45. The Mission

20.3K 1.5K 309
                                    

Terkadang, ada saja hal-hal kecil yang mampu membuat kalang kabutnya pikiran. Sepele di mata orang lain, namun sangat penting di mata orang tertentu. Seperti yang Kim Yerim rasakan saat ini, tidak ada hentinya ia memikirkan hal yang baru-baru ini lagi-lagi menghantui pikirannya.

Jeon Jungkook akan berangkat ke Jepang dua hari kedepan.

Dua hari lagi, Kim Yerim benar-benar akan di tinggal jauh oleh Jeon Jungkook. Berbeda rasanya dari biasanya, kala sang lelaki meninggalkan rumah untuk pergi bekerja atau apapun yang masih bisa menyempatkan dirinya untuk pulang. Kini berbeda lagi, Jeon Jungkook akan pergi ke negara lain. Ah, rasanya Kim Yerim ingin menangis saja.

Hubungan keduanya makin hari makin erat, Kim Yerim bisa merasakan itu dengan jelas, dan ia senang.

Dulu, sebelum Jeon Jungkook datang. Kim Yerim pernah memiliki keinginan untuk tidak menjalin hubungan kasih dengan pria manapun di usianya yang belia ini. Kim Yerim berpikir bahwa terlalu muda untuknya mengenal masalah cinta dan terlebih lagi, melihat bagaimana pengalaman-pengalaman kisah kasih teman-teman dan orang-orang di sekitarnya yang berujung menyedihkan membuatnya membulatkan tekat untuk tidak mencoba-coba mengenal apa itu cinta sebelum ia bekerja.

Tapi semuanya sudah terpatahkan. Jeon Jungkook datang dan membawa segala perubahan dalam hidupnya. Bagian terburuknya adalah Kim Yerim tidak tahu mengapa sang Ibu enggan menemuinya, mengapa sang Ibu melarangnya kembali pulang.

Kim Yerim kembali bosan dan mengganti lagi siaran stasiun televisi yang jika dihitung ini sudah kesekian kalinya ia melakukannya, tidak menemukan satupun siaran yang mampu membuat rasa bosannya hilang setidaknya sampai Jeon Jungkook pulang.

Tidak lama lagi, ia rasa. Karena janjinya lelaki Jeon itu akan pulang sebelum jam empat dan ini pun sudah menunjukkan pukul tiga lebih tiga puluh menit. Seharusnya sebentar lagi Jeon Jungkook pulang.

“Non?” Kim Yerim sedikit terlonjak karena dipanggil tiba-tiba saat ia sedang sibuk termenung.

“Iya?” Spontan Kim Yerim menyahuti Bi Han yang berdiri di sisi kanan sofa.

“Non Yerim mau makan apa malam ini?” Oh, pertanyaan rutin setiap sore.

Kim Yerim terlihat berpikir sejenak, ada banyak makanan yang ia inginkan rasanya.

“Apa aja deh bi, Yerim bingung.” Jawab Kim Yerim seadanya, mendapat anggukan paham dari Bi Han.

Untungnya, Bi Han sudah membeli banyak bahan masakan sehingga ia bisa memasak banyak makanan malam ini agar tidak mengecewakan Kim Yerim. Masalahnya, yang berurusan dengannya nanti pastilah sang Tuan.

Suara langkah kaki dengan sepatu begitu tegas samar-samar terdengar, mendekati arah ruang tengah dimana Kim Yerim sedang berada sekarang. Kim Yerim hafal sekali dengan langkah kaki itu, sudah bisa menebak dari jauh.

Jeon Jungkook pulang.

Kim Yerim tersenyum lebar kala Jeon Jungkook memasuki ruang tengah, seolah sang lelaki sudah tahu betul bahwa dirinya sedang berada di sini tanpa harus bertanya.

“Si cantik lagi ngapain?” Jeon Jungkook memeluk tubuh mungil Kim Yerim yang sudah berdiri di hadapannya itu.

Kim Yerim menghirup dalam-dalam aroma dari jas sang lelaki, baunya sangat maskulin, Kim Yerim menyukainya.

“Bosen... ” Eluhnya.

“Wendy kok ga pernah main kesini, sih?” Lanjut sang wanita, mendongakkan kepalanya ke atas sedangkan Jeon Jungkook menundukkan kepalanya guna menatap Kim Yerim.

“Lagi diluar kota sama Suga.” Kim Yerim tidak bertanya untuk apa Son Wendy keluar kota bersama Min Suga. Tapi ia menanyakan hal lainnya.

“Kak Irene? Kak Joy? Kak Seulgi?” Jeon Jungkook terkekeh pelan, ia mengusap puncak kepala Kim Yerim yang masih dengan senang hati berada dalam pelukkannya.

[1] When The Devil Come Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang