IV

6.8K 519 9
                                    

"Yeonji-ya, selamat ulangtahun!" seru Jongin di depan cinta pertamanya. Ia menyodorkan sebuah kotak biru berbahan beludru. "Untukmu."

"Apa ini?" tanya Yeonji seraya meraih kotak itu. Ia membukanya dengan perasaan tidak sabar. Siapa pula yang akan sabar membuka hadiah dari orang yang dicintai? Ia membekap mulutnya melihat benda di dalam kotak itu.

"Indah sekali, Jongin-ah," ucap Yeonji memuji gantungan kunci berbentuk bulan yang diberi Jongin di hari ulangtahunnya yang ke-13 itu. Gantungan itu berkilauan di bawah sinar rembulan. Jongin telah menabung untuk membeli gantungan itu sebagai hadiah untuk Yeonji. Rasanya semua pengorbanannya menahan rasa lapar tidak terbuang sia-sia melihat senyuman indah terukir di wajah Yeonji.

"Terima kasih. Aku suka sekali," kata Yeonji berseri-seri.

"Sama-sama. Ayo pulang!" Jongin mengacak rambut Yeonji. Mereka berjalan beriringan. Rumah mereka tidak searah. Rumah Jongin sejalan dengan sekolah, sementara rumah Yeonji di seberang jalan. Makanya, mereka berpisah di penyebrangan jalan.

"Bye!" Yeonji melambai sambil menyebrang jalan. Jongin membalas lambaian tangannya. Ia terlalu bahagia hari ini. Meskipun ia belum bisa mengutarakan perasaannya pada Yeonji, setidaknya ia telah membuatnya tersenyum hari ini.

Yeonji masih berjalan sambil melambai. Ia tidak mempercepat langkah kakinya padahal dua detik lagi lampu hijau akan berlaku untuk kendaraan. Tanpa pernah diduga oleh Jongin, sebuah mobil melesat kencang ke arah Yeonji. Dunia seakan terhenti setelah terdengar ban berdecit keras. Otak Jongin bagai kehilangan fungsinya sejenak dan saat ia sadar, semua orang sudah mengerumuni tubuh Yeonji yang tergeletak berlumuran darah. Jongin menatap kosong dari seberang jalan. Mobil yang menabrak Yeonji sudah kabur secepat kilat.

"Telepon ambulans!" seru seorang pria dari kerumunan itu.

"Astaga, mengerikan sekali."

Jongin melangkah lunglai mendekati kerumunan itu seolah tak percaya bahwa gadisnya sedang terluka parah. Tidak mungkin Yeonji terluka. Ia adalah gadis yang kuat. Bahkan ia bisa hidup tanpa kedua orangtuanya di sisinya.

"Nama anak itu Seo Yeonji. Kasihannya."

Setelah mendengar nama Yeonji disebut, Jongin mulai berlari menerobos kerumunan itu. Melihat tubuh Yeonji berlumuran darah membuat otot kakinya melemas sehingga ia terjatuh dan bertumpu pada lututnya. Rasa perih di lututnya akibat tergesek aspal tidak terasa lagi olehnya. Malaikat kecilnya sedang terbujur kaku merasakan kesakitan yang amat dalam. Ia tersenyum pahit. Ternyata Yeonji bukan juga gadis yang kuat. Ia bisa terluka dan ia tak mampu mempertahankan nyawanya saat itu.

*

Bel istirahat baru saja berbunyi. Ini saatnya siaran radio Hara. Ia bergegas ke ruang penyiaran. Namun, perjalanannya sedikit terhambat karena banyaknya hantu yang dijumpainya. Ia ingin menunduk agar tak melihat mereka, tapi ia takut akan menabraknya. Maka, ia berjalan dengan takut-takut sambil menggigit bibir bawahnya karena jika tidak, ia akan kelepasan menjerit.

Tibalah Hara di ruang penyiaran dengan wajah pucat pasi. Dadanya naik turun karena ternyata ia menahan napasnya setiap berpapasan dengan hantu. Lay yang menyadari hal itu memandanginya dengan khawatir.

"Kau baik-baik saja?"

Hara mengangguk lemah sambil berjalan menuju kursi merah penyiar. Ia duduk di kursi itu dengan Lay di sebelahnya. Hari ini yang bertugas sebagai penyiar adalah Hara dan Lay, sementara yang mengatur urusan broadcasting adalah Jongdae dan Yubin. Lay menyodorkan botol air mineral kepada Hara. Dengan senang hati Hara menerimanya dan meneguk air itu seolah sudah kehilangan seluruh cairan dalam tubuhnya.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang