Part 7

2.9K 327 1
                                    

"Jadi... itu peraturannya!" kata Adora sambil mengangkat jarinya keatas dengan tatapan sok serius.

Altheron, Audrey, Austin, Fikri, Adara, Yohan, Gina, juga ditambah Alva sedang duduk berjajar menghadap Adora dengan tatapan serius.

Adora jadi guru, sisanya jadi murid, kayak gitu ilustrasinya.

"Pokoknya, Aunty hari ini jadi guru, kalian jadi murid!" kata Adora sambil menunjuk mereka semua.

"Aunty, kita kan mau main masㅡ"

"Gak! Kita main guru-guruan! Baru mama-mamahan!" kata Adora sambil menunjuk Gina.

"Ah gue gak mau main guru-guruan, bangsat! Gue jenuh anjing main guru-guruan, gue baru balik ngampus!" kata Alva.

Alva sendiri ditelfon Adora disuruh kesini, karena katanya pemainnya kurang, jadi biar ramai, anak itu disuruh datang.

Adora langsung memasukan kertas yang dibentuk bola ke mulut Alva.

"Ngomong terus lo! Kalo gak suka angkat kaki!!!!" kata Adora.

"Tau lo! Dasar gurita tanpa tulang!" kata Altheron ke Alva.

Alva hanya bisa pasrah saja.

"Ya udah, ganti! Kita main Mama-mamahan!" kata Adora.

"Okee!! Aunty Dora jadi Mama!! Uncle Theron jadi Papa!" kata Alva sambil bertepuk tangan.

"E-eh?" Altheron langsung salting gak jelas.

"Iyaaa setujuuu!!" kata para anak-anak.

"Nggak, aaah! aku panggil Uncle Ziㅡ" Adora hendak menolak.

"NGGAK BOLEH! HARUS MAUUU!!!" kata Audrey.

"Hhh... yaudah iyaa," kata Adora sambil agak tersenyum sedikit dipaksakan.

...

"Bukan! Bukan gitu!!" Fani menatap nyalang ke arah Arva yang lagi mainin pensil di atas mulutnya yang dimoncongin.

"Masa gue dapet bagian yang susah-susah, sedangkan lo yang gampang-gampang?!" Protes Fani melemparkan kertas tugasnya.

"Ya kan lo tadi minta yang dikit, tuh yang susah-susah kan dikit," balas Arva acuh.

"TAPI GAK GINI JUGA GOBLOK!!" Teriak Fani sampe bikin anak lain yang masih ada di kosan kaget.

"Innalillahi... gue kira terompet sangkakala," ucap Rafif, teman kosannya Arva.

Oke, cuma epwaiai aja ya, kosan punya Arva tuh kayak mansion gitu. Cuma karena rumahnya gak kepake sama pemiliknya, pengen dijual tapi sayang, ditinggalin nggak ada yang ngurus. Jadilah dibikin kosan buat anak cowok, tadinya buat anak cewek tapi gak jadi. Gak ada yang tau kenapa dan gak ada yang peduli. Kalo kata Arva mah,

"Seenggaknya bisa ditempatin."

"SETAN LO, PIP!" Umpat Fani kembali teriak.

Emang fans berat dia ama oktaf tinggi, jadi gini. Suka teriak kayak orang gila.

"BERISIK LO BERDUA, JING!! GUE MAU ISTIRAHAT SEHARIAN AJA GAK BISA. KELUAR LO DARI SINI!" Teriak seseorang dari lantai dua.

"Mampus si macan bunting ngamuk," gumam Arva langsung bangkit dari duduk lesehannya.

Ngeberesin semua kertas yang ada di meja ruang tamu itu, Fani yang ngeliatin bingung sendiri soalnya dia gak tau apa-apa. Baru pertama kali dia ada di kosan Arva, mana tau dia soal seluk beluk keseharian dan teman sekosan Arva.

"Ngapain lo?" Tanya Fani.

"Kita cabut ke kafe depan, udah gak aman di sini," balas Arva udah mulai masukin kertas-kertasnya ke dalem tasnya.

Sudden MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang