Hayo siapa yang udah nunggu-nunggu?
Warn : banyak typo
•••
Pagi rupanya sudah menyambut rumah yang bisa terbilang cukup besar itu. Rumah lama keluarga Jeon. Kim Yerim sendiri sudah menemani Jeon Yoona di meja makan, sarapan berdua.
"Jungkook belum bangun, ya?" Kim Yerim yang mendengar itu pun membalas dengan gelengan kecil.
Kebiasaan lelaki Jeon itu, bangun lebih siang apabila tidak ada pekerjaan yang mengharuskannya bangun pagi-pagi.
"Gimana tidurnya semalem? Nyaman ga disini?" Jeon Yoona mengakhiri pertanyaannya dengan seulas senyuman, menatap manisnya wanita di seberangnya yang sibuk mengunyah makanan dalam mulutnya.
"Nyaman kok, Tante." Wanita Kim itu menyudahi makan paginya dan menopang dagunya dengan tangan sembari menatap sekelilingnya. Sumpah, saat ini Kim Yerim terlihat seperti bukan anak yang pemalu, ia sangat nyaman dan tidak kaku disini.
"Tante Yoona gapapa tinggal disini sendirian?" Kim Yerim sebenarnya sedari tadi membayangkan, bagaimana jadinya jika ia yang berada di posisi Jeon Yoona, tinggal di sebuah rumah besar sendirian, jauh dari anaknya.
Jeon Yoona memahami kecemasan hati Kim Yerim. Ia paham dan ia juga tidak bisa mengelak bahwa terkadang ia sempat berpikir untuk tinggal di rumah yang telah putranya bangun dengan hasil jeri payahnya sendiri. Tapi rasa-rasanya, ia lebih senang tinggal disini, di rumah peninggalan sang suami tercinta.
"Tante tau Yerim khawatir, tapi Tante gapapa. Disini Tante ditemenin Yeena, asisten pribadi Tante. Rasanya lebih ga nyaman lagi kalo Tante ninggalin rumah ini, rumah suami Tante," Kim Yerim bungkam, ia tidak mengelak bahwa semua itu terdengar menyedihkan untuk Jeon Yoona.
"Kalau Yerim yang ada di posisi Tante, Yerim gabakal rela kehilangan sedikitpun kenangan yang ditinggalin sama orang tercinta Yerim, apalagi suami. Yerim pasti paham kan?" Duh, kalau begini ceritanya, Kim Yerim bisa-bisa banjir air mata.
Wanita Kim itu mulai berkaca-kaca, dalam dirinya mulai memikirkan perasaan Jeon Yoona. Wanita itu sangat mencintai suaminya yang telah tiada, bahkan rela tinggal dimanapun asal memiliki kenangan indah dengan sang almarhum suaminya. Kim Yerim mengakui betapa setianya hati wanita Jeon yang merupakan Ibu dari Jeon Jungkook itu, ia ingin menjadi sekuat Jeon Yoona. Ingin sekali.
"Hush, Yerim jangan nangis, dong." Jeon Yoona tertawa kecil melihat raut wajah Kim Yerim yang semakin murung dan meneteskan air matanya.
"Iya... " Lirihnya sambil mengusap halus tetesan air matanya.
Jeon Yoona memandangi Kim Yerim sesaat, mengagumi sosok manis itu yang memiliki sejuta perasaan sensitif dalam dirinya.
"Yerim ikut Tante sebentar, ya? Kan sore ini kamu sama Jungkook mau balik." Tanpa banyak pikir, Kim Yerim menganggukkan kepalanya pertanda setuju.
•••
Jeon Jungkook mengerang kesal karena ponselnya yang berdering sejak tadi. Benar-benar mengganggu tidurnya yang nyenyak itu.
Ia membuka matanya dan menatap sisi kanannya, ah, Kim Yerim pasti sudah bangun sejak tadi. Berpalinglah Jeon Jungkook pada ponselnya yang berada di atas nakas, bersiap menghujami seribu satu sumpah serapah pada penelepon apabila pelakunya adalah salah satu anggota Bangtan.
Kim Hanbin
Jeon Jungkook mengernyit heran. Untuk apa lelaki Kim itu menghubunginya pagi-pagi seperti ini. Jeon Jungkook rasa, urusan mereka sudah selesai sejak beberapa hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] When The Devil Come
FanfictionJeon Jungkook. Dia adalah pertanda buruk bagi semua orang. Kemudian disinilah Kim Yerim, berdiri di hadapan lelaki bak iblis yang siap menggenggam serta menguasai hidupnya. "Come here, princess." [Dialog non baku!] [Started : 12 March 2019] [End :...