Chap4. Sakit

169 89 67
                                    

Kalian tak akan pernah tahu dimana hati kita akan berlabuh-,
-Author


Bel masuk sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Tapi, Rava masih enggan memasuki kelasnya. Karena memang sekarang ini guru-guru sedang sibuk merekap nilai. Alhasil Rava akan mencari keberadaan Rahel.

Tapi, saat dikoridor, tak sengaja ia melihat Chaca sedang menyapu lantai dengan teman satu kelasnya.

"Cha!"

Panggil Rava seraya mendekati Chaca.

Chaca yang merasa dipanggil pun menengok dan menghentikan acara menyapunya.

"Iya, ada apa Rav?"

Tanya Chaca sedikit membenarkan letak kacamatanya.

"Cha, Rahel udah datang belum?"

"Belum Rav, bangkunya juga masih kosong."

"Kayaknya Rahel kesiangan deh."

Lanjut Chaca menatap ujung sepatunya. Rasanya ia sangat gugup berhadapan dengan cowok itu.

"Oh gitu, ya udah gue mau tunggu Rahel digerbang aja."

"Tap--"

Belum sempat Chaca berucap, laki-laki itu sudah pergi meninggalkannya.

"Aku masih ingin bicara sama kamu."

Gumam gadis itu yang sudah pasti tidak dapat didengar lagi oleh Rava.

Chaca hanya tersenyum getir. Ia hanya menatap kepergian Rava dengan kecewa.

'Sebegitu pentingnya kah Rahel buat kamu, Rav?'

'Apa perlu aku menjadi Rahel? Supaya kamu memandangku ada'

***

Berbeda dengan suasana didalam mobil, sangat hening. Diantara mereka, tak ada yang ingin memulai pembicaraan atau hanya sekedar tegur sapapun tidak sama sekali.

Rahel yang masih menatap keluar jendela dan Sean yang lebih memilih pokus menyetir.

"Berhenti om!"

Ucap Rahel menunjuk gerbang berwarna hitam dengan dinding tembok sedikit abu muda.

Sean menepikan mobilnya didepan sekolah gadis itu.

Dia tersenyum, rupanya gadis itu bersekolah di yayasan milik keluarga Anggara.

Rahel yang memang tipikal cerewet sudah mumet dengan keadaan canggung ini. Langsung saja ia membuka pintu mobil Sean. Tapi, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menahannya. Mau tak mau Rahel memandang wajah cowok itu dengan tatapan bertanya.

"Apa?!"

"Hmmm.. Tidak."

Sungguh Rahel ingin berteriak sekarang juga. Argghh.. ingin rasanya ia memasukan sepatunya ke mulut laki-laki itu. Kalau perlu, ia juga ingin membunuh Sean hingga tewas.

White Lilies & Phobias (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang