Jihyun memijak pedal gasnya dalam-dalam. Mobil merahnya membelah jalanan malam itu. Untuk pertama kalinya, ia ingin cepat tiba di rumah. Ia ingin berjumpa dengan ayahnya, Kim Jaehwan.
Setibanya di rumah, Jihyun langsung berlari menuju kamar ayahnya yang berada di lantai dua. Seingatnya ayahnya sudah pulang dari perjalanan bisnis sejak sore tadi, jadi seharusnya ia sedang istirahat di rumah sekarang.
"Ayah! Ayah!" panggil Jihyun sembari mengetuk pintu kamar ayahnya.
"Masuklah!" sahut Jaehwan dari dalam kamar.
Jihyun segera masuk ke dalam kamar Jaehwan. Ia melihat ayahnya sedang duduk menatap laptop dengan serius. Bahkan setelah Jihyun berdiri di dekatnya, pandangannya masih tertuju pada layar laptop.
"Ayah!"
"Apa?" tanyanya masih terpaku pada pekerjaannya.
"Ada yang ingin aku tanyakan pada ayah," tutur Jihyun.
"Apa itu? Cepatlah. Aku sibuk."
Jihyun menghela napas. "Baiklah. Apa ayah punya anak selain Kak Jieun, Jongin, dan aku?" tanyanya langsung masuk kepada inti.
Jaehwan menoleh pada Jihyun. Ia menatap anaknya itu dengan tatapan tajam. Perlahan ia beranjak dari tempat duduknya dan berdiri di hadapan Jihyun. "Apa maksud ucapanmu itu?"
"Jawab saja, Ayah. Apa ada anak ayah yang lain selain kami?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" bentak Jaehwan.
"Ayah, apa benar? Apa benar kau punya anak selain kami?" tanya Jihyun memohon jawaban dari ayahnya.
Kim Jaehwan terdiam. Bibirnya terkatup rapat. Ia merasa marah pada Jihyun, tapi juga merasa tertangkap basah.
"Ayah, jujurlah padaku. Kau kenal Yoo Nayoung, kan?"
"Aku tidak mengenalnya sama sekali," elak Jaehwan.
"Ya, kau tak mengenalnya sebagai Yoo Nayoung. Tapi, kau mengenalnya sebagai Kim Nayoung. Kau telah menelantarkan dia dan ibunya, bukan begitu?"
"Dari mana kau dengar gosip murahan itu?"
"Itu bukan gosip, kan? Ibu bunuh diri karena Ayah selingkuh. Ibu tidak pernah berselingkuh, tapi Ayah yang melakukannya. Itu bukan gosip, kan?"
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Jihyun meninggalkan bekas tangan berwarna merah. Jihyun memegangi pipinya yang terasa panas, lalu menatap ayahnya tak percaya.
"Ayah menamparku?" tanyanya dengan suara bergetar. Selama ini ia selalu menuruti perintah ayahnya dan tak pernah dihukum seperti Jongin. Makanya, ia tidak menyangka ayahnya sanggup melayangkan tamparan ke wajahnya.
"Kau keterlaluan, Jihyun! Kau lebih mempercayai gosip murahan itu dibandingkan ayahmu sendiri. Asal kau tahu, ibumu meninggal karena serangan jantung, bukan karena bunuh diri. Jaga mulutmu itu!"
"Bagaimana aku bisa mempercayai orang yang berselingkuh terhadap istrinya?" balas Jihyun.
"Terserahmu mau mempercayaiku atau tidak. Dia bukan anakku dan aku tidak pernah sekalipun berselingkuh terhadap istriku yang sangat aku cintai."
"Omong kosong!" jerit Jihyun kesal.
"Jauh-jauh aku menyekolahkanmu, begitu caramu membalasku?"
"Bukan begitu, Ayah. Aku hanya tidak habis pikir ayah tega berselingkuh. Kau yang membunuh Ibu!"
Jaehwan menghela napas berat. "Percayailah apa yang kau ketahui, anakku."
*
"Aku minta satu pin lagi," pinta Jihyun pada salah satu bartender di bar itu. Bartender itu cepat menuangkan wine ke gelas Jihyun. Ia menghabiskannya dalam sekali teguk. Matanya sudah memerah menandakan ia tidak tahan dengan kadar alkohol dalam tubuhnya. Badannya sempoyongan, tapi ia tetap memaksakan diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
FanfictionJung Hara, seorang remaja berusia 15 tahun yang baru saja menduduki bangku SMA di Felicity High School. Ia cantik, pintar, dan populer. Itu sebabnya ia terpilih menjadi penyiar di radio sekolah. Tanpa disadarinya, ia bisa melihat apa yang tidak oran...