Adel menyisir halaian rambut kecoklatan miliknya—yang dia dapatkan dari sang ibu. Dia mengambil liptint dan hiasan rambut yang sesuai dengan pakaiannya yang kelewat santai—kaos lengan panjang kebesaran dengan celana legging.
Dia mengecap bibir, merasakan rasa buah kesukaannya strawberry.
"Mau kemana, Kak?" tanya Jean penasaran saat melihat sang kakak sudah berdandan rapi.
"Ke rumah Galang."
"Mau gue anterin?" Ardan yang sedari tadi duduk di sofa bersama Jean memerhatikan kembarannya yang sibuk berdandan.
Adel menggelengkan kepalanya menolak. Tangannya mengambil ponsel dan berlalu keluar kamar.
"Ma, aku main ke rumah temen, ya! Deket kok," pamit Adel tak lupa mengecup pipi dengan sebelumnya mengecup pipi sang ibu.
"Hati-hati, jangan kesorean pulangnya. Kalau pulang minta jemput abang aja," balas Yuan.
"Oke. Mam," sahut Adel. Kemudian dia segera beranjak untuk keluar rumah.
Dalam perjalanannya Adel sibuk bersenandung sambil menggoyangkan rambut ke kiri kanan. Perumahan yang ditinggalinya selama ini memang perumahan elit, jika siang seperti ini jarang ada orang yang keluar rumah tetapi jika malam entah kenapa bisa begitu ramai, entah anak-anak yang sekedar bermain sepeda ataupun berlalu lalang kejar-kejaran.
Lima belas menit kemudian, dia sudah berdiri didepan rumah Galang. Laki-laki itu dengan perhatiannya sudah menunggu kedatangan Adel selayaknya pengawal menjemput tuan putri.
"Yuk, langsung masuk. Tenang aja nggak usah khawatir gue bakal berbuat macem-macem di rumah masih ada bibi kok," ucap Galang.
"Em, oke. Kalau lo sampe punya niatan lecehin gue, gue dulu yang lecehin lo terus gue seret lo ke waria," canda Adel
Mendengar itu, alis Galang bergerak naik-turun sengaja untuk menggoda Adel. "Ya tuhan, ternyata lo tipikal perempuan yang agresif juga, ya Del. Mana nafsuan sama gue," kata Galang.
"Apaansi anjirr! Kalau percakapannya kek gini mulu, gue pulang ah!" sungut Adel merasa kesal sendiri.
"Cik, iya iya. Baperan amat sih, nyai," kata Galang sambil mengajak Adel ke lantai atas. "Bibi, Galang minta tolong buatin minum sama bawain camilan, ya."
Bibi mengangguk menanggapi perintah tuan mudanya. Sementara itu, Galang menggiring Adel ke ruang televisi di lantai dua. Layaknya tuan rumah, Adel tak ada jaimnya sama sekali. Dia malah sudah duduk di atas sofa dengan kaki di atas meja, membuat sang pemilik rumah menggeleng tak habis pikir.
"Wi-Fi lo lagi ngadet, ya?" tanya Galang sambil membuka toples berisi kacang.
"Nggak," jawab Adel.
"Terus kenapa lo tumben banget tiba-tiba main ke sini? Katanya, lo kesini kalau Wi-Fi rumah lo ngadet."
"Masih inget aja lo gue pernah bilang kayak gitu. Tapi kalau gue main ke rumah lo nunggu WiFi rumah gue ngadet, sampai kapan? Soalnya, maaf-maaf aja, gue orang kaya, harta nggak habis-habis, WiFi bagus, sinyal kuat, terus juga tersedia perkamarnya," kata Adem disertai dengan sedikit bumbu-bumbu kesombongan. Tak lupa dagunya terangkat seolah-olah menunjukkan keangkuhannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lots Öf love (COMPLETED)
Teen FictionAdel sangat percaya akan harapan. Saking percaya dia sampai membuat harapan dia ingin dianggap ada oleh neneknya dan tidak menjadi bayang-bayang seorang Ardana Gabriel-saudara kembarnya. Setinggi itu harapan seorang Adelian Gabriella hingga hari it...