XVI

5.4K 435 18
                                    

Sejak kepulangan Jongin ke Seoul, sikapnya berubah drastis. Ia tidak pernah lagi asal bicara. Ia menjadi lebih pendiam. Semua itu tak lepas dari usahanya untuk bisa pergi tanpa harus merasa bersalah pada Hara.

Hara yang menyadari perubahan di diri Jongin pun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak mungkin menahannya. Atas alasan apa pula ia melakukannya? Seharusnya sebagai teman yang baik ia mendukung keputusan Jongin. Tapi, hal itu terasa begitu berat baginya.

Alhasil, keduanya saling berdiaman tanpa pembicaraan yang berarti. Sebenarnya Jongin ingin menghabiskan sisa waktunya di Seoul bersama Hara, tapi ia ingat bahwa hal itu hanya akan memberatkan dirinya. Hara juga sangat ingin membuat kenangan yang indah di saat-saat terakhir Jongin di Seoul, tapi sikap pemuda itu yang menjauhkan diri darinya membuatnya merasa tidak berarti.

Keduanya dikalahkan oleh ego masing-masing.

Bahkan saat tertinggal 2 hari untuk Jongin berada di Seoul, ia tetap teguh pada pendiriannya. Berbeda dengan Hara yang mulai menyadari betapa bodohnya ia jika menyia-nyiakan waktu.

Kelas sudah sepi; hanya tinggal Hara, Jongin, dan Taehyun. Hara memperlambat gerakan tangannya yang sedang memasukkan buku-buku ke dalam tasnya. Ia sengaja melakukannya untuk mengulur waktu. Tak berapa lama, Taehyun pun keluar kelas. Hara lalu menutup matanya dan mengatur napas. Ia membuka matanya dengan sorot penuh keyakinan. Ya, dia harus mengatakannya sekarang.

Ia meletakkan tasnya di atas meja, lalu berjalan cepat ke meja Jongin. Jongin yang sedang membereskan barang-barangnya pun mengangkat kepala. Melihat raut wajah Hara yang tidak biasa, ia berdiri dan bertanya, "Ada apa?"

"Ada yang ingin kusampaikan," katanya gugup.

"Apa?" tanya Jongin. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ia berharap Hara akan menahannya untuk pergi. Tetapi, jika gadis itu menahannya sedikit saja, ia pasti akan goyah. Makanya, ia takut mengecewakan semua orang. Keluarganya, juga Hara.

Bukan keinginan Jongin untuk bersekolah bisnis di London. Semua itu adalah keinginan ayahnya sejak lama. Jongin adalah anak laki-laki satu-satunya. Kalau bukan dia, siapa lagi yang akan mengurus perusahaan Jaehwan?

Saat di Jepang, ikatan kekeluargaan antara keluarga Kim kembali mengerat. Kehadiran cucu pertama Jaehwan membuatnya sadar betapa berartinya anak-anaknya untuknya. Jaehwan pun kembali menawarkan Jongin untuk bersekolah di sekolah bisnis yang pernah ditolak oleh Jongin di London karena ia ingin Jongin memiliki masa depan yang cerah. Jongin melihat ketulusan di dalam diri ayahnya. Tak ada lagi paksaan ataupun tekanan seperti yang dirasakannya dulu. Maka dari itu, ia menuruti perkataan ayahnya kali ini. Ia menerima tawaran itu.

Hara berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdebar tak karuan. Ia menarik napas dalam. "Aku..."

Jongin mengangkat alisnya. Ia menunggu kelanjutan ucapan Hara dengan jantung yang berdebar sama kerasnya dengannya.

Hara merutuki dirinya sendiri. Kenapa sulit sekali mengatakannya? Padahal ia sudah berlatih sejak semalam. "Aku..."

"Kau kenapa?"

"Aku... Aku..."

Kalau saja Jongin tidak sedang gugup, ia pasti sudah menertawakan ekspresi Hara yang sangat lucu. Sayangnya, kegugupannya mengontrol sebagian besar dirinya.

"Jongin," Hara memejamkan matanya sebelum berkata lantang, "kumohon jangan pergi!"

Hara kembali merutuki dirinya dalam hati. Sejak semalam ia berlatih, hanya itu yang bisa dikatakannya?

Suasana hening. Tak ada suara apapun. Tak ada respon dari Jongin. Jangan-jangan Jongin sudah pergi? Hara membuka matanya perlahan. Matanya langsung melotot saat dilihatnya Jongin masih berdiri di hadapannya dengan senyuman penuh arti. Cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang