Di kediaman Pak Wisnu dan istrinya Maryam sedang dilaksanakannya makan malam keluarga. Tampak ramai sekali ruang makan tersebut dikarenakan ketiga anaknya kumpul dengan membawa istri juga suami beserta anak-anaknya. Anak pertama dari Pak Wisnu dan Bu Maryam adalah seorang laki laki yang bernama Ghaffar Ruzain yang biasa dipanggil Zain. Sedangkan anak keduanya yang bernama Mahreen Safana yang biasa di panggil Ana. Tinggal si anak bungsu yang bernama Raveena Mishall Gazala yang biasa dipanggil Rara kini masih kuliah di salah satu universitas bandung dengan jurusan kedokteran.
Kedua kakaknya Rara sudah berkeluarga dan bahkan sudah memiliki anak, kak Zain sudah mempunyai istri yang di sebut teh Ziyya dan memiliki anak 1 yang sudah TK A. Sedangkan teh Ana sudah memiliki suami yang biasanya di panggil kak Hanif mereka baru saja menikah 4 bulan yang lalu dan kini dikaruniai anak yang masih 3 bulan usia kandungannya.
"Dek, gimana kuliahnya?" Tanya kak Zain ketika semuanya sudah berkumpul di ruang keluarga.
"Alhamdulillah baik kok,kak." sambil bermain dengan Azzam --ponakannya-- Rara menjawab pertanyaan kakanya.
"Pasti susah banget ya, ngambil jurusan kedokteran? Kalau teteh sih kayaknya gak mampu." sambung teh Ana sambil sesekali memakan mangga muda yang sudah dibuat rujak. Yup teh Ana sedang ngidam rujak mangga muda.
"Iya, dek. Teteh aja pas liat bukunya pada tebel-tebel gitu udah ngeri liatnya. " tambah teh Ziyya yang duduk di sebelah kak zain sambil bergidik.
"Kalau aku sih alhamdulillahnya masih mampu teh,tapi aku gak mampunya makan mangga muda yang aseemmm banget," balas Rara sambil menatap kearah Ana dengan tatapan yang ngeri membuat semuanya yang ada di ruangan itu terkekeh termasuk Azzam karena melihat wajah konyol Rara saat berbicara.
"Ih enggak asem tauu. Ini enak banget, ya gak a?" elak teh Ana minta dukungan kepada suaminya Kak Hanif. Hanif yang mengetahui jikalau istrinya ini sangatlah sensitif hanya bisa mengangguk saja mengiyakan.
Tak lama dari pembicaraan tersebut Kedua kakak Rara pamit pulang dikarenakan besok hari minggu yang mengharuskan mereka kembali ke aktivitas awalnya. Setelah mengantar kedua kakaknya ke gerbang depan Rara pun kini langsung ke kamar untuk menyiapkan keperluannya ke kampus. Sedangkan Umi dan Abinya sudah masuk ke kamar mereka.
"Heum, aku pake gamis yang mana ya?" gumam Rara sambil melihat - lihat koleksi gamisnya. Setelah membanding bandingkan dirinya pun mengambil gamis yang berwarna peach dengan khimar yang senada tak lupa dengan kaos kaki dan sepatunya.
Ketika sedang memasukkan buku catatannya ke dalam tas,pintu kamar Rara di ketuk. Tak lama suara Umi yang menyuruh ia turun ke bawah pun terdengar di depan pintu kamarnya.
"Ra, turun dulu yuk. Ada yang mau umi sama abi omongin ke Rara. Umi sama abi tunggu di bawah ya sayang," ucap Umi setelah mengetuk pintu kamar Rara.
"Iya mi kalau udah selesai Rara nanti turun." jawab Rara sambil memasukan buku catatannya ke dalam tas.
Rara pun turun ke bawah menuju ruang keluarga lagi. Dilihatnya abi dan umi sudah duduk di sofa menunggu kedatangannya.
"Sayang, abi ingin berbicara serius kepadamu." setelah Rara duduk Abi wisnu mulai berbicara. "Bicara tentang apaan, Bi?" nada bingung terdengar dari suara Rara karena tumben tumbenan Abi dan Uminya berbicara dengan sangat serius.
"Abi punya sahabat sejak SMA dan kami bernazar jika memiliki anak yang berbeda jenis kelamin akan kami jodohkan, dan sahabat abi memiliki 2 orang putra. Anak yang pertama sudah menikah dia seusia kakak kamu Zain sedangkan yang kedua masih kuliah semester akhir." jelas Abi sambil mengingat-ngingat pertemuannya dengan Yusuf --sahabat smanya-- ketika di masjid.
"Kok Rara sih bi? Kenapa pas itu gak Teh Ana aja." tolak Rara kepada abinya.
"Sayang waktu itu, Ana sudah di khitbah nak Hanif jadi abi tidak bisa menjodohkan nya dengan anak pertama sahabat abi. Sekarang harapan Abi cuma ada di Rara." bujuk Abinya kepada Rara. Rara masih diam karena kesal kepada Abi dan uminya kenapa hanya dia saja yang dijidohkan sedangkan kedua kakaknya tidak.
"Rara cantik, anaknya umi sama abi. Rara emang mau lihat abi disiksa gara-gara tidak bisa melunasi nazarnya?" bujuk Uminya yang meluluhkan hati Rara. Rara tidak tega jika kedua orang tuanya disiksa nanti di neraka. 'Baiklah jika dengan cara aku menerima perjodohan ini aku bisa berbakti kepada mereka, insyaallah aku terima.' batin Rara berbicara.
"Yasudah bi, Rara terima perjodohannya. Rara mau ke atas dulu ya Bi,Mi." putus Rara sambil mengecup pipi kedua orang yang paling berharga di dunianya ini.
"Alhamdulillah, iya." balas abi dan uminya dengan raut bahagianya.
TBC
Minggu/27/10/19
YYTTTHIA💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdirku [HIATUS]
Spiritualité[Spiritual - teenfiction] Dia yang membuat hidupku berubah, datang dengan tiba-tiba yang tak pernah terpikirkan olehku. Kini tinggal kuucapkan selamat tinggal ke masa dimana aku masih bebas. Semuanya adalah takdir. Takdir dari-Nya, yang menurutku ad...