04.

1.7K 166 8
                                    

Sampai saat ini, Ryugi selalu sadar akan batas tak kasat mata yang memisahkan dia dan teman-temannya dahulu. Batas yang didasari oleh pengakuan dunia.

Selamat membaca~

...
...
...
...
...

Dadaku sesak, aku terkejut, dan sesekali harus menghela napas untuk mengurangi rasa sesak yang mengganggu.

Tapi itu semua tidak mempengaruhiku mengerjakan tugas, aku tetap menulis lagu dengan tenang seperti tidak terjadi apa-apa, maksudku-- berusaha tetap tenang. Karena fokus dan mood terkendali sangat dibutuhkan pada pekerjaan ini.

Sejak tadi malah Mark yang terlihat tidak tenang, beberapa kali aku memergokinya melirik padaku dan langsung mengalihkan pandangan ketika aku bertanya.

Aku menghembuskan napas berat, meletakkan kepalaku yang kembali terasa berat ke atas meja dengan posisi menoleh pada Mark. Pemuda itu masih sibuk dengan bolpoin dan kertasnya, sesekali berdecak, mungkin masih berusaha mencari kata yang pas.

"Mark, masih lama ya?" tanyaku lemah, tenagaku seakan tersedot habis untuk menumpahkan pikiran pada dua lembar kertas ini.

Mark menoleh padaku dengan gusar, bibirnya terbuka akan menjawab, namun terkatup rapat lagi sebelum mengucapkan satu kata.

Aku mendengus-- lagi. Sebenarnya apa sih yang Mark kerjakan, ini sudah lewat tengah hari tapi dia belum bisa menyelesaikan bagiannya.

Yeonjung Eonni akan datang lima belas menit lagi untuk memeriksa pekerjaan kami dan membenahi beberapa bagian yang mungkin kurang pas.

Aku yang sudah selesai lebih awal mulai merasa bosan karena hanya berdiam diri menunggu Mark menyelesaikan tugasnya, aku juga mulai lapar.

"Mark, bawa ponsel tidak?" tanyaku seraya memperbaiki posisi dudukku agar lebih tegak. Selama beberapa saat, yang kulihat hanya buram, namun kemudian kembali seperti semula.

Mark menoleh dengan sebelah alis terangkat. "Mau apa?  Main game? Nggak boleh."

Aku berdecak, dia selalu negative tinking padaku. Lagipula aku tidak bisa main game untuk saat ini, mungkin menatap layar ponsel yang menyala sebentar saja kepalaku sudah pusing lagi.

"Aku lapar," ucapku akhirnya, Mark tampak tertegun beberapa saat, lalu mengeluarkan ponselnya dengan sedikit panik.

"Kenapa nggak bilang? Ini."

Aku meraih ponsel dari Mark seraya menggerutu, harusnya dia tanya dulu yang benar, bukannya malah mencurigaiku.

Saat menatap ponsel Mark, aku hanya diam. Tiba-tiba bingung harus melakukan apa, siapa yang harus kuhubungi?

Mark sudah sibuk kembali dengan pekerjaannya, jika aku mengganggu maka dia tidak akan bisa menyelesaikannya tepat waktu.

Jadi aku memilih mematikan ponsel milik Mark, lalu meletakkan di atas meja. Aku bersandar pada punggung kursi dan berusaha memikirkan hal lain supaya rasa laparku teralihkan.

Namun sial. Sepertinya cara itu salah, aku mengingat lagi yang dikatakan Yeonjung Eonni tadi pagi.

Perutku tiba-tiba terasa tidak nyaman.

Debutmu diundur karena akan ada penyanyi lain yang debut di tanggal itu.

Penyanyi lain? Debut? Di agensi ini? Tanpa melakukan trainee? Ini gila! Entah siapa yang gila, tapi aku merasa ikut gila!

Hei, bagimana penyanyi itu-- yang katanya bernama Lee, bisa debut dengan mudah tanpa menjalani pelatihan di tempat ini? Kenapa dia beruntung sekali?

Dear Dreams - 99 Days With Dream [SELESAI]✔  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang