"Kakak udah packing belum?" tanya Ardan. Tangannya menenteng ransel eiger miliknya.
Adel menolehkan kepalanya dengan malas. Manik hazel-nya mengikuti setiap pergerakan yang dilakukan oleh Ardan. "Nanti aja, kalau mau berangkat," jawabnya.
Ardan berdecak kesal menghadapi sifat malas kembarannya ini. "Bego, kalau mau berangkat lo baru packing nanti gugup, pasti banyak yang ketinggalan. Udah sana ke kamar! Kalau nggak gue cabut nih stopkontak-nya," ancamnya.
"Ck, cuma mudik doang, please nggak usah ribut kek mau pindah rumah," gerutu Adel.
Sean yang baru saja menuruni anak tangga, menggelengkan kepalanya tak heran mendengar bahan keributan pagi ini. "Packing sana kak, besok kita berangkat pagi, biar nggak terlalu macet," suruhnya.
"Tuh dengerin kalau orang tua ngomong!" ejek Ardan.
"Ck, tua delapan menit dari gue aja sombongnya nangudubilah," balas Adel. Akhirnya, dengan malas-malasan dia beranjak dari acara rebahannya lalu melangkah gontai ke kamar.
Adel mengambil koper di atas lemari, dia memasukan barang-barang yang sekiranya akan dia gunakan di sana.
"Mau gue bantuin?"
Adel melirik sinis sesaat setelah suara kembarannya itu terdengar. "Nggak butuh."
"Oh, ya udah," ucap Ardan. Walaupun mengatakan seperti itu, dia tetap membantu sang kembaran memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.
Ardan itu tipikal laki-laki yang suka ngomel tetapi masih aja dikerjain. Kalau sama dia, nggak heran setiap hari mendengar laki-laki itu misuh-misuh tetapi kerjaan tetap kelar.
"Gue udah bilang kan, kalau habis mandi handuknya digantung!" omel Ardan. "Astaga, lo cuma balik kampung nggak usah sampe berantakin baju yang udah dilipet! Kasihan Mbak Luna nanti. "
"Kalau apa-apa kasihan, terus kita kerjain sendiri berarti Mbak Luna makan gaji buta. Nggak ngapa-ngapain tapi digaji. Makanya gue sengaja berantakin," bela Adel.
"Serah deh, sebahagia lo aja," final Ardan.
"Gih, taruhin koper gue dibagasi dong," suruh Adel.
"Nggak ada terima kasihnya emang, ya lo! Sana taruh sendiri. Gue mau bantuin Jean dulu," tolak Ardan sambil melangkah keluar.
"IHH NGESELIN BANGET SI LO BANG!" jerit Adel.
Ketika Ardan membuka pintu kamar Jean dia bisa melihat laki-laki itu masih asik rebahan sambil bermain ponsel.
"Udah packing?"
"Baru itu," tunjuk Jean dengan dagunya.
Pandangan Ardan mengikuti arah yang ditunjukkan oleh Jean. Ransel itu hanya berisi dalaman. "Lo cuma mau bawa ini ke kampung? Nggak malu lebaran cuma pake sempak?"
"Makanya tolong packingin punya gue dong, Bang," pinta Jean.
Ardan mengepalkan tangannya mencoba bersabar, ingin rasanya meninju wajah mulus sepupunya ini. Hah, sungguh ternyata Adel dan Jean ini tak ada bedanya sama sekali. Kemudian ia berlalu masuk ke walk in closet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lots Öf love (COMPLETED)
Teen FictionAdel sangat percaya akan harapan. Saking percaya dia sampai membuat harapan dia ingin dianggap ada oleh neneknya dan tidak menjadi bayang-bayang seorang Ardana Gabriel-saudara kembarnya. Setinggi itu harapan seorang Adelian Gabriella hingga hari it...