Ternyata kata sahabat bagimu hanyalah sebuah topeng semata-,
-Rahelsya
13 tahun yang laluSeorang anak laki-laki berumur sekitar 10 tahunan, tengah duduk di kursi taman memandangi anak seusianya yang sedang bersenang-senang. Semua anak-anak disana bersorak gembira dengan kebersamaan mereka. Sepertinya, hanya dia saja yang tak memiliki teman sebaya untuk bisa diajak bermain ataupun teman mengobrol.
Bugghh..
"Awwsss.."
Seorang anak perempuan terjatuh dari sepeda miliknya tepat dihadapan anak laki-laki itu.
Beruntung sekali, tubuhnya tidak tertimpa sepeda pink yang ia tumpangi. Lutut dan sikutnya sedikit berdarah karena tergores kerikil kecil saat tadi terjatuh. Hanya luka kecil saja, tidak lebih dari itu.
Dia memasang puple eyesnya berharap akan mendapatkan bantuan dari anak laki-laki yang sedang terduduk dengan santai dikursi taman.
Namun naas, anak laki-laki yang duduk tak jauh darinya, sama sekali tidak membantu atau untuk sekedar panik pun tidak sama sekali. Dia hanya terus memandang tanpa ada pergerakan.
Merasa diabaikan terus, gadis kecil itu menundukkan kepalanya dengan isakan kecil yang keluar dari bibirnya.
"Hikkss.."
Ujung jari tangannya ia mainkan satu sama lain dengan acak dan sedikit ditekan-tekan. Mungkin, mereka akan tertawa jika melihat kelakuan anak perempuan itu yang begitu lucu. Bibirnya dipautkan kedepan beberapa cm seakan akan dia sedang merajuk.
Tak butuh waktu lama, tiba-tiba saja ada yang mengulurkan sebuah tangan dengan sukarelawan tepat diwajahnya.
"Telima kasih."
Ucap gadis kecil itu dengan senyuman yang terukir begitu manis dan amat lucu. Matanya berbinar senang melihat sosok yang diperkirakan 5 tahun lebih tua darinya.
Ya, dia adalah anak laki-laki tadi yang sempat terdiam cukup lama sekedar menyaksikan saja. Sebenarnya, alasan anak itu membantu bukan karena kasihan, tapi dia hanya takut saja jika anak-anak yang lain beranggapan bahwa dia lah yang sudah membuat gadis kecil itu terjatuh dan menangis.
Dia tak ingin jika harus dicap anak jahat dan tidak punya perasaan terhadap sesama. Meski, memang seperti itulah kenyataannya, anak laki-laki dengan karakter acuh terhadap lingkungan dan tak memiliki perasaan pada yang lain.
Gadis kecil itu menerima uluran tangan didepannya dengan senang hati. Tangan mereka saling berpegangan erat satu sama lain. Anak laki-laki yang menolongnya sedikit menarik lembut untuk membantu dia agar bisa berdiri kembali.
Setelah berdiri, sebuah tangan melambai-lambai didepan wajah anak laki-laki itu.
"Haaaaaiiiii...."
Sapa gadis kecil tadi begitu riang dan gembira. Jangan lupakan pula senyuman lebar yang menampilkan deretan gigi susunya. Lain halnya raut muka yang diberikan sosok didepannya. Tanpa ekspresi, begitu datar dan tak bersuara. Sekedar untuk membalas hai pun tidak ia keluarkan dari bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Lilies & Phobias (END)
Ficțiune adolescențiRahelsya Dwirani Putri, seorang gadis berkulit tropis, berambut sebahu, baik hati dan cerewet. Dia memiliki masalalu yang berlika-liku hingga dirinya berakhir menjadi seorang Phobias. Siapa sangka, sosok dimasalalunya kembali datang dikehidupannya m...