28 - The 7th Sense

776 172 120
                                    

"Nanti mama minta tolong, pekerjaan rumah kalian yang kerjain," kata Yuan sambil mengambil koper yang sudah dia letakkan di sudut kamar. "Mbak Luna izin pulang kampung, kalian harus mandiri makanya Mama sama Papa sengaja nggak manggil pembantu baru."

"Kita mandiri kok, Ma. Mandi sendiri," ujar Ardan.

"ABANG!" omel Yuan sambil menjewer telinga Ardan. Sungguh, mempunyai anak yang semua menyebalkan benar-benar menguji kesabaran.

Yuan lanjut menceramahi anak-anaknya, untuk ditinggal satu minggu ke Belanda menemani sang suami kunjungan bisnis. Ditinggal satu hari aja, anak-anaknya udah bising digrup nggak bisa inilah itulah, apalagi ini?!

"Buat adek kalau nanti disuruh-suruh sama kakak nggak usah mau," kata Yuan memperingati Jean.

"Huftt ... iya-iya, Kakak," sungut Adel.

"Ya emang kakak, apa pernah abang kayak gitu?" sahut Ardan.

"Nggak usah mulai keributan," bentak Yuan.

"Lo si," ucap Adel sambil mendorong badan Ardan.

"Apaan gue," balas Ardan tak terima dan membalas mendorong balik Adel.

Akhirnya, sepasang saudara kembar yang sudah berbaikan itu sibuk sendiri saling dorong-dorongan.

"Mama nggak mau tau, mama balik kesini rumah harus tetap rapi, bersih, dan mama nggak mau menerima laporan mama abang nggak mau masak, barang pecah, ataupun minta uang tambahan," ujar Yuan. "Oh yaa, buat adek nanti mama kasih uang bulanan yang ditransferkan, Bunda."

"Kalau kita, Ma?" tanya Ardan sambil menunjuk dirinya dan Adel.

"Mama udah kasih kalian uang, awas aja kalau tagihan kartu kredit naik, mama sita sekalian kartu kreditnya. Mama itu selama ini heran, kalian beli apa aja sampai habisin uang segitu banyaknya?" ujar Yuan tak habis pikir. "Jangan-jangan kalian selama ini pergi ke Club lagi?!"

"Astaghfirulloh, kita mah kalau main nggak pernah jauh-jauh, Ma. Nggak sampai situ," ucap Ardan.

Yuan menatap tajam keduanya lalu berucap, "Kalau gitu, Mama ke bandara dulu, Papa sudah ngabarin kalau jetnya sudah ada di sana. Hati-hati kalian di rumah, jangan berantem."

"Mama juga! jaga kesehatan di sana," balas Adel.

Yuan masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan oleh salah satu bodyguard Sean. Wanita itu melambaikan tangan ke arah anak-anaknya yang berada di teras rumah. Tak menunggu waktu lama, mobil itu segera melaju keluar dari area rumah mewah kelurahan Gabriel.

"Nyuci! Nyuci!!" teriak Jean sambil membawa sekeranjang berisi pakaian.

Dia membawa keranjang itu ke arah mesin cuci. Pakaian-pakainnya dia masukkan ke dalam mesin tak lupa menuangkan detergen cair. Kemudian menutup mesin cuci dan langsung membelalak tak kala melihat tulisan besar dengan spidol warna hitam yang ditempel tepat di atas mesin cuci.

Mesin cuci sengaja papa rusakin. Nanti kalau papa pulang beli lagi. Kalau nyuci pakai tangan aja biar hemat listrik 😉.—Papa tercinta kalian:> Sean

"Abang ini mesin cucinya rusak! Mau gimana?!" teriak Jean.

Dari balik pintu Adel menyembulkan kepalanya, terkejut mendengar teriakan Jean. "Yang bener lo, Jen?"

Ardan berlari dari arah pintu samping sambil menenteng sepatu yang sedang dicucinya. "YA ALLAH APALAGI SIH INI? MOTOR GUE UDAH DI KEMPESIN DAN DIGEMBOK SAMA PAPA," ratapnya penuh kesedihan.

Jean dan Adel melototkan matanya. Rasa tak terima mulai menggerogoti hati ketiga orang itu. Ingin sekali menggetok kepala sang ayah biar sadar nggak usah berpikiran aneh-aneh.

Lots Öf love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang