Chap.16 Awal cerita

94 23 28
                                    

Aku harus kehilangan sosoknya hanya karenamu yang aku tunggu-,
-Sean

"Ma, Pa, Sean mau ke taman sebentar."

Seorang anak laki-laki berusia sekitar 10 tahunan langsung menatap sang kakak penuh binar. Matanya teralihkan begitu saja dari acara kartun kesukaannya yang sudah ia tunggu sejak tadi pulang sekolah.

Tania dan Anggara yang sedang menemani anaknya menonton televisi, berbalik melihat penampilan Sean yang rupanya sudah rapi.

"Rava juga mau ikuuuuuut."

Teriak Rava begitu antusias berhamburan mendekati sang Kakak.

"Emangnya kamu ada perlu apa ke taman?"

Tanya Anggara melirik sekilas anak sulungnya.

Anak laki-laki itu sedikit menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia sendiri bingung belum mempersiapkan jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan Papa dan Mamanya.

"Emm.. ada janji sama temen."

Sedari tadi Rava terus menarik narik ujung kaos pakaian yang dipakai Sean.

"Kak.. kakak? Rava boleh ikut kan? Ya? Iya kan, boleh?"

Seseorang yang ditanya tersebut hanya diam saja sebagai jawaban.

Anak laki-laki itu masih setia menunggu suara dari sang Kakak yang masih tetap bungkam.

"Rava, kalau mau main sama Kakak nanti saja ya. Sekarang Kakaknya lagi ada perlu sama temennya."

"Iya kan Ka?"

Lanjut Tania berucap lembut menghampiri kedua anaknya.

Sean sedikit berjongkok didepan Rava untuk menyamakan tinggi tubuh mereka.

"Kakak janji lain kali kita main."

Terlihat jelas adiknya merajuk dengan mempoutkan bibirnya kedepan sedikit maju.

Tania yang melihat gurat kesedihan Rava pun menuntun anak bungsunya untuk menyaksikan kembali layar televisi.

"Rava mending temenin Mama nonton televisi dirumah. Nah, main sama Kakanya lain kali aja. Nanti kita juga ajak Papa buat main bareng sekalian."

"Bener Pa?"

Ujar Rava menatap Papanya yang masih sibuk membaca koran ditangan.

"Iya, kebetulan diarena lapang dekat taman ada Pasar Malam nanti sore. Kita main bareng-bareng ya nanti disana sama Kakak."

"Yeay!! Sayang Papaaa."

Teriak Rava penuh semangat melompat-lompat disofa tempat mereka duduk.

"Sayangnya sama Papa doang. Sama Mama, Kakak enggak?"

Tukas Tania sedikit menggeser tubuhnya kedekat pegangan sofa.

White Lilies & Phobias (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang