Chapter 1

7K 827 89
                                    

Padahal rencananya ga bakal lanjut, tp gatel ngetik ff ini😬

-*123*-

Yoongi tersenyum puas saat masakannya sudah siap. Satu panci penuh ia rasa cukup untuk makan siang kali ini.

"Tinggal disajikan, kan? Biar Bibi saja" ujar salah satu wanita paruh baya yang menggunakan seragam lengkapnya, seragam memasaknya.

Yoongi menggeleng cepat, ia buru-buru mematikan kompornya dan mengambil kain yang berada tak jauh darinya.

"Kau mau apa?" tanya Bibi itu sanksi saat melihat Yoongi tengah bersiap-siap.

Yoongi menunjuk panci yang sudah ditutup olehnya.

"Membawanya kesana" tunjuk Yoongi kemudian ke arah yang berlawanan.

Bibi itu segera merampas kain yang Yoongi pegang dengan paksa dan menggeser Yoongi agar menyingkir dari depan panci.

"Tidak. Biar Bibi saja. Tugasmu sudah selesai disini. Sekarang kau bersiap-siap saja untuk makan siang" perintah Bibi itu, mengusir Yoongi dari dapurnya.

Yoongi mencebikkan bibirnya, kecewa karena ia merasa belum berbuat apa-apa.

"Sudah sana, kau pasti juga lapar kan" usir Bibi itu lagi.

Namun Yoongi tidak mau berpindah dari tempatnya. Ada satu hal yang masih ingin ia katakan.

"Nanti aku ikut mencuci piring kotor ya Bi" ujarnya dengan nada memohon.

Bibi itu hanya mengangguk saja, mendorong pelan Yoongi agar pemuda itu segera pergi dari tempat pengap nan panas itu.

"Maafkan Bibi tidak bisa membantu lebih" gumam Bibi itu setelah Yoongi sudah tidak terlihat di dapurnya.

"Bibi akan mencari suamimu dan memukulnya hingga ia jera nanti" lanjutnya seraya memindahkan panci berisi sayur itu ke tempat yang sudah disediakan.

-*123*-

Jimin melihat ke arah pigura foto di meja kerjanya. Foto sosok gadis kecil dengan kulit putihnya, rambut panjang digerai dengan warna hitam legam dengan sweater kebesaran warna pinknya. Ah jangan lupakan boneka kelincinya yang ia bawa.

Diambilnya figura foto itu dan tersenyum kecil melihatnya. Pipi gadis itu begitu menggemaskan.

"Nanti Papa belikan boneka yang lebih banyak untuk Jihyunnie kalau sudah bangun" ujarnya lirih sambil mengelus pipi berisi yang terlihat begitu squishy itu.

Tanpa menyentuh secara langsung, Jimin juga merasakan lembutnya pipi putih berisi itu. Ia suka sekali mencubit atau menggigit pipi itu dulu. Terlalu gemas.

"Jihyunnie boleh membalas Papa nanti kalau Papa nakal. Papa tidak akan marah kalau Jihyunnie mau mencubit dan menggigit pipi Papa" gumamnya lagi.

Ia begitu merindukan rona merah di wajah gadis kecil itu. Ia merindukan suara gadis itu yang memanggil-manggilnya. Dan tentu saja senyumannya yang paling Jimin rindukan.

"Cepat bangun, Baby" gumamnya lagi seraya mengecup figura itu dan meletakkannya kembali ke tempat semula.

Jimin menghela nafas panjangnya dan mendongak ke atas. Menahan air mata yang bisa turun kapan saja jika ia mengingat gadis kecil yang selalu ceria itu.

Cklek~

Jimin beruntung, orang yang baru saja masuk tanpa mengetuk pintu itu tidak melihatnya sedang murung atau bahkan menangis. Mau ditaruh mana wajahnya jika ia ketahuan.

"Aku berkunjung karena bosan" celetuk orang itu yang tanpa permisi langsung saja duduk di hadapan Jimin.

Tanpa melihatpun Jimin sudah tahu siapa orang yang semena-mena itu.

Sorry [MinYoon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang