02. PMR

33.3K 2.7K 112
                                    

••••••••••••••••••••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••••••••••••••••••••••

Pagi-pagi sekali, anak tunggal dari keluarga Kim tersebut berjalan dibawah hujan yang tidak deras, tentunya dengan payung bermotif bunga-bunga pemberian neneknya dulu. Kim Yerim perlu bersyukur hari ini hujan tidak deras, dia harus berjalan sekitar 5 menit menuju halte bus dekat rumahnya. Kalau deras, maka tamatlah dia, tidak ada siapapun yang bisa mengantarnya ke sekolah pada hari ini. Mama dan Papanya baru saja pergi ke luar kota semalam, niatnya memang membawa Yerim ikut bersama mereka, tapi Yerim sepertinya lebih memilih sekolah dari pada ikut dengan kedua orang tuanya.

Sebenarnya sudah sering ditawarkan belajar mengendarai mobil oleh Papanya, karena Papanya sedikit was-was bila sang putri tungalnya itu naik kendaraan umum. Jika ada kesempatan pasti sang Papa akan mengantar jemputnya, tapi saat Papanya sibuk di kantor lah yang membuatnya harus naik kendaraan umum seperti bus. Sungguh dia tidak keberatan naik bus, karena ketimbang diminta belajar menyetir mobil maka ia lebih memilih naik bus saja.

Benar sekali, gadis bermarga Kim ini takut menyetir mobil. Mau sampai kapanpun ia enggan untuk belajar menyetir kendaraan jenis apapun. Katanya : Naik kendaraan umum aja, kan biar ngurangin macet.

Oke, semua ada di tangannya memang. Apa yang bisa di lakukan sang Papa jika putri cantiknya ini sudah mengambil keputusan? Tidak ada, selain menurut. Beruntung bagi Tuan dan Nyonya Kim yang memiliki putri cantik dengan pola pikir hebat, jauh lebih sederhana dari yang orang pikirkan. Tidak heran keluarga kecil beranggotakan tiga orang ini begitu bahagia.

Oh ya, kadang pulang sekolah ia tidak naik bus lagi. Melainkan menumpang dengan Wendy bila sang teman membawa mobil. Tapi jujur saja bagi Yerim itu bukanlah hal yang enak juga, walaupun bisa menghemat uang. Masalahnya adalah ; Son Wendy menyetir dengan ugal-ugalan. Parah sekali, diluar pikiran Yerim. Temannya itu memang manis dan lembut dari hampir segala sisi, tapi minus untuk bagian menyetir!

Pukul 06.30, Kim Yerim menginjakkan kakinya di halaman sekolahnya. Masih sepi, tidak banyak siswa yang terlihat pada pukul ini. Mungkin hanya beberapa anak rajin saja yang bisa ia temui pada saat seperti ini, sisanya bisa ditebak sedang bertengkar dengan alarm yang terus-terusan mengganggu tidur mereka.

“Kak Irene.” Yerim berjalan menuju tempat sang kakak tingkat berdiri menenteng plastik merah besar yang entah berisi apa.

“Hai, Yerim!” Merasa mengerti bahwa Yerim memiliki pertanyaan dalam pikirannya, dengan cepat pula Irene menuturkan kalimatnya.

“Hari ini tim basket mau latihan sebelum lomba hari sabtu, jadi PMR harus bikin stand di pinggir lapangan basket, huh mendadak banget ya infonya?” Kim Yerim tersenyum saja. Ia tidak tahu perihal ini, tidak ada pemberitahuan sebelumnya.

“Yaudah, aku bantu pindahin barang-barangnya ya.” Setelah itu, mereka berdualah yang sibuk memindahkan peralatan dan obat-obatan dari UKS menuju lapangan basket.

[1] When The Devil Come Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang