33 - Limetless

703 153 75
                                    

Suara gesekan antara sepatu dan lantai rumah sakit terdengar bergema. Koridor terlihat sepi, tak ada satupun perawat ataupun dokter yang berseliweran. Apalagi saat ini mendekati jam besuk usai.

Dengan memakai kaos berwarna biru dongker dipadukan kemeja denim berwarna hitam serta celana jeans berwarna hitam. Sepatu sneaker berwarna putih dengan lambang nike dibelakangnya membuat kesan tampan bertambah.

Laki-laki itu mengamati sekitar mencoba mencari ruangan yang dimaksud sang sahabat.

RUANG VVIP NO. 2

"Kata dia, kamar ke lima dari ujung koridor, bagian kanan. Berarti ini kali, ya?" ujarnya.

Dia mencoba mengetuk pintu, jantungnya berdegup kencang takut salah kamar.

"Nah! Akhirnya dateng juga lo, gue tungguin juga!" sambut sang sahabat. "Gue mau keluar bentar, laper banget bos, tolong jaga saudara kembar gue, ya," ucapnya.

"Adek lo belum sadar?"

"Udah tadi. Habis Operasi, dia jadi takut kalau ketemu orang. Dia baru minum obat, makanya tidur."

"Gue rasa, seharusnya adek lo pindah sekolah aja deh, kasihan kalau dia masih sekolah di sana, takutnya dia tambah tertekan."

"Bener juga, Mama sama Papa tadi juga bilang gitu. Makanya nanti gue sekalian urus berkas, paling nanti gue bakalan daftar di SMA yang sama kayak lo aja kali, ya di SMA Taman Anggrek, biar kalau gue halangan nggak bisa jaga adek gue, ada lo di sana."

"Ya udah sana, katanya lo mau makan, nggak jadi?"

"Oh iya, lo tunggu di sini dulu, Rion. Gue ke kantin bentar, kalau Adel kenapa-napa langsung telepon gue."

"Cik, iya-iya, bawel banget sih lo. Udah sana," usir laki-laki itu—Orion.

Setelah memastikan sahabatnya keluar, Orion menggeret kursi yang letaknya disamping ranjang rawat. Ditatapnya wajah pucat milik saudara kembar sang sahabat. Kedua pipi yang dulunya terlihat berisi sekarang mulai menirus, badannya pun tak segempal dulu.

Hati Orion bergetar merasa iba melihat ini semua, ditambah mendengar cerita dibalik ini semua. Gadis ini menyedihkan sekali. Di usia enam belas tahun sudah menghadapi ini semua, dari rasa tak suka Uti-nya, obsesi Cecilia, dan pendapat orang mengenai fisik maupun bakat yang dia miliki.

Tangannya terulur mengusap rambut hitam Adel yang sudah dipotong menjadi sebahu. Perlahan dia mendekatkan dirinya ke arah telinga Adel seraya membisikan sesuatu.

"Ada begitu banyak standar kecantikan. Lo nggak harus menjadi kurus untuk menjadi cantik, hanya cukup cintai diri lo sendiri," bisiknya disertai kecupan di kening sang gadis.

💙💙

Malam minggu ini, Adel dan Ardan diminta untuk mewakilkan Sean dan Yuan untuk datang diacara salah satu teman bisnis mereka—mengingat keduanya masih berada di Amsterdam. Mereka terpaksa meninggalkan Jean sendirian—yang awalnya disuruh ikut tetapi menolak karena mau bermain basket di lapangan kompleks dengan teman-temannya.

Adel sudah siap dengan gaun berwarna hitam, rambut panjangnya dia kepang dan menaruhnya di atas bahu—model rambut seperti elsa. Dia beranjak mengambil sepatu boots, memakainya cepat kemudian menghampiri Ardan yang mengancingkan kemejanya.

"Lo belum pakai dasi? Ya tuhan, gue yang cewek aja udah selesai!" omel Adel.

"Gue risih tau pakai beginian! Makanya bantu dari pada bacot mulu," sungut Ardan.

Lots Öf love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang