu untuk pamit.
"Hikkss.. waalaikumsalam."
Dia menarik kopernya kemudian berjalan menuju pesawat meninggalkan wanita paruh baya yang menatap sendu kepergiannya.
'Bahkan sekedar salam perpisahan pun Lo gak datang'
***
Rahel bergumam pelan mengikuti gaya bicara Sean yang super-super menyebalkan dan sangat irit dimatanya.
"Ekhem!"
"Haus."
"Lapar."
"Gerah."
"Pegal."
Sebenarnya, itu bukan sekedar perkataan biasa. Di dalamnya banyak sekali makna. Maksudnya makna perintah untuk Rahel.
Sekarang gadis itu berada dikantor 'AnggaraCorp' denganmenjadi asisten bodohnya Sean.
Semua keperluan laki-laki itu, dari mulai minum, makan, disuapi. Gerah, panas harus dikipas dan aturannya gak ada pake kipas angin ataupun AC. Sean bilang 'menghemat listrik'.
"Dasar pelit."
Gumam Rahel mempoutkan bibirnya.
"Lantainya kotor."
Ucap Sean yang masih sibuk mengerjakan berkas-berkasnya.
"Lalu?"
Rahel sedikit menghentikan acara memijat pundak laki-laki menyebalkan itu.
'Maksudnya apa huh?! Apa dia sedang menyuruh ku secara halus untuk membersihkan lantai ruangannya yang seluas kamar Ravatar dan lapangan golf ini. Oh my!! Apa sekarang aku terlihat seperti OB?! Tidak bisakah dia berhenti untuk menyuruh ku ini itu termasuk hal-hal yang tidak masuk akal'
"Aku hanya menyatakan lantainya kotor."
"Kau pikir aku bod--"
"Memang."
Posisi Rahel yang awalnya dibelakang Sean sekarang perempuan itu sudah pindah tempat berdiri didepan meja kebesaran laki-laki itu. Dia sudah sangat kesal, berharap bisa mengikat Sean dikursi angkuhnya itu kemudian Rahel ingin melemparnya dari atas gedung ini (dalam mimpi).
"Kau pikir aku sebodoh itu?! Hei!Tentu saja aku mengerti semua perkataan singkat mu itu. Dan memangnya kau pikir aku ini seorang baby sitter, asisten, sekretaris, OB ?!"
Ucap Rahel menggebu-gebu.
"Ishh.. Kau dengar tidak?!"
"Hallo."
DUGG
"Awww..."
"Menyebalkan."
Rahel menendang meja laki-laki itu dengan keras, berharap kekesalannya bisa hilang. Tapi, bukannya hilang yang ada malah menambah kekesalan saja. Mungkin karena terlalu keras menendang, kakinya sedikit sakit.
Rahel pikir kalau terus berlama-lama diruangan biadab ini yang ada dia bisa mati muda. Lalu bagaimana dengan masa depannya? Tidak-tidak, Rahel masih ingin menempuh jalanan yang cerah bersama sang suaminya suatu saat nanti.
"Jadi, dari tadi aku berbicara panjang kali lebar ternyata dia tak mendengarkan ku."
"Helloooo..."
"Kurasa telepon canggih itu lebih penting dari pada aku."
Gadis itu lebih baik memutuskan keluar ruangan meninggalkan Sean yang masih sibuk dengan seseorang di seberang sana. Jangan lupakan bibirnya yang terus saja mengoceh seperti burung beo.