Chapter 4

525 113 10
                                    

Hannibal mengeluarkan pedang dari udara kosong hanya dengan gerakan jarinya.

Julius berhenti melangkah, menatap melongo. "Bagaimana kau bisa mengeluarkan pedang seperti itu?" tanyanya heran sekaligus penasaran.

"Apa kau benar-benar tak tahu caranya?" kali ini Hannibal yang kebingungan. "Aku pikir tadi kau memilih pedang karena kau mendapat senjata pedang!"

"Aku benar-benar tak mengerti, aku mengambil pedang karena sering melihat pedang selalu menjadi favorit tokoh utama, itu saja," jawab Julius polos. "Aku juga baru tahu kalau senjata bisa dipanggil seperti itu,"

Hannibal menepuk dahinya. "Astaga! Aku baru sadar jika hanya kalangan bangsawan yang mengetahui cara ini, yah kupikir diskriminasi memang terlalu parah di sini."

"Apa kau ingin mengajariku?" tanya Julius berharap.

"Yeah, kuajari caranya besok siang, malam ini kita fokus saja mengurai tabir rahasia di depan kita," bisik Hannibal.

Julius mengambil tempat di belakang Hannibal karena temannya itu memegang senjata.

Dentum jantung kedua pemuda itu semakin berdetak kencang seiring langkah kaki mereka mendekat ke sumber suara. Rintihan suara tak terdengar lagi, hanya ada bunyi tetesan air yang menambah kengerian malam itu.

Dalam benak Julius, dia merasakan Vaalstrun terbangun dari tidurnya. Naga itu sangat terasa kehadirannya, ini pertama kali Julius rasakan sejak mimpi mengenai naga tersebut.

Mereka berdua menemukan sumber suara, di balik pintu kayu besar di koridor agak sempit yang belum pernah mereka telusuri, tentu saja sebab ini hari pertama mereka masuk sekolah.

Julius dan Hannibal berdiri bersisian di depan pintu, mereka saling pandang ingin membuka, Julius memutuskan dia akan membuka sementara Hannibal bertugas menyerang apapun yang mungkin berbahaya di balik pintu.

Suara rintihan semakin jelas terdengar, Julius menjulurkan tangan bersiap menarik gelang pintu. Dia memegang daun pintu kuat.

"Hei apa yang kalian lakukan selarut ini?!" teriak suara seseorang.

Julius dan Hannibal serentak menghadap sumber suara. Hannibal buru-buru menyembunyikan senjatanya. Mereka berdua melihat dua orang penjaga kastil sekolah, memegang senjata laras panjang di tangan, sedang melangkah mendekat.

"Siapa kalian?" tanya penjaga itu, menatap tajam melalui celah sempit di helm perangnya.

"Kami baru saja bertemu dengan Master Saul di kantornya," kata Julius cepat-cepat.

"Ya benar," timpal Hannibal. "Setelah itu kami mendengar ada suara rintihan seseorang di balik pintu ini!"

"Pintu? Apa kalian mengigau?" tanya penjaga itu balik, memiringkan kepalanya, heran.

"Ya-ya benar! Kalian mungkin bisa mengeceknya sendiri di pintu ini!" kata Hannibal bersemangat. Dia merasa Julius menyentuh bahunya beberapa kali. "Ada apa sih?"

"Tunggu Han! Lihat tak ada pintu disini," seru Julius melongo.

Hannibal menengok ke samping, benar saja tak ada pintu di dinding, dia buru-buru meraba dinding koridor, berharap pintu itu muncul kembali. "Ayolah jangan becanda!"

"Kalian mungkin lelah, tak ada pintu di koridor penghubung ini sejak kami ditugaskan menjaga akademi, kalian mungkin capek, kembalilah sebelum kami menangkap kalian dengan tuduhan menyelinap malam-malam," kata penjaga itu sabar.

"Tapi..."

"Sudahlah Han, kita akan mendapat masalah jika terus di sini, ayo kita kembali ke kamar," ucap Julius menenangkan, memberi senyuman maaf kepada dua penjaga.

Julius AleksanderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang