"Buruan bangun, kebo banget sih lo! Alarm dari subuh tapi sampai matahari mentereng kayak gini aja lo belum bangun!"
Teriakan pagi hari itu membahana ke seluruh ruangan memantulkan gema yang sangat nyaring. Namun, herannya objek yang dibangunin malah tak terusik sama sekali malah semakin erat memeluk bantal gulingnya.
Sosok itu berkacak pinggang, lalu dengan kasar dia menarik kaki orang yang masih bergelung di bawah selimut itu.
"Berisik cupang, ini masih pagi elah," timpal objek tersebut yang tak lain adalah suadari kembarnya sendiri.
"Pagi mata lo picek. Jam enam lebih seperempat!!!!!" teriak laki-laki itu lagi. "Lo tidur apa simulasi mati sih bego."
Suadari kembarnya itu tak menggubris sama sekali, malahan tambah membenamkan wajahnya pada selimut.
Laki-laki itu menggeram kesal, dia segera manarik tangan saudarinya itu untuk berdiri lalu mendorongnya ke kamar mandi. Di sisi lain, perempuan yang didorong masih merem melek, saking ngantuknya.
BYURRR
Dengan teganya laki-laki itu menyiram seember air ke tubuh perempuan itu, membuat mata yang tadinya terkantuk-kantuk langsung segar seketika.
"Bangsat, dingin banget!!" umpat perempuan itu. Kedua tangannya memeluk dirinya sendiri dengan sesekali mengelus permukaan kulitnya yang menggigil.
"Heh, nggak boleh bicara kasar. Cepet mandi, nih handuk lo."
Laki-laki itu melempar handuk dengan sebelumnya menepuk kesar bibirnya saudarinya itu. Tak peduli akan reaksinya laki-laki itu berlalu keluar kamar begitu saja.
"Nggak boleh marah," kata perempuan itu mencoba bersabar akan kelakuan kembarannya yang cukup menjengkelkan itu.
Hah, dari pada memikirkan suadara seper-monyetannya itu, lebih baik dia segera membersihkan diri. Ia bergegas mengunci pintu dan melanjutkan mandi.
Lima belas menit perempuan itu habiskan untuk membersihkan diri dan bersiap menggunakan seragam khas sekolahnya yang berwarna putih lalu dipadukan dengan almamater berwarna abu-abu serta rok polos yang juga berwarna sama.
Kemudian ia beralih mengambil sisir dan mencepol rambutnya asal.
"Cepetan turun, sarapan! Lo ngapain aja sih dari tadi? Mau sekolah apa mau mangkat!" teriak laki-laki itu sarkas.
Karena sudah sedari tadi diworo-woro, membuat perempuan itu segera memakai kaos kaki. Tangannya mengamit ransel yang sengaja diletakkan di atas meja belajar.
Siap.
Perempuan itu segera melangkah keluar kamar, menuruni satu persatu anak tangga dan berbelok menuju ke arah ruang makan. Di sana, seperti perkiraannya, anggota keluarganya sudah bersiap untuk sarapan. Tinggal menunggu dirinya.
"Eh, udah siap aja." Dia menarik kursi kemudian menaruh ransel di bawahnya. Manik hazel-nya mengejar memandang ke arah makanan yang berada di atas meja satu persatu. "Enak nih, kayaknya. Siapa yang masak?"
"Abang, dek. Ya kali kamu," celetuk laki-laki paruh baya sambil fokus membaca sederet kalimat pada koran.
"Hehehehe, adek bangunnya kepagian sih. Jadi nggak ikut bantuin."
"Pagi, ndasmu. Liat tuh jam!"
"Heh, abang jangan bicara kasar. Pantes adek bicara kasar, diajarin abang, ya," omel Yuan—mama sepasang saudara kembar itu.
Perempuan itu memeletkan lidahnya mengejek ke arah sang kakak. Merasa bangga ada yang mau berpihak ke arahnya. "Rasain," ejeknya.
Laki-laki itu terdiam. Namun, dari balik matanya ada pancaran rasa ingin membalas sang adik kuat! Huh, mau main kubu ternyata, hei?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lots Öf love (COMPLETED)
Teen FictionAdel sangat percaya akan harapan. Saking percaya dia sampai membuat harapan dia ingin dianggap ada oleh neneknya dan tidak menjadi bayang-bayang seorang Ardana Gabriel-saudara kembarnya. Setinggi itu harapan seorang Adelian Gabriella hingga hari it...