k

948 150 19
                                    

Kyuhyun masih tidak bicara dengan papa Cho. Pagi itu dilalui sama seperti kemarin. Dia masih diam namun melakukan semuanya seperti biasa. Makan dan obat yang paling penting.

Sebenarnya Kyuhyun sedikit tidak nyaman. Tapi entahlah. Dia tidak ingin minta maaf lebih dulu.

Dia berangkat seorang diri. Kibum bilang akan sedikit terlambat, jadi dia pergi tanpa menunggu Kibum.

"Seohya, pagi!" sapanya saat melihat gadis itu berjalan di depannya.

Seohya hanya melihatnya sekilas. Melengos tidak peduli.

"Kau masih kesal soal kemarin?" Kyuhyun mengikuti. Seohya mempercepat jalannya. Namun Kyuhyun melakukan hal yang sama. Membuatnya dongkol.

"Jangan mengikutiku! Aku masih kesal padamu! Melihatmu jadi makin kesal!" seru Seohya berhenti.

"Kesalnya jangan lama-lama. Tidak enak, tahu. Kita, kan teman sekelas."

Makin menjadilah emosi Seohya. 'Teman sekelas' Kyuhyun bilang. Kyuhyun itu tidak peka sekali. Dia, kan suka. Bukan sekedar suka. Sangat suka. Suka sekali. Sukanya membuat dadanya berdegup keras. Kayak orang jantungan. Dan itu hanya jika bersama Kyuhyun. Sekarang pun begitu. Walau kesal, Seohya senang dikejar begini.

Melihat Seohya yang bukannya membaik, tpi malah makin gelap wajahnya. Kyuhyun buru-buru meminta maaf. Tidak tahu jelas apa salahnya.

"Maaf. Ampuni aku Seohya. Please." Kyuhyun mengatupkan tangan, menunjukkan keseriusannya dalam meminta maaf.

Seohya mengambil napas berat nan dalam. Sedikit rileks. "Baik. Tapi kau lakukkan sesuatu untukku."

Kyuhyun menurunkan tangan. "Apa? Akan kulakukan apapun, selama itu membuatmu senang."

Seohya mengerjap lamban. Pipinya bersemu samar. Mendadak tenggorokannya kering. "I-itu ada dua hal. Satu, hari Minggu nanti ayo pergi ke Taman Bermain."

"Ayok!" Kyuhyun mengangguk senang. Kalau pergi ke tempat itu, dia juga mau. "Hanya berdua?"

"Tentu saja!"

Kyuhyun sedikit aneh, tapi tetap mengangguki lagi. "Hal lainnya?"

Seohya membasahi bibir. "Semua orang tahu bagaimana Kibum itu. Jadi rasanya mustahil melakukan ini. Tapi aku benar-benar ingin Kibum dan Jeoyung berbaikan."

"Pacaran lagi?"

"Bukan. Kelihatannya Kibum sudah tidak peduli dengan Jeoyung. Saat aku cerita soal Jeoyung kemarin, tanggapannya saja seperti itu. Tapi jika itu sebagai teman, pasti tidak apa. Kibum bisa bicara baik-baik dengan Jeoyung agar hatinya tidak terlalu sedih."

"Jeoyung sangat sedih, ya?"

Seohya mengangguk keras. "Dia bahkan sampai menangis."

"Kau yakin itu karena Kibum?"

"Apa lagi? Hanya Kibum yang bisa mendapatkan hatinya, pasti Kibum juga yang bisa menyakitinya."

Kyuhyun menghela pendek. Berpikir. "Aku tidak yakin. Tapi masalah mereka, biarkan saja. Mereka tahu bagaimana mengurusnya."

"Tapi, Kyu"

Kyuhyun meletakkan tangan di pundak Seohya, menghentikan ucapan gadis itu dengan senyuman lebarnya. "Kita akan kencan hari Minggu nanti. Pikirkan saja itu. Kka, ke kelas sekarang."

Kyuhyun berjalan lebih dulu. Tidak tahu jika Seohya menahan jeritannya di belakang lantaran senang. Wajahnya sudah seperti kepiting rebus pagi-pagi begini.

#

Kibum tidak tahu kapan tepatnya, usaha si papa pailit sebelum dinyatakan bangkrut. Yang jelas bagaimana bisa papa menunggak SPPnya hingga berbulan-bulan? Sebelum benar-benar tidak memiliki uang, seharusnya, hal utama yang diproritaskan pria tua itu adalah pendidikannya.

Apa lagi di jaman sekarang, solusi untuk masa depan lebih dipermudah, papa harusnya mikir lebih cerdas. Buat tabungan pendidikan untuknya atau apa. Ini tidak. Dasar memang, papa tidak berguna, pikir Kibum. Dongkol dengan penjelasan si papa begitu dia menagih uang untuk SPP.

Rokok saja diutamakan. Kena penyakit parah baru tahu rasa nanti. Awas saja jika itu terjadi dia mengeluh banyak padanya, Kibum tendang juga.

"Aku tidak mau tahu, kau harus melunasinya!"

"Iya-iya. Tenang, sih."

"Tenang bagaimana? Kalau aku memiliki orang tua yang lebih bisa diandalkan aku tidak perlu secemas ini."

Papa Kim menatap jengah putranya. "Aku ini kurang diandalkan bagaimana lagi, ha? Makin kurang ajar. Memang kau harap memiliki orang tua seperti apa? Ibumu saja tidak peduli padamu."

"Papa Cho. Aku sangat bersyukur tujuh turunan jika memiliki ayah semacam itu."

Papa Kim menatap putranya dalam. Kibum tersenyum remeh. Menepuk surat tagihannya sarkastis, menyorongnya di depan sang papa. "Kau bahkan tidak bisa dibandingkan dengannya. Menyedihkan."

"YAK!!!"

Tapi Kibum sudah berlalu untuk sekolah. Papa Kim kesal sekali. Meremat surat tagihan dengan penuh perasaan. Melemparnya di arah anaknya pergi.

#

Seohya tidak berhenti menatap Kyuhyun. Sejak pagi dia sudah kegirangan. Tepatnya setelah apa yang dikatakan Kyuhyun.

Kencan.

Sekalipun itu permintaannya. Tapi bukan dia yang menyebut itu kencan. Kyuhyun mengatakannya. Tegas, lugas, tanpa keraguan.

Jeoyung mencolek lengan Seohya sejak tadi dia melihat gadis itu melihat terus ke Kyuhyun. Tidak fokus ada pekerjaannya sendiri.

"Ya?"

Jeoyug menunjuk kanvas Seohya dengan kuasnya. Seohya menatap apa yang ditunjuk Jeoyung, lalu memekik pelan. Tugas seni rupanya rusak. Seohya buru-buru melepas kanvas dan menggantinya dengan yang baru.

"Kau begitu sukanya dengan Kyuhyun?"

Seohya tersenyum malu. Kali ini mencoba fokus melukis. Memperhatikan sekeranjang buah-buahan yang jadi objek lukis mereka dan kanvas kerjanya.

"Kau juga sangat suka Kibum, kan" Seohya masih bisa menyahut.

"Tidak."

"Jangan bohong."

Jeoyung menggeleng. Namun Seohya masih pada pemikirannya. Padahal sejak awal Jeoyung tidak mengatakan apapun. Tidak menyinggung Kibum sama sekali. Tapi entah dari mana Seohya berfikir, hari itu ketika dia menangis karena Kibum.

"Tidak apa. lupakan Kibum. Kau bisa menemukan pria lain yang lebih baik."

"Seharusnya itu yang kukatakan padamu. Kau harus mulai melihat kalau hubunganmu dan Kyuhyun itu tidak mungkin."

"Kau salah. Kami bahkan akan berkencan Minggu ini."

Jeoyung menatap lurus Seohya. Kuasnya turun, begitu juga bahunya. "Haaa… pantas matamu tidak berkedip padanya," dia terkekeh. Menggeleng maklum. Seohya tersenyum bangga.

Di sisi lain, Kyuhyun melakukan tugasnya dengan serius. Kibum melihat hasilnya dan memuji.

"Kupikir, ada juga yang bisa dibanggakan darimu."

"Kau terlalu meremehkan aku selama ini." Kyuhyun menaikkan alisnya sombong.

Kyuhyun mungkin tidak jago dalam banyak hal. Tapi soal seni, dia tergolong yang berbakat.

#

Papa Cho mengetuk pintu kamar putranya. Tanpa menunggu lama pintu dibuka Kyuhyun dari dalam. Papa Cho mengulas senyum, tapi anaknya melengos masuk. Membiarkan pintu terbuka.

"Papa minta maaf, Nak."

Papa Cho ikut masuk, mendudukkan diri di dekat Kyuhyun. Setelah merenungkan diri, dia pergi pada putranya untuk mengatakan ini.

Kyuhyun tidak langsung menjawab. Dipandanginya papa dalam diam seraya meremat-remat ujung bantal di atas pangkuannya.

"Tidak mau memaafkan Papa?" papa memasang wajah sedih. Sungguhan sedih. Kalau Kyuhyun marah, rasanya dia juga merana. Sudah di luar berat memikirkan pekerjaan sampai rumah di hadapkan pada Kyuhyun yang tidak seaktif biasanya. Rasanya jadi hilang semangat tidak ada hiburan.

"Lain kali, Papa tidak perlu ikut ke Rumah Sakit saat aku Check Up."

"Ya, tidak bisa, dong. Papa perlu tahu perkembangannya. Kau juga perlu wali orang dewasa."

"Tidak perlu," sanggah Kyuhyun. "Aku sendiri yang mengurus penyakitku bersama tim Dokter. Papa jadi sumber dananya saja. Berapapun yang kuminta, kasih."

Kening papa menjadi berkerut mendengar pemikiran Kyuhyun ini. Solusi macam apa yang seperti itu. "Masih kesal, ya. Jadi bicaranya ngelantur begitu."

Kyuhyun menggeleng masih berwajah serius. Dia menyingkirkan bantal dari pangkuannya, dia yang duduk bersila beringsut maju hingga lututnya menyentuh papa. Dia sedikit membungkuk, "Papa, aku tidak marah. Hanya kecewa. Changmin bilang sikap Papa wajar. Tapi aku juga tidak salah. Karena itu aku akan berusaha memahami Papa."

Suara Kyuhyun pelan, tapi dengan jarak itu dia bisa mendengar jelas setiap kata yang diucapkan putranya. Matanya berkaca senang, bibirnya juga tersenyum. Papa Cho mengangguk kecil.

"Tapi," Kyuhyun kembali menegakkan punggungnya. Memasang mata tajam lagi. "Papa juga jangan begitu. Aku tetap tidak terima kalau Papa selemah itu. Aku ini 100 persen mengerahkan tenaga untuk berjuang. Untuk Papa. Aku ingin hidup lebih lama. Ingin sembuh juga. Demi Papa. Kalau hati Papa mudah melemah, aku juga jadi lemah. Itu memundurkan semangatku, Pa."

Air mata Papa Cho sudah jatuh. Namun kepalanya mengangguk keras-keras, bibirnya juga terus mempertahankan senyum. Dia juga memikirkan hal itu. Dia menyesal telah bersikap seperti kemarin. Yang seharusnya dia kuat, agar anaknya juga kuat. Kyuhyun sudah berjuang dengan baik, sudah jadi bagiannya untuk mendukungnya agar terus semangat. Bukan malah mementalkan mentalnya begitu.

Kyuhyun berdiri dengan bertumpu di dua lututnya. Memeluk leher papanya sayang. "Maafkan, Kyu juga Papa," ucapnya lirih.

"Hm." Papa Cho melingkarkan kedua tangannya di punggung Kyuhyun. Menyesap dalam-dalam aroma putranya. "Papa janji tidak lemah lagi. Maaf, ya."

Janji yang sama lagi. Hati papa Cho memang lemah tapi dia berjanji kali ini dia tidak akan menunjukkan kelemahannya di depan sang anak. Dia akan memastikan pikiran Kyuhyun rileks untuk menjalani pengobatan. Jika dia harus menangis atau mengeluh dia akan melakukannya di belakang Kyuhyun.

Dia sudah berjanji. Apapun demi putranya.

###

Tbc

Friday, June 14, 2019
7:48 AM

Sima Yu'I

an opportunityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang